Pangeran Abbash duduk di kursi kecil yang ada didepan sebuah meja rias. Ia duduk menghadap ke Alena yang menatap dengan tatapan mata yang kosong. Tiba – tiba Pangeran Abbash turun dari kursinya dan duduk bersimpuh di depan Alena. Menidurkan kepalanya di pangkuan Alena. Wajahnya begitu sendu dan muram. Tidak ada lagi rona kebahagiaan seperti tadi siang. Dia sudah menyadari bahwa kebahagiaan karena bersama dengan Alena saat ini adalah hanyalah semu.
Kebahagiaan ini adalah suatu fatamorgana yang begitu indah tetapi kosong. Sekosong hatinya. Bagaimana bisa Ia merasa bahagia kalau saat ini Alena tak ubahnya suatu boneka yang tidak bernyawa dan tidak berperasaan. Ia hanya bergerak bagaikan sebuah boneka robot. Ia mengikuti apapun kata pangeran Abbash. Bahkan jika seandainya Dia meminta Alena untuk melayaninya bercinta maka Alena tidak memiliki kekuasaan untuk menolaknya.