***
Devan membuka matanya menunjukkan remang remang kamar yang ia kenal. Devan mengangkat badannya yang terasa lemas. melihat dengan kantung mata tebal ke arah kalender disana. sudah sekitar seminggu sejak kejadian itu dan sejak itu pula ia berhenti. ia berhenti untuk belajar dan keluar dari kamar asrama ini. saat ia mengingat tentang kejadian itu. dadanya akan terasa begitu sesak dan itu bukanlah asma. melainkan sesak nafas yang di sebabkan oleh kegelisahan.
***
Deg
***
Devan melihat ke arah buku buku pelajaran yang berantakan disana. dan lagi lagi ingatannya berputar ke arah sana. tepat saat buku itu dihancurkan tepat di depan matanya. Devan bisa merasakan nafasnya perlahan menjadi sesak. Devan meremas sisi jantung yang terletak di sebelah kiri dadanya. manik mata Devan menyipit saat merasakannya semakin sakit. dan Devan semakin menekannya kalau bisa sampai hancur saja.
"....." bahkan suara Devan sampai tidak terdengar karena saking sakitnya. Devan melihat ke arah sekitar. segera tangannya meracau mencari benda yang kini sangat dibutuhkannya. Devan membiarkan benda di sekelilingnya berantakan. ia tidak peduli. dadanya semakin sakit saat mengingat kalau ia tidak bisa lagi mengingat bagaimana wajah ibunya. hanya suara dan coretan wajah yang membuatnya terhalang.
"Devan.." .DEG!. Devan terjatuh seketika dari posisi duduknya. kedua matanya menatap ke arah depan dengan sayu. dan tangan kirinya masih berusaha bergerak mencari benda itu dimana saja. tangan kanannya meremas sisi kiri jantungnya dan meremasnya kuat kuat. hingga Devan bisa merasakan darah mulai keluar dari bekas cengkraman kuat itu. tapi rasa sakit itu tidak kunjung berhenti dan membuat Devan tersiksa di dalamnya seperti orang sekarat.
***
Deg
***
"Hei... namamu Devan ya?" gadis itu dengan coretan wajah yang sama seketika melintas di pikirannya. dan langsung saja gadis itu berubah menjadi sosok yang menyedihkan lalu ia mulai menunjuk Devan dengan air mata di kedua sisi pipinya. Devan tau itu hanyalah halusinasi. tapi semua itu terasa begitu nyata dan membuat pikiran Devan menjadi kacau.
"mana mana obat itu?!" obat itu tidak kunjung bertemu. padahal ia sudah meletakkannya di tempat yang mudah di jangkau. disaat seperti ini. seluruh dunianya terasa berputar begitu cepat. Devan menghancurkan semua barang barang. melemparkannya ke arah lantai dan kamar Devan menjadi lebih berantakan. Devan melihat ke arah sekitar dengan kedua mata yang penuh dengan ngantuk dan marah.
"hh..obat..obat" Devan mulai meraba raba meja yang tampak semakin suram. dan Devan tidak kuat menahan berat tubuhnya dan menjatuhkannya meja beserta dirinya ke lantai. Devan merasa kalau ini adalah akhir dari hidupnya. Devan melihat dengan kedua manik mata yang mulai sayup. melihat ke arah jendela yang menampilkan dunia penuh warna disana yang didalam mata Devan semuanya hanyalah hitam putih.
***
Tuk.
