App herunterladen
32.24% T.I.M (treasure in murder) / Chapter 69: Chapter 68; Case 2: Perdagangan organ bagian 50

Kapitel 69: Chapter 68; Case 2: Perdagangan organ bagian 50

Aileen membuka matanya perlahan menemukan dirinya sedang berbaring di atas tempat tidur. Perempuan itu menengok ke arah kiri dan kanannya mendapati dirinya sedang berada di dalam sebuah ruangan berwarna abu-abu. Ruangan ini di terbagi oleh dua lampu karena ukurannya yang ia rasa besarnya sama dengan dua kali lipat kamarnya. Di ruangan ini tidak ada apapun lagi selain tempat tidur yang dia pakai dan beberapa kabel yang sepertinya terpasang pada sesuatu yang ada di belakangnya, lemari berisi obat-obatan dan sebuah kursi juga meja kecil yang terletak di sisi kiri tempat tidurnya.

"Oh sudah bangun?"

Mendengar suara yang dia kenali sontak Aileen langsung berusaha bangun dari posisinya tapi sesuatu menghantam kepalanya dengan keras membuat Aileen kembali berbaring. Si pemilik suara Rei yang baru saja masuk kembali kedalam kamar yang di tempati Aileen, penyebab Aileen terkejut sampai membuat gadis itu tanpa sengaja membenturkan kepalanya bukannya minta maaf malah tertawa membuat Aileen tampak kesal kepadanya.

Rei tampak menekan sebuah tombol di dinding membuat sesuatu yang menutupi tempat tidur dan berbentuk setengah tabung yang Aileen tempati terangkat secara otomatis. Ketika penutup tempat tidur itu terangkat bau obat-obatan langsung menyerang indra penciumannya membuatnya merasa tidak nyaman dan ingin cepat-cepat keluar dari kamar itu.Tadi ia merasakan udara segar saat penutup tempat tidur itu di pasang kenapa terasa sangat berbeda?

"Ini tempat tidur elektrik yang aku kembangin, apa rasanya nyaman?"

Tanyanya kepada Aileen dengan senyum bisnis di wajahnya dan dengan santainya Aileen mengatakan pendapatnya dengan jujur.

"Rasanya nyaman. Tempat tidur seperti ini sepertinya bagus untuk penderita asma. Eh tunggu dulu kenapa aku berada di sini?"

Rei menahan dirinya untuk tertawa melihat Aileen yang tampak menengok ke sekelilingnya dengan wajah polos seperti anak hilang dan menjawabnya dengan nada datar seperti biasanya.

"Kamu gak suka rumah sakit kan? Makannya aku bawa kamu ke markas utama. Gak mungkin aku bawa kamu ke rumah sakit."

Aileen menatap Rei yang tampak mencatat sesuatu di tabletnya. Yang di lakukan Rei ada benarnya karena kalau dia di bawa ke rumah sakit ia yakin Rei tidak tahu harus memberikan alasan apa kepada dokter jadi sudah pasti Rei membawanya kemari. Selain itu mengingat Aileen tidak suka rumah sakit itu menambah alasan untuk tidak membawa Aileen ke rumah sakit. Meski semua itu hal yang wajar Aileen merasa sedikit tersentuh apalagi ia yakin Reilah yang menggendongnya saat dia tidak sadarkan diri.

"Seperti perkiraan bagian penutup tempat tidurnya kurang tinggi, tombol untuk mengangkat bagian penutupnya harus di tambah di bagian dalam agar pengguna atau pasien bisa membuka penutup tempat tidurnya sendiri. Lalu-"

"Sebentar kamu jadiin aku sebagai kelinci percobaan?"

Tanya Aileen menatap laki-laki yang berdiri di hadapannya itu dengan tatapan tidak percaya. Dengan polosnya Rei menatap Aileen dengan wajah tanpa dosa.

"Gak ada salahnya kan? Lagian kalau aku belum yakin alatnya bekerja aku gak mungkin ngebiarin kamu pake alat ini."

Jawabnya dengan nada datar seakan itu bukan masalah besar membuat Aileen merasa bodoh karena sudah tersentuh dengan apa yang di lakukan Rei padanya. Rei Darka ternyata menjadikannya sebagai kelinci percobaan untuk teknologi terbaru ciptaannya!!

