Pagi itu aku bangun agak siang, mungkin karena lelah bercinta dengan Rima malam itu, entah berapa kali kita melakukannya, kita hanya mengikuti hasrat yg selalu timbul, terkadang aku yg meminta, kadangkala Rima yg menginginkan nya.
Aku lihat Rima masih bersandar di sisi ranjang, lengkap dengan Lingerie yg semalam, tampaknya iya pun belum mau beranjak dari ranjang ini, hanya menonton Drakor, saat aku bergerak dia menatap ku.
"Aku minta sarapan di bawa ke kamar, tuh di meja ada kopi, kamu mau aku ambilkan?" Rima tersenyum sambil menghampiri aku dan mengelus kepala ku dan mengecup kening ku. Aku memeluknya dan mengucapkan terimakasih. Aku menatap kopi di meja dekat sofa.
"Hmmmm seandainya setiap hari seperti ini, bangun tidur ada kamu di sisi aku, kopi sudah di meja, nikmat hari-hari ku" Rima memandang ku dengan penuh sayang, sepertinya kejadian di angkringan semalam sudah bisa dia lupakan.
"Kamu tinggal di rumah aku aja kalo gitu, nanti aku buatkan kopi setiap pagi buat kamu" Rima seolah bersungguh-sungguh menawarkan itu. Matanya masih menatap aku yg berjalan menghampiri sofa.
"Aku harus bilang apa ya sama mama kalo tinggal bareng kamu." Aku sekedar menjawab tawaran Rima tadi. Rima ikut bangkit dari ranjang, mendekati aku sambil mengambil susu coklat panas,
"Enak nya apa ya?, Nanti deh kita pikirin." Sambil menyeruput susu panasnya. Baru aku sadari, ternyata Rima menunggu aku untuk bisa sarapan bareng aku, aku yg terbiasa sendiri, tak menyadari kebersamaan yg Rima ciptakan, dia perempuan yg selalu menghargai pasangannya dan memanjakan pasanganya. Aku beruntung memiliki Rima dalam hidup ku.
"Jadi siang ini kita pindah hotel, dan ketemu sama Caca?" Tanya ku sambil memasukan Roti ke mulut.
"Iya siang ini kita check out, dan pindah ke pinggiran kota," Mami ikut mencicipi sarapan yg tersedia, lanjut dia berkata.
"Mohon maaf, di hotel berikutnya aku sarankan untuk sewa dua kamar, untuk melancarkan perkenalan kamu sama Caca, prakteknya bisa kita atur, gimana menurut kamu?" Tanya Mami sambil menatap ku.
" Aku setuju, karena aku harus bisa juga menjaga perasaan Caca." Jawab ku.
"Makasih sayang," mami mengecup kening ku. Ok
Selesai sarapan aku bantu mami packing, hanya menambah satu travel bag, yg berisi, batik dan lain-lain untuk oleh-oleh, di tambah tas besar makanan ringan, ini baru tiga hari di Yogya, mami cuma senyum ketika aku mendorong troli barang, dan aku hanya membawa satu tas ransel size 45 liter.
Tapi begitulah perempuan, kita tak pernah merasa susah makan, selalu saja ada makanan di kamar atau di perjalanan. Kalo ini mobil sewaan sudah parkir depan hotel kita masukan semua barang dan siap meluncur. Mami mengenakan kemeja putih yg tampak melekat sempurna di tubuhnya, bagian dada tampak samar bra hitam yang tak mampu menahan dorongan payudara yg besar, hingga kancing kemeja di bagian atas terlepas dua buah, selalu seperti ini gaya mami bila memakai kemeja, di padu jeans yg ketat membentuk sempurna kaki dan bokong Rima. Sepanjang jalan aku lebih suka menatapnya. Meski sesekali aku beralih melihat sawah di sepanjang jalan luar kota Yogya,
"Ketemu Caca sore aja ya, sayang. Rasanya badan ku butuh istirahat dulu." Rima berucap
"Terserah mami, nanti aku pijit ya. Biar mami enak tidurnya."