***
Devan menyentuh sebuah benda. Devan meraihnya dan seketika membukanya dengan tergesa gesa. langsung saja Devan langsung memasukkan banyak pil sekaligus ke dalam mulutnya dan ia langsung menelannya. Devan bisa merasakan nafasnya tersengal-sengal. Devan bersandar di tempat tidurnya. melihat samar samar penglihatannya yang mulai membaik. Devan melihat ke arah obat yang ia minum itu.
obat penenang. sejak ia mulai merasa aneh. ia mulai membeli obat itu. dan itu berhasil. obat itu kini dibutuhkan Devan untuk menenangkan dirinya disaat trauma aneh ini melanda. Devan mulai merasa nafasnya tidak stabil dan halusinasi mulai menghantui dirinya. tapi ini bukanlah penyakit. Devan merasa dirinya semakin menyedihkan. harus ketergantungan terhadap obat lainnya dalam dosis tinggi.
ia memegang kedua kepalanya yang dirasakan sangat pening. selalu seperti ini. dirinya seperti orang sakit. Devan memegang kedua sisi kepalanya yang terasa mulai berputar ngantuk. ini terus yang terjadi pada Devan. bangun, dan ia mengamuk setelah itu ia akan kembali pusing usai meminum obat dan tidur lagi. hanya siklus itu. Devan merasakan kedua tangannya gemetar dan mulai memucat disana karena pengaruh obat yang selalu ia minum melebihi dosis yang seharusnya. Devan merasa kalau ia tidak meminum dalam jumlah yang banyak penyakit itu akan terus dan terus memangsanya hingga habis.
"ibu...hiks..ibu" Devan merasa dirinya sungguh menyedihkan. berakhir seperti ini. bahkan ia tidak bisa lagi mengambar karena hal itu. dia tidak bisa memegang pensil yang biasanya ia gunakan. dan ia tidak bisa lagi melakukan apapun. hanya duduk di kamar asramanya ini dan sendirian. semuanya menjadi serba hitam putih dan Devan tidak bisa lagi mengingat perasaan atau apapun. ia melihat ke arah dirinya dan mulai memeluk dirinya sendiri. merasakan kalau setiap bagian tubuhnya merintih ingin dibebaskan dari semua ini. tapi dirinya sendiri tidak bisa bebas.
"hiks.."
***
Sementara itu anak anak lain sedang belajar seperti biasa di kelas. tidak ada satupun dari mereka yang merasa bertanggungjawab dengan apa yang terjadi pada Devan. bahkan mereka cenderung bersikap tidak peduli dan menganggap kalau Devan tidak ada sejak awal. mereka belajar seperti biasa dan bermain seperti biasa. seolah Devan sejak awal tidak pernah ada. kejadian Devan dianggap sebagai angin lalu dan Devan di lupakan.
"hei...aku penasaran Devan itu memang beneran pakai obat ya?" celetuk Axel. ia menyantap makanan siangnya.
"hm memang kenapa?"
"tidak, ada hal yang mau kucoba" seru Axel dengan diiringi senyum licik.
***
Devan membuka pintu kamarnya saat ia sudah selesai mandi setelah sekian lama. ia melihat keseluruhan kamar yang sangat berantakan tidak lain adalah karena ulah dirinya. Devan memakai pakaiannya. dan ia melihat ke arah surat yang ada di atas kasurnya. awalnya Devan biasa saja. tapi Devan langsung berubah saat ia membaca kalimat dari surat itu. Devan langsung membuka laci obatnya.
"t.. tidak ada" seru Devan tidak percaya kalau mereka. teman teman sekelasnya juga mempermainkan obat obatnya. jika tidak ada obat itu. dia bisa. ugh, Devan bisa merasakan dirinya mulai resah. Devan segera menggelengkan sontak kepalanya. ia melihat ke arah surat yang di tujukan padanya itu. ia harus mendapatkannya lagi. Devan hanya mempunyai obat itu. Devan menatap tidak percaya saat ia melihat ke arah surat itu. mereka benar benar hendak mempermainkan dirinya.
Sampai kapan?. tidakkah mereka merasa kasihan dengan kondisi Devan saat ini?. tidak puas kah?. Devan adalah orang yang sangat baik. bahkan sampai saat ini. ia tidak membenci satupun dari mereka. dia hanya merasa kalau mereka begitu saja membencinya. ia tidak melakukan apapun yang salah. ia juga tidak ingin membalas satupun dari mereka. selain karena kondisinya yang memang lemah. Devan tidak suka dengan balas dendam. ia hanya berpikir kenapa orang orang seperti itu padanya, kenapa?. dan sampai kapan mereka akan terus seperti ini pada Devan dan Devan hanya berharap kalau mereka akan berhenti menyakitinya.