Sudah dia duga tidak mungkin dia bisa menyukai seseorang seperti Rei!! Merasakan kemarahan Aileen yang tertuju padanya diam-diam Rei tertawa dalam hatinya karena saat ia melirik wajah Aileen dari balik tabletnya wajah gadis itu tampak sudah memerah karena menahan amarahnya. Wajahnya benar-benar lucu.

"Aku membencimu!!"

"Aku juga sayang kamu Aileen~"

Aileen melemparkan satu-satunya bantal yang ada di tempat tidur itu pada Rei yang dengan mudahnya Rei tangkap dengan satu tangannya. Reipun berjalan ke samping tempat tidur. Tiba-tiba dia berubah kedalam mode serius. Rei meletakkan tabletnya di atas meja, meletakkan kembali bantal Aileen di atas tempat tidur dan memeriksa pergelangan tangan kiri Aileen yang tampak dipasangi oleh selang infus.

"Untung gak lepas. Jangan banyak gerak nanti infus kamu lepas."

Mendengar perkataan Rei pandangan Aileen ikut tertuju kepada tangan kirinya, ia menemukan selang infus telah terpasang di pergelangan tangannya dengan jarum dan selang itu terpasang pada cairan infus yang ada dalam tabung tepat di belakangnya. Untung saja selangnya panjang jadi saat ia melempari bantal pada Rei selang infusnya tidak terlepas secara paksa.

"Udah berapa lama aku di sini?"

"Dua hari. Kamu menghirup cukup banyak gas beracun jadi kamu di rawat dulu di sini. Untungnya gak ada hal buruk yang terjadi sama tubuh kamu selain pingsan."

Dalam hati Aileen meruntuki Mahesa yang melemparkan bom asap berisi gas beracun kepadanya. Saat di lempar bom itu tidak mengeluarkan suara sama sekali dan dengan cepat gas beracun sudah tersebar. Karena toilet itu tidak memiliki ventilasi udara dan Aileen yang masih memikirkan nasib siswa dan siswi lain yang mungkin lewat tidak bisa mendobrak pintu begitu saja meski dia bisa karena dia tidak tahu racun macam apa dalam bom beracun itu. Dia tidak bisa membahayakan keselamatan orang lain karena itu dia hanya bisa memberikan sandi morse pada Rei. Kalau dia bertemu Mahesa lagi akan dia hajar laki-laki itu nanti sampai sekarat.

"Apa Mahesa udah di tangkap?"

"Belum. Dia masih ngikutin Mikha kayak biasa. Kayaknya dia gak mikirin kemungkinan kalau kamu masih hidup gara-gara ada seorang siswi yang meninggal di saat yang sama juga karena serangan jantung di kamar mandi Yang gak jauh dari kamar mandi dimana kamu di jebak."

Mendengar perkataan Rei Aileen baru ingat kalau saat ia keluar ia mendengar suara orang yang terdengar panik. Namun bukan karena melihat kondisinya tapi seorang perempuan lain, Aileen tertawa mendengar perkataan Rei. Ia ingin tahu bagaimana wajah Mahesa jika tahu ia masih hidup, ekspresi wajahnya pasti akan sangat menarik.

"Hm... jadi dia gak mikirin kemungkinan kalau aku masih hidup gara-gara itu? Apa aku harus pura-pura jadi hantu dan nakut-nakutin dia?"

Tanya Aileen dengan senyuman jahil di wajahnya. Rei yang punya waktu terlalu luang mendengar perkataan Aileen tiba-tiba mendapat ide. Rei ikut tersenyum jahil. Sebuah rencana tiba-tiba muncul di dalam kepalanya. Rencana yang bisa menghilangkan kebosanannya sekaligus mengisi waktunya yang terlalu luang.

"Kamu baru aja ngasih aku ide yang sangat bagus... "

***

Hari Sabtu yang mendung. Awan-awan tampak mulai menghitam di atas langit tanda kalau hujan akan segera turun. Mahesa mengangkat beberapa kotak berisi peralatan bedah yang sudah tidak terpakai ke gudang. Beberapa mahasiswi yang lewat tampak berinisiatif menyapanya dan Mahesa tampak membalas senyuman mereka. Seandainya mereka tahu apa yang Mahesa pikirkan saat ini saat tersenyum menatap mereka mereka pasti tidak akan mau mendekatinya. Apa yang ada di pikirannya saat melihat mereka? Bagi seseorang yang sudah kecanduan membunuh apa lagi yang dia pikirkan?