"Boleh juga tuh Rio, kayanya enak kalo di pijit kamu." Rima menatap ku manja. Aku menghampiri, dan mencium dia, aku peluk tubuh mami. Dan duduk di sisi terdekatnya. Tangan Rima sesekali di letakan pada paha bagian terdalam ku, sambil meremas. Gerakan ini sering membangkitkan birahi ku. Setelah menempuh dua jam perjalanan, akhirnya kita tiba di hotel yg sangat cantik, tampak bernuansa Jawa.pemandangan sekitar sangat mendukung, kolam renang private alami. Mami memilih mandi dan tidur, dia menunda pemijitin nanti malam, yg tadi sempat aku tawarkan, dan dia tak mau aku segera ke kamarnya, dia meminta aku ikut satu kamar, aku menemani dia tidur sebentar, saat kulihat mami sudah tertidur aku memilih sekedar duduk santai di dekat kolam renang kecil di belakang kamar, sambil menikmati kopi di temani udara sejuk juga kolam yg asri. Cukup lama aku berdiam di sana.
Aku kembali ke kamar, kulihat mami masih tertidur, mami mengenakan baju panjang bernuansa bunga rose, ada yg berwarna pink, merah putih, terasa kontras dengan warna dasar kain hitam. Baju ini mirip dengan kimono, hanya di ikat oleh satu simpul di pinggang, berlengan pendek, aku mampu membuka baju ini dengan hanya menggigit simpul yg di pinggang, mami akan tampak polos. Ku hampiri karena tak biasa mami tidur selama ini. Wajahnya tampak pucat, aku menyentuh dahinya. Terasa panas, sepertinya mami demam. Terlalu lelah kah?. Saat ku sentuh dahi mami membuka mata, tatapannya sayu tampak merasakan sesuatu?.
"Mami sakit? Kok panas badannya?" Tanya ku khawatir.
"Aku pusing, dan lemes badannya, Rio" mami tak beranjak dari tempat tidur. Aku mulai panik.
"Mami bawa obat?" Tanya aku lagi.
"Bawa, tapi aku masih nunggu, sepertinya ini gejala berbeda." Mami hanya dia memandangi aku.
"Berbeda gimana?" Tanya ku penasaran.
"Yaah biasanya, kalo pusing lemes, engga lama sakit perut. Itu mau datang bulan. Tapi ini bukan tanggal sirklusnya. Badan ku lemes aja. Jantung berdebar." Mami tampak santai menceritakan itu semua. Ini urusan perempian aku pikir. Mungkin kalo Caca bisa datang lebih bisa mengerti.
"Aku telpon Caca aja ya. Biar ngerti harus gimana?" Meski tanggapan mami agak enggan aku tak peduli. Aku langsung tlpn Caca dan bilang mami sakit di hotel, kalo sempet mampir ke sini. Aku hanya menemani Mami, di kamar. Mami hanya menggenggam tangan aku. Hanya mau minum teh panas, tanpa mau makan sama sekali. Aku sedikit memaksa memesan makanan via tlpn, akhirnya ia mengalah makan bakwan jagung yg ku pesan di restauran hotel ini.
Tak berapa lama Caca datang, dan kita janjian di lobby hotel, seorang gadis berambut panjang sepundak hampir sama dengan warna rambut mami, agak kecoklatan, mengenakan sweater ber bahan wol warna hitam, dan jeans ketat membentuk sempurna Kiki jenjang dan pinggul indahnya. sweater tangan panjang ini rapat dan longgar tapi tetap saja bulat payudara menonjol di dada itu, ini jelas sumbangsih mami yg memiliki payudara ukuran besar. Alis tebal bukan buatan pincil alis tapi seperti natural berbentuk begitu, senyum lebar dengan bibir yg sexy. Warna mata kecoklatan. Mengapa banyak kesamaan dengan Mami Rima, padahal mama bilang dia anak yg dari bayi di ambil dari panti asuhan oleh Mami Rima. Aku langsung tersenyum pada gadis ini, aku sangat yakin dia Caca anak Mami Rima. Dia pun membalas senyum ku, apa dia juga yakin bahwa aku Rio yg menjemput dia.
"Hai..Caca kan?" Dengan yakin aku bertanya pada nya.
"Kamu Rio ya?" Dia bertanya sambil mengulurkan tangan. Aku menyambut uluran tanganya dan menganggukkan kepala. Tiba-tiba dia memeluk aku, jelas aku membalas pelukannya dengan agak canggung, dia langsung melakukan cipika cipiki, seolah telah lama tak bertemu. Aku mengikuti saja apa maunya. Dia berbisik di telinga ku.
