Download App
2.95% The Eyes are Opened / Chapter 6: Kematian

Chapter 6: Kematian

Pernah nggak sih kalian merasakan atau mengetahui tanda-tanda kemayian dari seseorang? Baik itu orang yang dikenal maupun orang yang tak dikenal?

Mungkin terdengar aneh bagi orang awam yang tidak pernah mendengarkan atau mengalaminya sendiri, tapi bagiku yang baru memiliki kemampuan special ini adalah pengalaman hal baru yang awalnya aku tak menyadarinya. Iya, aku awalnya tak menyadari hal ini hingga orang-orang di sekitarku yang mengingatkanku. Semua berawal ketika aku beberapa kali menggunakan pakaian serba hitam atau putih. Entah kenapa saat itu aku ingin menggunakannya dan perasaanku sangat sedih. Ketika hal ini aku alami, aku belum menyadarinya. Hingga ketika mama yang mengingatkanku.

" Dekk.. kamu kenapa belakangan ini kok pakai baju hitam terus? Seperti orang berkabung aja".

" Hah? Masa iya ma?".

" Iya. Mama perhatiin kamu dari kemaren sore pakai atasan hitam. Paginya kamu pakai atasan hitam celana hitam. Sekarang malah pakai atasan putih celana hitam. Kamu baik-baik aja kan?".

" Iya ma, aku baik-baik aja kok". Tanpa memberikan penjelasan apapun pada mama aku langsung ke kamarku dan merenungkan apa yang barusan mama bilang padaku.

Di kamar aku melihat langit yang tadinya cerah berwarna biru tiba-tiba mulai mendung. Hingga saat itu aku masih belum menyadari apa yang akan terjadi. Aku terus-terusan merasa sedih yang mendalam dan tiba-tiba aku menangis tanpa alasan di temani hujan yang akhirnya turun membasahi tanah yang kering. Perasaan sedih yang meluap ini membuatku bingung dan seketika aku merasa ada warga di sekitar kompleks perumahanku yang meninggal. Aku mendapat penglihatan banyak orang yang berkumpul di salah satu rumah seorang warga menggunakan pakaian serba hitam dan beberapa orang menggunakan pakaian serba putih. Terlihat dari raut wajah orang-orang yang berkumpul mereka tampak sedih yang amat dalam, sepeti kehilangan seseorang yang dikagumi dan orang yang sangat disayangi. Tak lama setelah aku melihat itu semua, mama mendapat telepon dari tetangga sebelah dan memberitahukan bahwa Eyang Dhono meninggal dunia tadi pagi pukul 04.30 di rumahnya. Beliau meninggal karena terkena serangan jantung yang dideritanya selama 5 tahun belakangan ini. Sontak saja mama sangat terkejut mendengar berita duka itu, dan tak percaya bahwa Eyang Dhono meninggal dunia. Eyang meninggal dunia di usianya yang telah menginjak umur 78 tahun. Eyang termasuk orang tua yang masih sehat dan segar bugar di usia lanjutnya. Beliau masih suka jalan pagi keliling kompleks ditemani anjing goldennya bruno. Terkadang Beliau bersepeda keliling kota di pagi hari. Jadi mama ketika mendengar kabar duka tersebut sangat kaget dan merasa kehilangan karena Eyang Dhono merupakan orang yang sangat baik dan ramah terhadap tetangganya. Ketika ada acara kompleks Eyang Dhono tak pernah ketinggalan untuk ikut berpartisipasi baik dari menyewakan halaman rumahnya yang luas untuk tempat pertemuan hingga memberi sumbangan jika dana RT kurang mencukupi. Oleh karena itu, ketika aku mengetahui bahwa Eyang Dhono yang meninggal dunia aku baru menyadari perkataan mama tadi dan tangisanku. Sejak saat itu ketika aku berperilaku aneh, seperti sedih yang berlebihan tanpa alasan dan menggunakan pakaian serba hitam atau putih serta aku didekati dengan kucing berwarna hitam, aku mulai menyadari bahwa ada orang yang akan meninggal tak lama lagi.

