Sambil menggertakkan giginya, Tuan Peramal-Dewa meninggalkan gua abadinya dan berdagang dengan beberapa anggota sekte untuk mendapatkan pil obat untuk membantu kesembuhannya. Setelah mendengar gerutuan tentang kejadian baru-baru ini, ia menyadari bahwa tidak ada yang merencanakan melawannya secara khusus. Namun, kebenciannya masih membara. Dia mengatakan kepada para kultivator lain bahwa dia telah meramalkan bahwa ini bukan bencana alam, melainkan sedang dilakukan oleh seseorang, yang menggunakan beberapa metode yang tidak diketahui untuk menyerap qi darah setempat.
Tuan Peramal-Dewa relatif terkenal di Puncak Tengah, jadi orang-orang memercayai penjelasannya. Oleh karena itu, para kultivator yang paling terdampak selama kejadian dua malam itu pergi mencari pelakunya.
Dua malam lagi berlalu, tetapi tak seorang pun mendapatkan petunjuk. Namun, qi darah itu tampak terus terkuras. Niat membunuh meningkat, dan segera kabar tersebar.