"Makasih ya udah sering nemenin Mami, mami banyak cerita tentang kamu" Caca menatap dalam ke mata ku. Aku hanya senyum tak tau harus berkata apa, entah seberapa jauh mami cerita tentang aku.
"Mami juga banyak cerita tentang kamu" hanya itu yg bisa aku katakan. Kita sambil berjalan menuju kamar. Tutur katanya lembut dan ceria tapi tetap tenang, senyumnya selalu terkembang, membuat aku nyaman bercerita. Ada rasa khawatir ketika aku bercerita tentang keadaan Mami saat ini, wajahnya tampak khawatir, pagi aku melihat masih baik-baik saja, di jalan mami bilang lelah mau segera istirahat. Sebelum makan siang, mami tidur hingga jam dua tadi mami tetap tak mau beranjak dari kasur, makan siang juga belum. Aku ceritakan semua seperti apa adanya. Agar Caca mengetahui kondisi mami versi cerita aku.
Caca hanya mendengarkan cerita aku, matanya terus memandang ku, mendengarkan dengan serius setiap ucapan ku. Tak banyak yg ia katakan. Hingga kita berada di kamar mami. Caca berlari menghampiri mami yg duduk di sisi ranjang dengan selimut menutupi kakinya. Caca langsung memeluk dan menangis. Aku terharu dengan sikap lembut Caca, mami memeluknya sambil mengelus rambut Caca.
"Engga apa-apa sayang, mami sehat kok, cuma lemas aja." Rima coba menenangkan anak perempuan kesayangannya.
"Kalo lagi kurang sehat, engga usah maksaiin datang ke sini, Caca bisa ke Jakarta sendiri kok" Caca berbicara di sela Isak tangis nya.
"Mami sehat kok, waktu berangkat. Tanya Rio aja, tadi di mobil tiba-tiba aja kok terasa lemes" mami coba menenangkan.
"Boleh ga aku telpon Dr Key, untuk periksa mami di sini." Caca melepas pelukannya dan menatap mata mami.
"Ca, mami sehat. Cuma ke lelahan aja" sambil tangan mami mengelus rambut panjang dan merapihkan nya.
"Tapi mami engga pernah kaya gini, mami mikir apa? Ada kejadian apa beberapa hari kebelakang??" Tanya Caca mencoba menebak penyebab drop tubuh mami. Aku langsung, teringat kejadian malam itu, ketika bertemu dengan teman SMA nya, itu kah hingga iya jadi lemas saat berjalan menuju hotel. Ini lah penyebab hari ini mami drop kesehatannya, di tambah kita sempat bercinta dalam kondisi fisik mami sedang drop, aku menyesali perbuatan ku, aku yg tak bisa memahami kondisi mami. Segera aku hampiri mereka.
"Maaf Dr Key itu tinggal dekat sini? Dan tau kondisi kesehatan mami?" Tanya ku pada Caca. Mami menatap ku, dengan sorot mata yg seolah memohon jangan sebut nama dia.
" Mami pernah ke dokter saat kita berlibur di sini, Dan di periksa sama Dr Key, yg ternyata temen SMP Mami. Dia tinggal engga jauh dari sini, dan baik orangnya. Kita pernah ke rumahnya." Saat Caca hendak bercerita. Mami segera memotong pembicaraan Caca.
"Ca, jangan ngerepotin dia lah, ok kalo harus ke dokter, kan banyak dekat-dekat sini." Mami seolah menghindari membicarakan Dr Key.
"Mam, kalo dokter dekat sini, belum tau kondisi kesehatan mami, pasti mereka cek standar saja, dan coba menerka-nerka apa yg terjadi dengan pasien nya. Di tambah ada pendaftaran, ada konsultasi ini itu, dan harus periksa ke sana ke sini. Makan waktu mam, Dr key kan tau tentang kesehatan mami." Caca coba menjelaskan, dan entah mengapa aku setuju, aku khawatir kondisi tubuh lemas mami.
"Aku setuju dengan Caca, mami harus segera di periksa" aku menatap mereka berdua.