" Ndraaaa... Dyandraaa..". Mama memanggilku setelah mendapat kabar duka Eyang Dhono.

" Iya ma..".

" Ayo cepat kamu ganti bajumu dan jangan lupa bawa kerudung hitam ya.."

" Iya Andra akan siap-siap".

Tak lama setelah itu aku dan mama pergi menuju kediaman Eyang Dhono untuk berbelasungkawa, dengan membawa sebaskom beras dan bunga untuk jenazah. Karena rumah Eyang Dhono tak jauh dari rumahku, maka kami hanya berjalan kaki bersamaan dengan tetangga yang lain. Sesampainya di rumah kediaman Eyang Dhono, persis seperti yang aku lihat tadi banyak orang yang menangis kehilangan Eyang. Sanak saudara Eyang pun tampak shock melihat tubuh Eyang Dhono terbujur kaku di atas dipan yang terletak di ruang keluarga. Kami memasuki rumah Eyang Dhono dan memberikan beras yang kami bawa tadi kepada Mas Dito, anak pertama Eyang. Istri Eyang Dhono, Uti Lasmi telah meninggal terlebih dahulu 10 tahun yang lalu di usia 65 tahun. Kini Mas Dito beserta kedua adiknya Mas Rendy dan Mbak Ratih sudah tak memiliki orang tua lagi. Yaahhh.. untungnya mereka bertiga sudah berkeluarga semua. Setelah aku memberikan beras kepada keluarga dan mengucapkan duka cita, aku bersama mama duduk di ruang tamu yang telah ditata kursi-kursi untuk tamu yang datang. Ketika aku duduk, wangi bunga jenazah tercium sangat harum olehku namun aku tak menyadari apapun saat itu karena aku mengira wangi bunga berasal dari bunga jenazah yang di taburkan di bawah dipan jenazah. Tetapi tak lama kemudian aku mulai menyadari bahwa wangi bunga tadi bukan sekedar wangi bunga, tetapi arwah Eyang yang sedang berjalan-jalan mengelilingi kediamannya. Aku yang melihatnya sempat kaget tetapi aku menahan rasa kagetku agar tak terlihat aneh dimata tetangga dan orang-orang yang melayat. Aku hanya berdiam diri dan melihat-lihat sekitar. Yaahhhh.. sebenarnya sih aku melihat kemana perginya arwah Eyang Dhono. Eyang terlihat menghibur beberapa orang yang datang dan memeluk setiap anak-anaknya yang tak henti-hentinya menangis dan meratapi kepergiannya. Beliau terlihat tenang dan bahagia dengan kematiannya namun juga sedih karena harus berpisah dengan anak-anaknya. Ketika Eyang mendekati mbak Ratih, Eyang membisikkan beberapa kata ditelinga anak perempuannya itu.

" Nak.. Bapak pamit yoo.. Kamu jaga diri baik-baik.. dan jaga anak-anakmu. Ojok lali ambek mas-masmu. Seng rukun, seng guyub ambek dulur. Bapak arep nyusul ibukmu nggeh.. Bapak pamit dhisik yo nduk"**. Ucap Eyang Dhono pada mbak Ratih. Sesudah itu Eyang Dhono berjalan ke arah ruang tamu, Beliau menyadari jika aku dapat melihat dan mendengarnya. Eyang menghampiriku dengan senyumannya yang hangat dan berkata kepadaku.

" Nak Andra.. saya tahu kamu bisa melihat dan mendengar saya. Tak usah menjawab ucapan saya, saya tak mau kamu terlihat aneh buat orang lain. Saya juga tahu nak Andra tadi mendengar ucapan saya kepada Ratih, tolong sampaikan apa yang saya katakan kepada Ratih nanti jika pengunjungnya sudah pulang ya nak.. saya mau menyusul istri saya yang sudah menunggu di depan. Terimakasih ya nak Andra.. saya pamit dulu..". Pesan terakhir Eyang padaku sebelum Beliau pergi menyusul istrinya. Sontak langsung saja aku berlari keluar untuk melihat Uti Lasmi apa benar di depan rumah.

