***
Devan berjalan beriringan dengan berbagai kendaraan dan bangunan aneh menjulang tinggi. berbagai pakaian aneh dan dirasa kurang pantas. Devan merasa risih dan merasa tidak nyaman harus berada di pusat semua ini. dilihatnya pakaiannya yang terlihat Kumal dan ia hanya mengenakan sandal jepit kulit dan tas kulit.
"hah..apa dia bisa ya?" Devan merasa takut saat hendak melangkah dimana orang orang bermain dengan sebuah benda bercahaya kecil. di desanya benda aneh itu tidak ada. orang orang desa bermain dengan alam. kehidupan disini benar benar modern. Devan merasa tidak pantas harus berada dan berbaur ditempat besar ini.
Devan mengangkat tas yang dirasa semakin berat. ia harus mencari lokasi tempat ini dan bermalam di dekatnya. Devan tidak yakin uangnya akan cukup untuk membeli penginapan. paling ia harus bermalam dan bertahan di pinggiran pertokoan saja. Devan berjalan lagi ke arah jalanan yang ramai penuh dengan pejalan kaki. semuanya melihat Devan yang berbeda.
"ugh" Devan tidak suka saat ia dilihat seperti pusat perhatian. semua ini mengingatkan nya dengan orang orang desa yang memandangnya rendah. tatapan mereka seolah mengintimidasi Devan yang hanya sendirian. Devan merasa lemah. ia harus tahan. obat yang ia bawa hanya sebotol. ia tidak boleh boros. Devan mengatur nafas, mencoba mengatur ketakutannya.
"ia harus bisa demi ibu" lirih Devan. ia mengatur rambutnya yang sedikit panjang dan bergegas pergi lagi ke arah tempat tujuan dengan sedikit menunduk untuk mengindari tatapan mereka.
***
"anu..dimana tempat sekolah uh.., sekolah mawar?" tanya Devan pelan kepada orang yang tengah duduk di salah satu pinggiran. ia mengenakkan baju yang sangat aneh. Devan sedikit menunduk. ia tersesat. mau tidak mau ia harus berinteraksi dengan orang kota untuk sampai ke tempat tujuan.
orang itu menyadari keberadaan Devan dan kini ia menengadah tampak sebuah lukisan aneh di tangan kekarnya membuat Devan menelan ludah. orang itu memandangi Devan dari atas ke bawah. dan tidak lama ada orang orang lain yang datang. Devan merasa takut saat ia dikelilingi oleh orang besar itu. Devan gemetaran dan merinding.
"he..anak yang tampan ya?. kelihatannya kau membawa banyak barang. mau bagi bagi?" goda salah satu orang besar itu. Devan gemetar. dia mulai menyentuh tas miliknya.
"ngh..maaf..barang ku cuman sedikit. aku tidak bisa berbagi denganmu" seru Devan mencoba tersenyum ramah meksipun ia sangat takut saat ini. bagaimanapun ia harus ramah pada semua orang. tapi orang itu malah menatapnya dengan datar. dan sekian detik kemudian tanpa bersuara. Devan sudah dipukulnya tepat di wajahnya.
***
BUK
***
Devan terjatuh saat merasakan pipinya di pukuli oleh tangan dan kekuatan yang sangat besar. Devan terjatuh. dan tangannya masih memegang erat tas yang berisi berbagai peralatan yang ia butuhkan. hanya tas ini saja. ia tidak boleh sampai kehilangan-nya. orang itu tampak tidak senang saat Devan sama sekali tidak melepaskannya.
salah satu bawahannya juga ikut berdiri di depan Devan yang terjatuh di atas lantai. dia sangat besar. Devan menelan ludah paksa. kedua tangannya berupaya memeluk tas besar kumal itu.
"lepaskan sialan!. kau harus bagi barang mu dengan kami!" serunya keras. ia mengharapkan kalau Devan bakal takut dan menyerahkan begitu saja. tapi tidak, Devan tidak seperti itu. ia memang lemah tapi Devan tidak mau menyerah. ia harus melindungi nya. Devan tidak lah sampai tidak se-jantan itu.