"Rioo, mami sehat" Rima menatap ku, seolah enggan bila harus di periksa dokter, apalagi harus berjumpa Dr Key sepertinya sesuatu yg lain. Semoga saja, cerita di balik Dr Key tidak menambah beban pikiran Mami.
"Tuh, Rio juga setuju sama aku, gimana mami kalah suara?" Caca senyum menatap Mami.
" Udah lah mam, periksa aja. Biar kita bisa lanjut liburan bareng di Yogya ini." Aku senyum sambil menatap memohon agar tidak di tolak.
"Ya udah terserah kalian, tapi mami engga mau di tinggal sendiri" mami menatap tajam ke aku dan Caca.
"Iya.." kita kompak menjawab sambil saling tatap dan tersenyum.
"Baru ketemu udah kompak gini, repot nih mami" Rima cemberut manja menatap kita berdua. Caca memeluk Mami, dan aku menggenggam tangan mami, saat Caca di pelukan mami, mata mami menatap tajam ke arah aku, dan pasang muka galak. Aku tersenyum, karena tak pernah ku lihat Rima marah dengan seseorang. Saat Caca telpon Dr Key, mami memanggil aku.
"Kamu tidur di sini aja, temenin aku, engga boleh aku di tinggal sendirian." Mami menatap aku. Aku menganggukan kepala.
"Janji?"
"Iya, mami sayang.." jawab ku berbisik di telinganya. Aku belum mau menanyakan siapa sebenarnya Dr Key ini. Aku hanya ingin mami sehat lagi. Caca datang dengan wajah senyum.
"Satu jam lagi Dr Key datang, kebetulan dia lagi ada tidak jauh dari sini." Wajah Caca tampak bahagia, entah karena maminya di tangani orang kepercayaan, atau karena ingin jumpa lagi dengan Dr Key, sepertinya mereka akrab.
"Seperti janji kalian tadi, engga ada yg boleh meninggalkan kamar ini, dan mami engga mau tidur sendiri. Kalian harus nginep di sini." Entah mengapa mami minta di temani kita. Aku menatap Caca, dia hanya tersenyum memandang ku kemudian menatap mami.
"Iya mam, aku nginep di sini" jawab Caca sambil memeluk mami dan mencium pipi Mami. Mami menatap aku tajam.
"Aku juga??" Tanya ku bingung.
"Ya iya lah, kan kalian yg minta mami di periksa "Dia".." mami tak mau menyebut nama Dr Key.
"Aku jemput Om Key dulu ya" Caca menatap mami sambil keluar kamar. Aku menghampiri mami dan mendekat duduk di sisi nya.
"Mami masih mikirin Tante Lina ya?" Tanya ku tiba-tiba.
"Engga sayang..." Wajahnya memelas memandang ku.
"Aku akan sangat menghargai kejujuran mami"
"Aku khawatir Lina akan berusaha mencari tau siapa kamu, meski dia akan butuh waktu lama untuk itu. Yg pertama dia lakukan dia akan mencari informasi dari orang-orang yg datang dari reuni kemarin, itu engga banyak. Dan beberapa pasti ada yg liat kamu jalan sama aku, ketika kita pulang beli makanan kemarin, aku jadi takut kamu kena masalah" Rima hanya memandang jemarinya.
"Kamu bisa berpikir seperti itu, karena kamu memasukan rasa khawatir kamu kedalam prediksi pikiran Lina, itu akan menjadi beban pikiran kamu," aku diam sebentar
"Buat apa Lina memikirkan atau mencari tau siapa aku. Toh banyak kemungkinan. Dan itu tak layak untuk di selidiki. Apa yg dia dapat untuk menyelidiki kita. Toh kita juga menyimpan rahasia dia. Malam itu dia bersama dengan lelaki yg bukan suaminya,
Jadi buang pikiran burukmu, biarkan semua berjalan apa adanya." Aku berusaha menetralkan apa yg menjadi kekhawatiran Mami Rima. Dia menggenggam tanah ku dan menatap ku lembut. Tak lama sesosok lelaki dengan suara berat menyapa Rima, dari suaranya aku bisa menebak orang ini tinggi besar.