'Benar-benar manis, aku ingin tahu apa jerit kesakitan mereka juga terdengar manis.'

Ia mulai memikirkan seribu satu cara untuk menculik dan membunuh para gadis yang menyapanya tadi. Mulai dari mencekik sampai menyiksa mereka pelan-pelan berbagai macam hal mulai berputar di kepalanya. Dia punya seribu satu cara untuk membunuh tapi karena dia di bayar oleh Henry untuk membunuh Mikha belakangan dia malah jadi tidak sempat untuk melakukan hobinya itu. Mengingat perempuan berambut ungu dengan mata tajam itu ekspresi Mahesa berubah menjadi dingin.

Mikha adalah target yang sulit di bunuh, bukan hanya karena dia bisa bela diri tapi dia juga punya orang-orang yang sangat menjaganya. Daniel dan Aileen adalah salah satunya, mereka sepertinya sadar kalau dia mengincar Mikha tapi Reyna masih tidak mencurigai apapun. Karena Aileen sudah tidak ada hanya ada satu orang lagi yang menjadi masalah untuknya yaitu Daniel yang selalu berada di samping Mikha, orang itu selalu mengikuti Mikha kemana-mana bahkan dia menunggu Mikha di depan toilet dan Mikha terlihat tidak terganggu sama sekali.

Dia juga tidak tahu dimana tempat tinggal Mikha saat ini, tidak ada yang tahu tempat dimana dia tinggal sekarang termasuk Reyna yang paling dekat dengannya. Sampai sekarang tidak ada perkembangan sama sekali dengan rencana pembunuhannya kepada Mikha dan hal ini membuatnya semakin frustasi. Dia harus melampiaskan nafsu membunuhnya setelah ini. Siapapun boleh asalkan hasrat membunuhnya bisa tersalurkan itu tidak masalah. Ia sudah membunuh salah satu pembantunya kemarin dan menjual organ-organ tubuhnya kepada orang lain sementara tubuhnya ia potong kecil-kecil dan hanyutkan di kolam ikan alami di belakang rumahnya. Setidaknya lumayan untuk makanan ikannya.

Mahesa terus berjalan menuju ruangan tujuannya ketika tanpa sengaja ia melihat seorang perempuan berambut hitam panjang dengan kulit putih pucat yang ia kenali wajahnya muncul di hadapannya dan menatapnya dengan tatapan dingin. Tanpa sadar mahesa menjatuhkan kotak berisi alat bedah itu ke tanah membuat isinya berserakan di lantai. Petir menyambar-nyambar membuat suasana lorong yang tenang terlihat menakutkan. Sosok itu tiba-tiba menghilang begitu saja. Mahesa berlari ke arah di mana ia melihat perempuan itu namun perempuan itu tidak ada bahkan tidak ada tanda kalau perempuan itu berdiri di sana sebelumya, padahal ia sangat yakin perempuan itu berdiri di sebelah tiang dan di belakangnya adalah lapang terbuka. Jika dia berjalan lewat lapangan itu jejak sepatunya pasti akan terlihat di lantai karena air hujan yang membasahi lapangan tapi dia menghilang begitu saja seakan keberadaannya tidak pernah ada di tempat itu.

'Apa maksudnya ini?...'

Semenjak hari itu Mahesa mulai melihat perempuan itu di mana-mana dan hal itu membuatnya menjadi paranoid. Bukan cuma perempuan itu tapi dia mulai melihat wajah semua perempuan yang pernah dia bunuh di mana-mana seakan mereka semua ingin menuntut balas atas apa yang Mahesa lakukan kepada mereka dan membuat Mahesa hampir gila. Dia tidak tahan melihat para perempuan itu muncul kemanapun dia pergi. Ia tidak merasa bersalah sama sekali membunuh mereka sebagai hobi dan mendapatkan bayaran dari organ mereka yang ia jual pada dokter gila itu. Lalu kenapa dia terus menerus berhalusinasi? Tapi kalau itu bukan halusinasi lalu apa? Apa benar ia sedang di hantui?


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C69
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen