Nancy memandang Ali selama beberapa saat, sebelum akhirnya memasukkan pedang crossguard-nya ke dalam sarungnya secara perlahan.
"Aku hanya tidak suka caramu memperlakukan gadis itu. Urusan kita sudah selesai." Nancy terlihat tenang. Ia berjalan mendekati Angele yang berdiri kebingungan di antara kerumunan orang-orang.
"Kau," kata Nancy sambil menunjuk ke Angele.
"Bantu aku mengobati lukaku," lanjutnya dengan tenang, seakan sedang berbicara kepada seorang teman lama.
"Aku?" Angele menunjuk dirinya sendiri untuk memastikan jika Nancy memang berbicara dengannya. Tiba-tiba, dia melihat darah mengucur dari mulut Ali, menunjukkan bahwa organ dalam anak pangeran itu terluka. Ia sadar bahwa ternyata bukan Nancy saja yang terluka. Walaupun Angele tidak suka cara Nancy berbicara dengannya, dia tetap memutuskan untuk menolong gadis itu karena hubungannya dengan Master Adolf.
Tidak ada yang heran saat melihat pemandangan itu karena semua melihat mereka berdua berbincang-bincang pada hari pertama mereka bertemu. Nancy berjalan masuk ke dalam kabin dan perlahan-lahan menaiki tangga, diikuti oleh Angele. Nancy mempercayai Angele karena mereka memiliki hubungan dengan Master Adolf. Selain itu, ia tidak punya pilihan lain karena organisasi penyihir melarang para calon murid membawa pelayan. Saat mereka menuruni tangga yang gelap itu, Nancy nyaris tidak bisa berdiri, sehingga Angele menopang gadis itu di sisi bahu yang tidak terluka.
"Bantu aku masuk ke kamar. Pisaunya beracun." Wajah Nancy terlihat pucat, dan giginya bergemeletuk. Angele akhirnya menyadari bahwa gadis itu terluka parah dan memutuskan untuk menolongnya. Di depan Ali dan kerumunan murid lainnya, dia berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahannya, namun sekarang, gadis itu berkeringat dingin. Saat mereka menuruni tangga menuju lantai 1, badan Nancy basah kuyup karena keringat. Sesampainya di kamar Nancy, Angele perlahan membuka pintu dan membantu Nancy duduk di kursi.
"Sekarang kau boleh pergi," suara Nancy terdengar lirih. Tercium bau aneh dari bahu kiri Nancy, dan Angele pun mengernyitkan alisnya.
"Racun di pisau Ali diambil dari bunga Snake Root Flower. Jika salah penanganan, tanganmu akan lumpuh selama beberapa hari. Saat itu, Ali bisa berbuat apa saja padamu. " kata Angele. Ia memastikan sumber racun itu setelah mencium bau pedas di dekatnya. Ekspresi Nancy berubah kecut, lalu ia segera mengambil sebuah kantong berbahan kulit dari dalam laci mejanya. Kemudian, dengan hati-hati ia mengambil kantong kertas berisi bubuk berwarna kuning muda dari dalam kantong itu. Saat Angele melihat bubuk itu, tiba-tiba ia teringat akan data yang telah disimpan dalam chip-nya.
"Kau..." Angele cepat-cepat maju mendekati gadis itu, namun ia kehilangan kesadaran sebelum selesai berbicara.
Saat Angele sadar, pedang crossguard milik Nancy telah ada di dekat lehernya. Nancy menatapnya dingin. Luka di leher Angele itu perlahan mengucurkan darah. Rasa merinding dan sakit di lehernya bercampur menjadi satu. Angele sadar bahwa walaupun ia sudah mencapai level ksatria, ia tidak sempat melawan setelah melihat bubuk kuning muda itu. Kemungkinan besar, gadis itu memanfaatkan kekuatan sihir saat Angele lengah, sehingga Zero pun tidak bisa mengingatkannya tentang serangan ini.
"Tunggu. Pisau itu mengandung berbagai macam racun, dan salah satu yang bisa kudeteksi adalah racun Bolan Grass. Jika tidak ditangani dengan benar dalam waktu lima jam, kau akan kehilangan lengan kirimu. Jangan marah, aku hanya ingin membantumu." Angele mengangkat tangan sebagai tanda menyerah, dan perlahan mendorong pedang itu dari lehernya.
"Pria berjubah itu tidak akan membiarkan pembunuhan terjadi di kapal ini. Lagipula, kehilangan tangan kiri mungkin tidak ada apa-apanya bagi seorang penyihir." lanjutnya. Nancy membiarkan Angele mendorong pedang dari lehernya, dan langsung memasukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya. Nancy masih menatap Angele dingin, walau sebenarnya ia juga memikirkan peringatannya. Lalu, Nancy memasukkan semua bubuk dari kantong kertas itu ke dalam mulutnya.
"Penawar racun universal? Obat mahal itu mungkin memiliki kandungan akar Gerro sebagai penawar racun, namun obat itu hanya akan memperlambat peredaran racun campuran di tubuhmu." Angele tersenyum. "Kau tetap akan kehilangan tangan kirimu." Lagi-lagi, ekspresi Nancy berubah lagi. Ia terpaksa menelan semua bubuk obat itu dengan segelas air.
"Apa kau punya penawar racun ini? Jika iya, akan kumaafkan kelakuanmu yang tidak sopan tadi." kata Nancy dengan dingin.
"Jika aku punya, untuk apa aku memberikannya padamu?" jawab Angele dengan senyum kejam.
"Sekarang, ayahmu, Karl Rio, hidup di Pelabuhan Marua bersama bibimu, kan?" tanya Nancy.
"Kupikir kau tidak punya hak untuk menolakku." lanjut gadis itu.
"Kau mengancamku?" kata Angele sambil memicingkan matanya.
"Mungkin aku tidak akan menang melawanmu, namun sekarang aku bisa memilih untuk tidak menolongmu." lanjutnya.
"Tidak. Ada. Yang. Berhak. Mengancamku!" Mata Angele memicing dengan marahnya ke arah mata Nancy. Mereka saling memandang selama beberapa saat, dan akhirnya Angele memutuskan untuk pergi.
"Kau akan kehilangan tangan kirimu, dan lumpuh selama tiga hari. Kau mungkin juga akan mati karena kehilangan terlalu banyak darah." kata Angele sembari membuka pintu kamar.
"Tunggu! Apa yang kau inginkan? Katakan saja," Nancy menghentikan langkah Angele, yang kemudian berbalik menghadapnya.
"Bersujudlah dan mohon bantuanku." jawab Angele dengan raut wajah puas.
"Matilah kau!" bentak Nancy. Lalu, ia mengambil kembali pedangnya. Angele tahu betapa seriusnya Nancy, jadi ia memutuskan untuk berhenti memprovokasi gadis itu.
"Aku hanya bercanda. Tetapi, aku tidak suka caramu memperlakukanku. Aku bukan pelayanmu." Angele berhenti tersenyum, dan Nancy perlahan menurunkan pedangnya.
"Baiklah, aku minta maaf atas kelakuanku tadi. Sekarang katakan, apa yang kau mau?" Kantong kertas berisi penawar racun yang sedari tadi dibawa gadis itu telah menjadi kusut dan sobek karena genggamannya.
"Jangan mengatakan hal-hal yang tidak mungkin terjadi, atau aku akan melaporkanmu kepada pria berjubah hitam itu." lanjutnya.
"Dia tidak akan melakukan apa-apa. Beberapa hari yang lalu, dua calon penyihir bertarung di atas dek kapal, sampai tangan dan kaki mereka patah. Mereka berdua memohon kepada pria berjubah itu untuk menyembuhkan mereka, namun dia tidak melakukan apapun. Kau pikir kau adalah perkecualian?" jawab Angele.
"Kesabaranku sudah mau habis." jawab Nancy dengan lirih.
"Berikan aku benda sihir." jawab Angele.
"Tidak!" jawab gadis itu spontan. Ia bahkan tak memikirkan tawaran itu.
"Baiklah, kau akan kehilangan lengan kirimu." Angele berbalik dan berjalan mendekati pintu.
"Kubunuh kau!" bentak Nancy. Untuk kedua kalinya, Angele merasakan sakit di lehernya.
"Berikan aku penawar racun ini, dan kau akan mendapatkan imbalan. Jika tidak, kau akan kubunuh sebelum aku kehilangan lenganku." jawab Nancy dengan sorot mata dingin sambil perlahan menarik pedangnya.
"Kau memiliki dua benda sihir, aku hanya ingin salah satu." jawab Angele tanpa tersenyum. Ia tahu bahwa Nancy bersungguh-sungguh. Gadis yang sedang mengancam dirinya itu melihat darah tanpa rasa takut ataupun jijik, bukti bahwa ia sudah pernah membunuh seseorang. Angele hanya ingin mendapatkan benda sihir darinya, namun dia juga ingin tahu seberapa penting kedua benda sihir tersebut bagi gadis itu.
"Untuk kedua kalinya, tidak!" jawab Nancy dengan serius.
"Banyak anggota keluargaku mengorbankan darah dan nyawa untuk kedua benda ini, jadi aku tidak bisa memberikan salah satu kepadamu. Lagipula, tingkat kekuatanmu masih rendah dan kau tidak akan bisa menggunakan benda ini. Justru kau akan menjadi sasaran orang tidak bertanggung jawab yang juga menginginkannya." lanjut gadis itu. Sekarang, Angele tidak bisa melakukan apapun selain mendengarkan tawaran gadis itu, dan mengancamnya mungkin akan membuat dirinya sendiri terbunuh.