"Halo Rima, apakabar kamu?" Suara itu agak bergema di ruangan, expresi Rima coba memberikan senyum ramah, meski ada sedikit pemaksaan di garis senyumnya. Orang tak akan memperhatikan itu, bila belum melihat ketika Rima senyum ramah saat bertemu orang baru. Aku menoleh, sosok itu jelas keturunan Arab, ada janggut tertata rapih tanpa ada kumis, postur biasa tak seperti suaranya, tinggi badan standar lelaki Asia. Bentuk badan gempal, tampak tangan di penuhi bulu, ini kah Dr.Key yg kita bicarakan, Caca berjalan di belakang orang ini, Dr Key fokus menatap Rima, tanpa memandang aku. Tanganya langsung di ulurkan ke arah Rima untuk berjabat tangan. Aku menggeser mundur ke belakang, sikapnya mengintimidasi aku, aku tak peduli yg terpenting dia bisa periksa kesehatan Rima.
"Baik, kamu gimana kabarnya?" Tanya Rima basa-basi.
"Kebetulan aku posisi ku tak jauh dari sini saat Caca telpon, kamu kenapa?" Tanya dokter Key duduk di sisi tempat tidur. Tempat di mana tadi aku duduk.
"Aku baik-baik saja, cuma ini Caca dan Rio memaksa aku untuk periksa ke Dokter." Mami Rima coba memperjelas kata Rio, dengan menunjuk ke arah Ku, Rima sadar Dr Key tak menganggap kehadiran ku, Dr Key Cuba menoleh ke arah Tangan Rima, dia hanya tersenyum dan menganggukan kepala ke arah ku, mungkin dia menyangka kalo aku, kekasih Caca. Aku balas senyum sekedar saja, Mami Rima menatap ku.
"Boleh aku periksa sekarang?" Tanya Dr Key sambil senyum manis ke arah Rima.
Rima hanya menganggukan kepala. Yg pertama dia mengukur tensi Rima. Caca duduk di sebelah ku.
"Jam berapa sampe di Yogya?" Sambil Caca menatap aku dengan senyum semanis Ibunya.
"Pagi tadi enam, istirahat sebentar langsung ke sini." Jawab ku berbohong, karena Rima tak menghubungi Caca saat tiba di Yogya dua hari yg lalu.
"Kamu belum makan ya?" Sambil Caca melihat baki yg hanya ada satu bakwan jagung, jus yg tinggal setengah dan secangkir kopi kosong. Aku hanya senyum.
"Nanti aja, selesai mami di periksa." Jawab aku sambil menatap Caca.
"Aku pesenin ya, biar di bawa ke sini" Caca menatap aku teduh, batin ku gelisah, Caca ini bagai versi mami Rima muda, bahasanya, senyumnya, tatapan matanya, semua hampir mirip dengan Mami Rima.
"Nanti aja, gampang" jawab aku menikmati wajah Caca yg teduh.
"Kamu juga harus jaga kesehatan." Caca menatap ku sambil menggenggam jemari ku
Aku menyambut tangan nya dengan menggenggam tanganya dengan ke dua tangan ku.
"Iya nanti, kamu udah makan?" Tanya aku balik ke Caca. Aku masih menggenggam jemarinya.
"Aku masih kenyang, tadi pagi sarapan Sego pecel," dengan mata sayu dan senyuman malu-malunya. Aku duduk di sandaran tangan kursi Caca, sambil aku letakan tanganya di pahanya.
"Mami lagi mikirin apa?" Tanya Caca sambil menatap ku dan menoleh ke mami.
"Mami engga cerita apa-apa, cuma sepanjang jalan ke sini, mami lebih banyak diam" aku sedikit berbisik ke arah telinga Caca.
"Engga cerita tentang aku?" Mata Caca menatap ku, aku terpukau dengan sorot mata itu, mata itu lebih coklat di banding mata mami, senyumnya, alisnya.
"Iiihhh, malah bengong" Caca memegang paha ku, dan tersenyum hingga menampakan gigi putihnya.
"Eh maaf, tanya apa tadi?" Aku kaget saat dia menyentuh paha ku. Aku asik sendiri dengan khayalan ku.
"Lagi mikir apa hayoo?" Wajahnya makin mendekati aku.
"Engga mikir apa-apa kok" jawab ku tak berani menatap wajahnya.
"Bo'ong.. itu, mata kamu engga mau liat aku" Caca makin menatap ku sambil tersenyum jail
"Bener Caca" aku paksakan menatap matanya.
