"Ed, Ed, cepat bangun!"
Edward mendegar suara lembut yang tengah memanggilnya, suara itu terdengar seperti mencoba membangukan Edward dari tidurnya, tetapi entah kenapa badan Edward terlalu malas untuk bangun.
"Ed, kalau kau tidak cepat bangun aku akan menusuk bokongmu dengan sumpit lho."
Mendengar ancaman yang sangat berbahaya bagi jiwa dan raganya itu, mata Edward pun langsung terbuka dengan cepat.
"TIDAAAAAAAK!"
"Akhirnya kau terbangun juga."
Ternyata asal dari suara itu adalah salah satu teman masa kecil Edward yaitu Sharon Edelt yang sedang berdiri di samping tempat tidur dengan raut wajah yang sangat kesal. Dia adalah gadis yang berambut pirang twintail dengan kulit putih yang kemerah-merahan, mempunyai mata berwarna biru gelap, dan dia mengenakan baju panjang berwarna putih, celana berwarna hitam dengan sepatu boot, sekilas dia memang terlihat sebagai gadis cantik tetapi sayang, dadanya datar seperti laki-laki.
"Kenapa kau ada disini Sharon? Dan bagaimana caramu masuk ke sini?"
"Itu tidak penting, yang lebih penting cepatlah sekarang giliranmu untuk memasak kan? Semua orang sudah menunggu apalagi Alfred yang sudah terlihat seperti mayat berjalan."
"Sial aku lupa!"
"Huh dasar! aku rasa tidak ada pilihan lain, aku akan membantumu masak."
"Thank you, kau memang yang terbaik!"
Wajah Sharon pun tiba-tiba memerah mendengar pujian dari Edward, dia memang dari dulu menyukai Edward tetapi Edward selalu salah paham dengannya dan mengira kalau Sharon itu menyukai Alfred yang merupakan teman baik Edward, Sharon dan Alfred memang sering terlihat bersama tetapi mereka hanya membicarakan tentang Edward ketika mereka bersama.
"Hei kau kenapa?"
"Ti-tidak apa-apa dasar bodoh! Ayo cepat ke dapur sebelum Alfred benar-benar menjadi mayat hidup."
Edward dan Sharon pun cepat-cepat ke dapur dan mulai memasak makanan, dibantu dengan Sharon, pekerjaan Edward pun menjadi lebih cepat selesai dan tiba-tiba mereka melihat Alfred yang terlihat berjalan terhuyung-huyung seperti mayat hidup.
"Sebenarnya apa yang dia lakukan sampai kelaparan seperti itu!"
"Aku dan dia habis berlatih dari pagi."
[Cih! Sialan kau Alfred!]
Setelah beberapa saat memasak, makanan pun akhirnya jadi dan mereka mereka berdua langsung membawa makanan itu ke ruang makan, semua anggota pun sudah berada di ruang makan dan duduk di tempatnya masing-masing kecuali Alfred.
"Ngomong-ngomong dimana Alfred?"
"Entah, tadi dia berjalan ke arah hutan dengan tergesa-gesa."
Alfred, dia adalah laki-laki dengan badan besar yang penuh otot dan juga berotak otot, dia sama sekali tidak suka berpikir sesuatu yang rumit-rumit dan selalu menyerahkan segala halnya kepada Austin sang ahli strategi di kelompok Edward, tetapi meskipun seperti itu dia merupakan salah seorang yang terkuat nomer dua dari Edward dan kawan-kawan.
"Kurasa aku akan mencarinya lebih dulu sebelum dia melakukan hal yang bodoh lainnya."
Dari tadi pagi Sharon telah merasakan sesuatu yang tidak enak, tentu dia tidak bisa mengabaikannya karena terkadang firasatnya itu benar.
"Aku ikut Ed, lagipula aku juga tidak terlalu lapar."
Wajah Sharon menunjukkan ekspresi yang cemas, Edward tahu kalau Sharon dan Alfred itu sangat dekat sampai Edward berpikir kalau mereka sebenarnya mempunyai hubungan spesial dan menunjukkan wajah iri melihat Sharon yang mencemaskan Alfred.
[Sialan kau Alfred!]
Edward dan Sharon pun berlari menuju ke hutan untuk mencari Alfred yang hilang entah kemana, tetapi tiba-tiba mereka mendengar suara ledakan yang sangat keras yang berasal dari tengah hutan, mereka pun segera berlari mendekati asal dari suara itu.
Edward dan Sharon terkejut melihat Alfred yang sedang terluka parah dan tidak sadarkan diri dengan darah yang mengucur dari sekujur tubuhnya. Tanpa pikir panjang, mereka langsung berlari ke arah Alfred yang tengah terluka parah itu dan mereka melihat sesuatu yang sangat mengerikan.
"Ke-kenapa dia ada disini?"
Mata Edward terbuka lebar terkejut melihat siapa yang telah menjadi lawan Alfred, dia adalah Draconis Gamma, salah satu dan yang terkuat dari Tujuh Dosa Besar. Edward pernah mendengar dari seseorang kalau dia pernah membantai seluruh penduduk kota Rein hanya dalam satu jam tanpa menyisakan mayat mereka.
"Sharon, bawa Alfred dan sampaikan kepada teman-teman untuk lari!"
"Tidak! Aku tidak akan meninggalkanmu Ed!"
Edward memegang pundak Sharon dan menatap matanya dengan tatapan yang serius.
"Sharon, kau tahu kan kekuatan dia, dengan kita yang sekarang kita tidak akan bisa mengalahkannya!"
Sharon sudah tahu itu, dia sudah tahu kalau jarak kekuatan mereka dengan Draconis sangat jauh tetapi Sharon sudah tidak mau kehilangan seseorang yang berharga lagi bagi dirinya, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus melindungi Edward walaupun dengan nyawanya.
