App herunterladen
12% Soca (Mata yang Tidak Bisa Melihat) / Chapter 3: Duel

Kapitel 3: Duel

Soca

Saman?

Raut wajah Rigel seketika berubah suram. Menatap tajam. Luka di dalam hati tercuat, bernanah. Kebencian menguar ke seluruh tubuh. Perasaan iba yang sesaat sempat bersarang mendadak hilang. Lenyap tak bersisa, menguap entah ke mana.

Pillax melihat perubahan emosi itu. Satu sudut bibir ditarik sehingga membentuk sebuah seringai kecil. Ejeknya, "Hai, Tuan Rigel. Kau lihat bocah ingusan di depan sana? Barusan bocah itu membuatmu tersungkur ke tanah. Hahaha, lucu sekali."

Rigel mendengus dingin. Namun, tidak menanggapi cemoohan lebih lanjut. Memilih fokus mengumpulkan segenap kemampuan spiritual──pengendalian aura──untuk meningkatkan gerak cepat dan kekuatan. Bersiap menyerang ulang.

Angin bersiuran ketika tiba-tiba Rigel melesat. Cepat. Kecepatan yang luar bisa bagai kilatan petir. Mengejutkan semua orang, tak terkecuali Pillax sekalipun.

Mengerjap. Nereid tersentak saat tiba-tiba Rigel ada di depan bersama sebuah tinju tepat ke dagu. Serangan yang sangat cepat. Terlalu cepat hingga tidak mampu dihindarkan. Tinjuan itu hanyalah permulaan.

Selanjutnya pukulan demi pukulan beruntun terus dihunjamkan. Bertubi-tubi.

Bergedebuk. Nereid  terpelanting menubruk dinding kemudian tersungkur jatuh ke tanah. Meringis, cepat-cepat ia bangkit. Darah di sudut bibir mengalir turun. Rasa ngilu dan nyeri menjalari. Jari-jarinya berkedut acak saat kekuatan aneh tiba-tiba mengaliri tubuh.

Kekuatan yang selama ini terus membawanya pada kemenangan. Roman wajah Nereid tidak jelas kelihatan, tersembunyi di balik tirai rambut yang tergerai panjang. Ikat rambutnya lepas sewaktu terbentur barusan.

"Cih. Pantas saja bocah sepertimu dapat bertahan selama ini. Dasar iblis ...," Rigel mendesis lirih. Menyiapkan diri menyongsong serangan.

Nereid menerjang. Berkelebat dan tahu-tahu sudah ada di depan Rigel. Berusaha mencakar dengan kuku-kuku──yang entah sejak kapan menjadi panjang──berwarna hitam. Serangannya mirip cakaran makhluk buas. Menyasar langsung tenggorokkan.

Meski cukup terkejut dengan serangan buas itu, Rigel tetap tenang. Buru-buru mundur selangkah sehingga cakaran hanya lewat di depan. Angin dingin menerpa kulit lehernya.

Lantaran serangan lawan gagal. Rigel langsung mengambil kesempatan untuk membalas. Mencoba mengait kaki dan melayangkan tinju ke bawah telinga. Namun, siapa sangka pukulan itu berhasil ditangkis.

Nereid memiliki kuda-kuda yang kokoh. Tidak mudah dijatuhkan dengan kaitan kaki. Kini, mereka berdua saling terkunci satu sama lain.

Tidak kehabisan akal. Rigel menyalurkan auranya pada lengan lawan.

Seperti tersengat arus listrik, tangan Nereid langsung berkedut. Buru-buru ia mencelat mundur. Mata kelamnya menatap datar. Orang biasa mungkin tidak dapat melihat, tetapi melihatnya. Tubuh diselimuti aura berwarna keemasan.

Nereid memegangi lengannya yang masih bergetar janggal. Sakit dan panas, seperti terbakar. Entah kenapa, ia menjadi sulit bernapas. Gejolak yang aneh memenuhi dada. Membuatnya merasa sesak dan pengap.

Di saat Nereid masih dalam kondisi mengatur napas. Rigel memanfaatkannya untuk melancarkan serangan.

Tentu saja Nereid kelabakan. Kewalahan menghadapi semua serangan. Ia belum siap sama sekali. Pukulan demi pukulan penuh tenaga terus menghujani, bertubi-tubi. Tanpa ampun. Walau berusaha melakukan perlawanan, tetap saja babak belur kena dihajar.