"Pasti mikir jorok ya?" Caca menatap dengan sorotan mata menyelidiki. Tangan nya mencubit paha ku
"Auuww..Apa sih Caca.." aku menggeser paha ku, tapi tanganya tetap menahan agar tak bergerak. Ku lihat mami menatap kita. Sepertinya Dr Key telah selesai memeriksa. Aku berdiri Caca mengikuti di sebelah ku.
"Gimana mami, O'om?" Caca langsung menghampiri Dr Key.
"Mami baik, kalo mau minum obat ini, dan suruh mami jangan banyak mikir yg aneh-aneh " Dr Key memberikan sebutir obat yg di ambil daribtas nya, dan menatap mami dan Caca bergantian. Caca mengambil obatnya. Aku segera mengambil air dan menyerahkan ke Caca. Aku menjaga jarak dengan mereka. Mami menatap ku dan Dr Key Bergantian. Setelah minum obat Dr Key pamit pulang. Caca dan mami mengucapkan terimakasih, saat Dr Key menatap ku aku mengangguk dan tersenyum, dia membalas senyum ku dan pergi ke luar kamar, di ikuti Caca di belakangnya.
"Sini" mami memanggil ku, meminta aku duduk di sampingnya. Aku menghampiri.
"Maaf ya liburanya jadi terganggu" tangan mami menarik tangan ku dan memeluk aku.
"Cepet sembuh ya mam" jawab aku di telinganya.
"Kalo di cium kamu pasti cepet sembuh" mami memegang kepalaku tetap berada di depan wajahnya. Aku segera mencium bibir mami Rima. Dia membalas dengan bersemangat dan memasukan lidah ke dalam mulut ku, aku menghisapnya sebentar dan melepaskan ciumannya.
"Nanti Caca ngeliat mami" sambil aku genggam jemari mami.
"Ngomong apa aja sama Caca, kayanya seru banget?" Tanya mami senyam senyum.
"Dia tanya, jam berapa smpe di sini, aku bilang jam enam tadi pagi. Dia tanya kamu mikir apa?' aku bilang engga tau." Aku masih khawatir mami jadi parah.
" Ya udah nanti kalo Caca tanya aku, aku juga jawab yg sama kaya kamu" mami menatap ku dengan syahdu.
" Aku baik-baik aja Rio.. ga usah khawatir ya" mami mencoba menenangkan aku, iya selalu bisa membaca apa yg aku pikirkan.
Aku hanya dia menatap mami.
"Maaf ya , kalo sikap "dia" kaya gitu ke kamu" Rima menatap ku
"Siapa?" Aku segera sadar sepertinya yg di maksud Dr Key.
"Engga apa-apa kok, dia kan engga kenal aku" jawab ku sambil menggenggam jemarinya.
" Aku juga kurang suka kok gaya nya dia, cuma dia baik aja ke kita" Rima coba menjelaskan tentang Dr Key. Aku hampir tidak peduli, toh engga akan sering ketemu dia.
Sosok gadis lembut masuk ke kamar, sambil mengibaskan rambutnya dengan mata memerah, menghampiri kita. Dia naik ke tempat tidur dan langsung memeluk mami. Sepertinya dia membisikan sesuatu ke telinga mami. Sambil menangis, mami mengelus rambutnya.
"Kenapa ini Rio..kok Caca jadi cengeng gini" mami coba mengalihkan pembicaraan.
"Udah ah, mami engga apa-apa kok" menjawab dari apa yg Caca bisikan.
"Malu tuh ada Rio...iiiihh" mami mengangkat kepala Caca dan mengusap air matanya.
"Rio..tolong aja makan nih, kayanya laper dia, sampe nangis." Mami tetap mengajak Caca bercanda
"Mamiiiii." Caca Padang muka cemberut.
"Iya aaaa apa?" Mami menatap Caca. Aku hanya tersenyum melihat Caca bermanja-manja dengan Rima, perlahan aku tinggalkan mereka.
"Rio, mau kemana??" Tanya mami tiba-tiba
"Mau ngerokok?" Jawab ku berpura-pura.
"Kamu belum makan loh, sana makan dulu"
"Iya, nanti" jawab ku sambil ke teras dalam kamar, menuju ruang terbuka di samping kolam renang pribadi.
Ku biarkan mereka berkangen-kangenan.