"Tidak Ed! Aku sudah tidak mau kehilangan-"
Edward tahu jika kesempatannya untuk selamat sangat kecil, tapi jika untuk mewujudkan mimpinya itu hanya pengorbanan kecil karena harapannya pasti akan diteruskan kepada teman-temannya yang juga mempunyai mimpi yang sama dengannya.
"Sharon! Aku berjanji aku akan selamat, jadi tolong bawa Alfred dan lari bersama teman-teman!"
Selama ini Sharon selalu tidak berdaya di depan Edward, dia selalu menuruti keinginan Edward tanpa ada kekuatan untuk menolaknya.
"Ed! Kumohon selamatlah."
"Itu pasti, aku tidak akan tahan jika aku mati sebelum mimpiku terwujud!"
Sharon pun sedikit meneteskan air mata yang penuh dengan rasa sedih, dia lalu membawa Alfred yang sudah tak sadarkan diri dan lari menjauh dan hanya bisa berharap kalau Edward akan bisa selamat.
"Black Ligtning Dragon."
Tiba-tiba Draconis mengeluarkan sihirnya, itu adalah petir sihir tingkat tinggi yang dengan sangat cepat menuju ke arah Edward , Edward pun berusaha menghindar tetapi dia tidak cukup cepat untuk bisa menghindari petir itu.
"AAAARRRGGH!"
Edward sangat bersyukur dengan pertahanan tubuhnya yang telah dia asah selama ini sehingga cukup kuat untuk bisa menahan serangan Draconis.
"Mustahil! Kenapa kau masih hidup?"
Wajah Draconis terlihat bingung melihat Edward yang tidak berubah menjadi debu ketika menerima serangan petir darinya, Edward pun dengan cepat melompat kearah Draconis yang tengah kebingungan dan berhasil mendaratkan pukulannya tepat di perut Draconis dan membuatnya terhempas dan menghantam tanah dengan keras. Tetapi dengan cepat Draconis kembali bangkit dan terbang ke arah Edward. Draconis berhasil meninju Edward bertubi-tubi dengan tangan yang mempunyai sisik yang sangat keras itu, Edward pun berusaha memblok serangan Draconis dengan menggunakan kedua tangannya sebagai tameng, tetapi karena pukulan Draconis yang sangat kuat dan ditambah dengan sisiknya yang sangat keras, dia mematahkan tulang lengan Edward dan membuatnya berteriak kesakitan.
"AAARRRGH!"
Dia pun memegang kepala Edward dan mengantamkannya dengan keras ke tanah dan membuat tanahnya hancur. Meskipun begitu, Edward masih berusaha untuk bangkit dan bertarung agar memberi teman-temannya waktu untuk kabur.
"Dasar makhluk lemah!"
Draconis melilit tubuh Edward dengan ekornya dan membawanya terbang sangat tinggi, dan dia pun mengepalkan tangan kanannya dan meninju perut Edward dengan keras seperti yang telah dilakukan Edward kepadanya. Edward pun merasa kesakitan dan tidak berdaya, dengan sangat cepat dia terjatuh dari ketinggian itu dan menghantam tanah dengan sangat keras, dia pun mulai merasa kesadarannya akan hilang dan menyadari kalau dirinya akan mati disini.
"apakah ini akhirnya? Apakah aku sudah memberikan cukup waktu kepada mereka untuk lari?"
Bukannya takut akan kematian yang akan dihadapinya, dia malah terlihat tersenyum puas karena bisa memberikan waktu untuk teman-temannya untuk kabur dari dan sudah bersiap menerima kematiannya disini. Edward pun mulai merasa bersalah karena dia tidak bisa menepati janjinya dengan Sharon dan berharap kalau Sharon akan memaafkannya.
"Kurasa inilah saatnya, maafkan aku Sharon, kuharap kau akan bahagia dengan Alfred."
Edward teringat masa-masa saat kedua orang tuanya masih hidup, saat-saat tentara Iblis masih belum menyerang desa kecilnya itu, itu adalah masa-masa paling membahagiakan baginya untuk bisa bersama dengan orang-orang yang dia cintai.
"Aku akan segera menyusul kesana.....Ibu, Ayah."
Edward melihat Draconis mengeluarkan sihir tingkat tinggi, sihir itu adalah sihir naga petir yang berukuran besar, sihir itu pun dengan cepat menuju ke arah Edward yang terbaring lemas dan sudah putus asa menunggu kematiannya.
"Selamat tinggal semua....maaf."
"Hancurlah menjadi debu, dasar makhluk rendahan!"
Di saat–saat terakhirnya, Edward melihat sebuah cahaya putih seputih salju yang sangat terang dan menyilaukan matanya, Edward merasakan kehangatan yang berasal dari cahaya putih misterius itu.
"Apakah itu akhirat? Apakah aku sudah mati?"
Edward pun melihat sesosok gadis berambut putih panjang dengan empat sayap di belakangnya.
"Siapa kau?"
Edward melihat gadis itu tersenyum manis dan membelai rambutnya tengan lembut, Malaikat itu mendekatkan mulutnya ke telinga Edward dan berbisik dengan suaranya yang halus.
"Kau sudah bertarung dengan baik sang Cahaya, selamat tidur."
Setelah mendengar kata-kata itu, hati Edward menjadi tenang seolah semua beban telah terlepas, tubuhnya yang semula terasa sakit sekarang rasa sakit itu sudah hilang diganti rasa nyaman dan Akhirnya kesadarannya pun mulai memudar dan hilang seperti tenggelam di lautan yang dalam dan gelap.