" Dek mau kemana?". Tanya mama

" Andra kedepan bentar ma".

Dan benar saja, di tengah hujan yang semakin deras aku melihat Uti berdiri di bawah pohon mangga rumah Eyang menggunakan kebaya putih dengan rambut yang disanggul tertata rapi. Sementara itu, saat aku menoleh ke belakang aku melihat Eyang Dhono telah berganti pakaian menggunakan baju kebaya pria lengkap dengan blangkon. Eyang dan Uti saling balas senyuman mereka dan terlihat bahagia di raut wajah mereka. Setelah Eyang Dhono menghampiri Uti, mereka melambaikan tangannya padaku dan berjalan pergi meninggalkan rumah serta anak-anaknya. Rasa haru dan bahagia tak tahan aku menahannya, seketika aku menangis sesenggukan melihat Eyang Dhono telah menghilang bersama Uti Lasmi. Aku di jemput mama kedepan dan mama menemukanku sedang menangis saat itu. Langsung saja mama memelukku dengan erat dan menenangkanku. Tak berani aku bercerita apa yang aku lihat barusan di kediaman Eyang Dhono, aku hanya meminta ijin pada mbak Ratih untuk berbicara empat mata sebelum aku pulang ke rumah.

" Iya dek Andra, apa yang ingin dibicarakan?" Nada sopan dan halus mbak Ratih memulai pembicaraan lebih dulu.

" Ehmmm.. gini mbak.. sebelumnya saya kurang yakin apa mbak dapat menerima cerita saya ini nanti, karena cerita saya mungkin tak mudah di percaya oleh orang awam..". Belum selesai aku berbicara, mbak Ratih langsung memotong ucapanku. Iya yakin jika yang aku maksud ada hubungannya dengan kematian Eyang Dhono

" Gak apa Ndra kamu cerita aja.. ini pasti ada hubungannya dengan bapak kan? Apa bapak menemuimu dek?".

" Iya mbak..". Tanpa basa basi lagi, aku langsung menceritakan apa yang Eyang sampaikan padaku tadi dan apa yang aku lihat. Seketika saja mata mbak Ratih menggenang dan mulai menangis sejadi-jadinya. Aku memeluk mbak Ratih yang sangat kehilangan Eyang Dhono. Kakak-kakak mbak Ratih dan keluarga langsung berkumpul mendengar mbak Ratih yang menangis kehilangan tersebut. Mereka menenangkan mbak Ratih dan mencoba untuk mengikhlaskan kepergian Eyang Dhono. Setelah itu aku pulang ke rumah bersama mama dan menceritakan ulang apa yang aku alami tadi di rumah Eyang Dhono. Mama ikut menangis mendengar ceritaku ketika Eyang berpesan pada mbak Ratih dan aku memeluk mama serta mengucapkan aku sayang sama mama. Aku bersyukur orang tuaku masih utuh hingga saat ini dan aku sangat menghargai setiap moment-moment bersama kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku.

----------------------------------------------

**

" Nak.. Bapak berangkat yaa.. kamu jaga diri bai-baik.. dan jaga anak-anakmu. Jangan lupa dengan kakak-kakakmu. Yang akur, yang guyub dengan saudara. Bapak mau menjemput ibumu yaa.. Bapak berangkat dulu ya nak.."

- Mas : Arti kata bahasa Jawa kakak laki-laki.

- Mbak : Arti kata bahasa jawa kakak perempuan.

- Eyang : arti kata bahasa jawa kakek.

- Uti : arti kata bahasa jawa nenek.

- Nduk : arti kata bahasa jawa panggilan untuk anak perempuan.


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C6
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login