"Yah, kalau begitu kau punya apa untukku?" tanya Angele.
"Sepuluh Glass Gem, harganya 10 ribu koin emas." Nancy langsung menjawab.
"Baiklah. Selain itu, bolehkah aku melihat benda sihirmu? Aku tidak akan keluar dari kamar ini, jadi aku tidak akan mencurinya darimu." kata Angele.
"Baiklah." Nancy mengangguk setelah berpikir sejenak.
"Setuju." Angele menepuk tangannya dan tersenyum.
"Akan kuberikan penawar racunnya sebelum terlambat, namun berikan tawaranmu duluan." kata Angele. Nancy mengangguk, dan mengambil 10 kristal kecil berwarna ungu dari kantong kulit yang dibawanya, kemudian ia mengambil kalung perak dari kantongnya. Sepertinya, cincin di jarinya hanya sebagai hiasan. Nancy meletakkan semuanya di telapak tangannya dan memberikan semuanya kepada Angele.
"Ah, kau juga harus bersumpah tidak akan menyakitiku setelah aku memberikan penawar racunnya." tambah Angele.
"Boleh saja, tetapi kau juga harus bersumpah bahwa penawar racun pemberianmu akan membuatku sembuh total." jawab Nancy.
"Baiklah." Angele mengangguk, lalu mereka bersumpah atas nama para dewa. Menurut aturan para penyihir, sumpah dengan nama lengkap mereka di atas nama para dewa tidak boleh dilanggar. Hal terburuk yang dapat dilakukan oleh seorang penyihir ataupun seorang bangsawan adalah melanggar sumpah mereka. Walaupun Angele sendiri tidak percaya hal seperti itu, dia yakin jika Nancy adalah orang yang menepati janjinya. Gadis itu mau melawan anak seorang pangeran demi orang asing. Angele hanya ingin melihat benda sihir, dan ia tak bermaksud mencuri barang berharga Nancy. Walaupun 10 ribu koin emas cukup banyak bagi Angele, namun itu bukanlah jumlah uang yang banyak bagi seorang duke, jadi kemungkinan besar dia tidak peduli jika harus membayar sebanyak itu.
Sementara itu, Angele adalah anak seorang baron yang teritori-nya hanya memiliki beberapa ribu penduduk. Sementara itu, Aliansi Andes jauh lebih besar dari Kerajaan Rudin, sehingga teritori seorang duke mungkin sebesar separuh seluruh daerah kekuasaan Kerajaan Rudin. Sepuluh ribu koin emas mungkin adalah uang jajan Nancy, jadi ia tidak terlalu peduli harus membayarkan semua uang itu.
Setelah melihat kalung tersebut, Angele memutuskan untuk segera merawat gadis itu. Angele sangat yakin jika metode penawar racun yang ia miliki cukup manjur, karena saat perjalanan ke Marua, ia telah mengumpulkan data tentang berbagai jenis tumbuhan dan serangga, sehingga ribuan data telah tersimpan di memori Zero. Dengan menganalisa semua tumbuhan dan serangga itu, ia mampu menemukan beberapa metode penyembuhan racun. Ia akan mempraktekkan salah satunya pada Nancy.
Namun, Angele memutuskan untuk menggunakan metode yang paling sakit, karena Nancy sangat kasar padanya.
"Berbaringlah di kasur, dengan posisi telungkup, agar aku bisa melihat lukamu." Angele berkata dengan santai. Luka yang ditimbulkan oleh benda sihir Ali berada di balik bahu gadis itu. Dia menatap Angele beberapa saat, sebelum menuruti permintaan tersebut. Nancy tetap menggenggam pedangnya erat-erat sebagai simbol bahwa ia tidak terlalu percaya pada Angele.
Angele melihatnya berbaring, dan tanpa sadar, penglihatannya fokus ke bokong dan kaki Nancy yang ramping yang tertutup oleh celana putih yang ketat selama beberapa saat. Sebenarnya, Angele sangat ingin menyentuh kedua kaki yang menawan itu, namun memutuskan untuk tidak melakukannya setelah melihat pedang yang masih ada di tangan kanan Nancy.
"Cepatlah!" teriak Nancy dengan gugup.
Angele segera berhenti memandang tubuh gadis itu dan mulai merawat lukanya. Pertama, Angele mengoleskan ludahnya, kemudian membubuhkan sedikit serbuk gergaji. Proses itu mudah dan cepat, namun sangat menyakitkan bagi pasien.
"Jika ini tidak mempan, akan kubunuh kau." kata Nancy sembari menahan sakit saat ia berdiri. Wajahnya masih tanpa ekspresi, namun Angele sadar jika gadis itu sangat geram padanya.
"Kita lihat saja." Angele tersenyum dan melemparkan kalung perak itu kembali padanya.
"Istirahatlah dan perban lukamu." kata Angele sambil membuka pintu.