"..n..nggak boleh...ini.. ini milikku" seru Devan mengelak. ia memeluk kuat kuat benda itu. memandang ganas ke arah orang yang jauh lebih besar darinya itu. ia sangat takut. tapi..ini adalah miliknya. siapapun gak boleh merebutnya.
"ck!-" tampak perempatan di dahi pria itu menambah keseraman di wajahnya yang sudah tampak garang itu. "-kau tidak tau siapa kami hah?!" tanyanya. kali ini ia menunduk dan memegang dagu Devan mengangkatnya ke atas. mereka saling berhadapan.
Devan mengeleng tidak mengerti. dan Devan bisa merasakan akibat dari perbuatannya. orang itu memukul lagi lagi wajah Devan keras tanpa belas kasihan. Devan terpental jauh ke dinding pertokoan. tapi ia masih memeluk tas yang ada di kedua lengannya itu. kedua matanya sayup sayup. ia bisa melihat orang orang sekitar yang malah tidak peduli. mereka takut takut. dan ada lagi beberapa yang hanya berdiri dan memegang benda ber-kotak itu.
"kami ini preman tau!. apa kata bos harus dituruti!. kau mau di pukul sampai mati hah?!" tanya salah satu bawahan lain yang tidak kalah besar. Devan merasa inilah akhir dari hidupnya. Devan menutup kedua matanya rapat rapat saat ia mendekati tubuh kecil Devan yang sudah gemetaran. pikirannya yang mulai buyar, berkunang-kunang.
"maaf..ibu"
***
Cekrek
***
bunyi apa itu?. Devan melihat lagi ke arah sumber suara itu. dan ia bisa melihat ada seorang anak laki laki yang seumuran dengannya. ia kini sedang melakukan sesuatu dengan benda aneh itu. saat ia melihatnya ia tersenyum dan Devan hanya bisa melihatnya dari belakang. tidak tau apa apa. ia bergaya sedikit aneh dan nyentrik.
"wah..preman mengamuk?. ini akan jadi viral nih hahaha!" serunya. orang orang besar itu tampak mendecih dan pergi setelah mendapati perintah dari si bos. mereka meninggalkan Devan begitu saja bersama anak aneh itu. Devan hanya diam. lalu anak itu tampak melihat dengan wajah ceria dan puas ke arah benda ber-kotak itu.
"te..terima kasih" bisik Devan pelan. anak itu seperti baru menyadari keberadaan Devan dan menatap dengan wajah risih dan cuek. "ah ya" katanya singkat memandang Devan sejenak. dan ia lebih memilih melihat hasil dari aksinya itu sembari pergi begitu saja meninggalkan Devan sendirian disana. sekali kali ia tersenyum saat mengeser Vidio yang tadi sempat ia ambil untuk kebutuhan sosmed nya belaka.
"huh!. aku akan jadi terkenal nih!" ucapnya gak peduli dengan keadaan Devan. toh lagipula ia melakukan ini bukanlah atas dasar peduli. entah dia bakal mati ataupun tidak. yang penting ia bisa menjadi viral!. hanya demi ketenaran belaka. itulah orang orang yang mengenal kata 'internet'. dan dia adalah salah satunya. dengan begini ia akan di kenal sebagai orang baik. yey, asyik!. bisa di perhatikan nih!.
***
"fyuh... untunglah masih ada orang baik disini" seru Devan bersyukur. ia masih bisa hidup dan di bebaskan dari orang orang besar dan seram tadi.
Devan bersusah-payah berdiri dan perlahan memandangi dari jauh saat punggungnya menghilang. dan ia sekali lagi menunduk tanda berterima kasih. Devan merasa kalau tidak ada yang menolongnya mungkin saja ia akan mati sebelum sehari menginjakkan kaki ke kota yang tampak besar ini. kota ini tampak begitu berbahaya. Devan harus berhati hati. ia memeluk tasnya itu.
***