'sampai dia tidak bernafas lagi kah?'.
***
Devan membuka pintu. memperlihatkan kondisinya yang memakai pakaian kaos sederhana itu. Devan memegang kertas yang tertera disana. Taman. Devan meremas kertas itu dan bergegas pergi ke sana. karena sebenci apapun Devan terhadap obat. ia masih sangatlah membutuhkannya. itu adalah nasib bagi seseorang yang mempunyai penyakit sepertinya. bergulat dalam pengobatan untuk seumur hidupnya.
"Axel!" teriaknya di ujung taman. ia melihat ke arah anak anak sekelas yang sekarang ada disana. Devan tampak terengah-engah melihat ke arah mereka dengan nafas memburu. mereka langsung berbalik saat mendengar suara Devan yang lantang. disana sedang sepi karena sore hari. baru saja mereka pulang sekolah.
"wah kau datang ya dasar lemah!" seru Axel disana. ia melemparkan obat obatan milik Devan dengan satu tangan nya seperti bola seraya tersenyum.
"berikan itu" seru Devan. Axel menangkap lagi obat obatan itu dan kini gantian ia menatap Devan dengan kedua mata melotot garang.
"tidak dong!. heh guys. mau viral?" seru Axel. menjentikkan jarinya. langsung saja ada asap entah darimana keluar. Devan bisa merasakan nafasnya mulai sesak saat asap itu terhirup. Devan berusaha menutupi mulutnya dengan bajunya. Devan melihat dengan kedua mata yang berair. ia berusaha berjalan ke arah sana dengan perlahan.
***
Bruk
***
Baru saja beberapa langkah ia sudah terjatuh begitu saja. dan Devan langsung mendapati kalau di bawahnya sudah disiapkan tali tali. Devan melihat ke arah depan. asapnya semakin tebal dan membuatnya tidak terlihat. Devan harus bisa. dengan susah payah Devan mengatur nafas dan berdiri lagi. berkali kali Devan terjatuh. dan bajunya mulai basah terkena genangan air. tapi ia hanya fokus menutupi mulutnya.
"hei Devan sepertinya bajumu bagus nih. gak sesuai dengan dirimu yang kotor dasar anak desa Kumal!" seru salah satu anak entah darimana sudah ada di sebelahnya. dengan cepat ia menarik baju Devan hingga sobek. Devan berusaha melawan tapi ia dengan mudahnya menghindari dan kini ia tertawa masuk ke dalam asap yang kini sudah menutupi penglihatan Devan. semuanya terasa gelap. dan kedua manik mata Devan sudah mulai berair tidak tahan dengan asapnya.
***
Deg
***
"uhuk uhuk" Devan mulai merasakan reaksi dari hal itu. ia tidak dapat lagi menutupi mulutnya dan asap mulai terhirup masuk ke dalam oksigen. Devan dengan susah payah meraba raba jalanan seperti orang buta. nafasnya mulai terasa sesak dan tawa mereka mulai semakin terdengar. tertawa atas penderitaan Devan yang bisa ia dengar di segala arah.
***
Bresss
***
entah ini keberuntungan atau tidak. Devan tidak tau itu. hujan lebat mulai turun dari mendung di langit. perlahan asap itu mulai hilang. dan kini terganti dengan rasa dingin menusuk yang membuat Devan merasakan efek samping anemianya. Devan sudah terkena asap tadi dan ia juga mulai merasa sesak nafas yang menusuk. Devan melangkah dengan ragu. ia kini bisa melihat Axel ada di atas jembatan. Axel tersenyum melihatnya saat Devan perlahan berjalan dengan susah payah ke arah dirinya seperti orang buta.
Sedikit lagi..
***