Dalam bayangan Rigel. Lawan yang dihadapi sudah bukan Nereid lagi, melainkan sesosok Saman buruk rupa. Menyeramkan. Bayang-bayang masa lalu di mana lidah api melahap orang-orang di desanya kembali tergambar. Nyata.

Pada titik puncak kemarahannya, Rigel menciptakan sebuah pedang aura. Menusukkannya ke perut Nereid dengan sekuat tenaga.

Semua orang membungkam dalam kekagetan.

Hening.

Orang-orang terkesima.

Darah berjatuhan menghujani permukaan pasir. Membasuh bilah pedang.

Beberapa penjaga sudah akan bergerak, tetapi Pillax menahan mereka.

Kaku, Nereid mundur selangkah. Rasa sakit kentara memenuhi ekspresi wajah. Menggertakkan gigi, ia menarik tubuh lebih jauh. Melepaskan diri dari hunusan pedang. Darah semakin deras berjatuhan. Tubuhnya agak limbung.

Terbatuk-batuk. Nereid mencengkeram luka di perutnya. Sakit. Saking sakitnya, ia tidak mampu lagi berdiri tegak.

Walau kondisi lawan sudah sedemikian memprihatinkan, Rigel masih tidak merasa puas. Diayunkan bilah pedang menyasar leher dengan tenaga mumpuni.

Dalam kondisi lemah, Nereid berusaha menghindari serangan beringas itu. Buru-buru ia mundur. Namun, kurang cepat. Ujung pedang berhasil menggores leher sekaligus memangkas rambutnya yang tergerai ke depan.

Serangkan tidak berhenti sampai di situ saja.

Dengan cepat pedang diputar balik dan menyasar dada, menyambit.

Kali ini, Nereid tidak mampu mengelak lagi. Bila pedang mengoyak daging dadanya. Membentuk goresan besar dan panjang.

Darah menciprat, menciptakan lukisan abstrak di wajah Rigel.

Samar-samar, dalam pandangan yang memburam. Nereid melihat kilatan bilah pedang. Sesuatu yang dingin menembus dada. Sakit. Kedua kakinya goyah, gemetaran. Lemas. Sesak. Asin, mulutnya terasa sangat asin. Muntah darah.

Gelap.

Bilah pedang menerobos dada kiri.

"Katakan. Apa terasa sakit?" Rigel berbisik di telinga Nereid. Mendorong pedang lebih jauh sehingga sebagian panjang bilah menyembul di punggung.

Batuk-batuk, Nereid tidak menjawab. Indra pendengarannya sudah tak berfungsi. Kesadaran yang tersisa hanya tinggal kepingan. Kepalanya jatuh ke depan, tertahan di bahu Rigel.

Pillax menepuk-nepukkan kedua belah telapak tangan. Menimbulkan bunyi "prok-prok-prok" yang cukup nyaring memecah keheningan. Ia berjalan ke tengah lapangan, menghampiri Rigel yang masih membeku.

"Tuan Rigel, selamat! Anda baru saja memenangkan duel ini." Pillax menghela napas dan mimik wajahnya dibuat-buat cemberut. "Namun, sayang sekali. Peraturannya, Anda tidak boleh memakai senjata. Jadi, kemenangan Anda dianggap tidak sah dan hadiahnya hangus. Hahaha. Sayang sekali! Sayang sekali!"

Mata Rigel yang dipenuhi bayangan air mata mengerjap. Entah kenapa ia merasa begitu lelah, tulang-tulangnya seperti melentur. Pedang aura yang tadi diciptakannya pun perlahan menghilang——berubah menjadi butiran cahaya.

Tubuh Nereid jatuh ke samping begitu pedang yang menahan tubuhnya hilang.

Rigel terhenyak saat mendapati tubuh yang tergeletak di samping tidak lagi dalam wujud mengerikan. Hanya seorang pemuda tanggung dengan wajah pucat pasi. Emosinya bergejolak. Gelisah, apakah yang telah dilakukannya benar atau tidak.

"Bawa mayat ini ke pembuangan!" Pillax melayangkan tatapannya pada para penjaga.

Sigap. Penjaga bertubuh paling tinggi dan besar langsung menyeret tubuh Nereid menjauh dari arena.

Rigel menatap tubuh bersimbah darah itu diseret seperti binatang. Sangat biadab. Tanpa mengucap apa-apa, ia melangkah keluar menjauhi arena. Meninggalkan para penonton yang masih terkesima atas aksinya.

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen