Angel hanya menghela napas panjang, sebelumnya ia belum pernah melihat Kartika marah atau berkata dengan nada yang tinggi.
"Aku tidak pernah mau berada di tempat ini atau menjadi anak emas. Jika kalian pernah melihat aku tidak boleh bekerja oleh Mami Sundari selama hampir satu bulan itu karena aku baru saja menggugurkan kandungan akibat perbuatan Mami Sania yang menyuruh tamu untuk memakai aku bergantian."
Kartika tak kuasa lagi untuk menahan tangis dan perasaannya. Wendah dan Ayu hanya bisa tercengang mendengar pernyataan Kartika tadi. Mereka sama sekali tidak tau akan hal itu. Mereka pikir Kartika memang mendapatkan perlakuan istimewa,tapi ternyata jauh dari apa yang mereka bayangkan.
"Maafkan aku,Tika. Selama ini aku sudah salah sangka kepadamu," ujar Wendah perlahan sambil mengulurkan tangannya pada Kartika. Kartika tersenyum dan menyambut uluran tangan Wendah.
"Begini kan enak keliatannya," kata Angel.
"Aku tidak pernah menganggap diriku lebih unggul dari siapapun. Aku juga bahkan tidaak pernah ingin sampai ada di tempat ini. Jika boleh memilih aku ingin sekolah lagi, ingin keluar dari sini. Ingin memiliki ijazah dan menggapai cita-citaku menjadi seorang guru. Tapi,apalah dayaku sekarang?" tukas Kartika dengan mata berkaca-kaca.
Wendah dan Ayu mendekat dan memeluk Kartika dengan erat. Sementara itu tanpa mereka sadari Sundari tengah melihat semua kejadian itu dengan hati iba.
'Kasian sekali nasibmu, Kartika. Seandainya saja aku bisa membantumu lebih banyak. Pasti sudah aku lakukan,' batin Sundari bicara.
***
Malam harinya seperti biasa mereka kembali bekerja dengan kondisi yang jauh lebih baik. Kartika sudah tidak lagi duduk di pojok sendiri bersama Marini atau Angel. Ia mulai bergaul juga dengan yang lainnya. Kartika sadar, mungkin selama ini karena sikapnya yang terlalu pendiam dan kurang bisa bergaul ia menjadi terkucilkan.
"Pangeranmu malam ini tidak datang,Tika?" goda Wendah.
"Siapa?" tanya Kartika sambil mengerutkan dahinya.
"Alaah,suka pura-pura. Itu loh, Mas Rivan. Dia itu anak orang kaya, loh Tika," kata Stela salah seorang gadis yang sudah cukup lama bekerja di sana.
"Justru karena dia anak orang kaya,Mbak. Manalah mungkin dia bisa serius denganku. Mungkin dia baik,bisa jadi dia juga sayang kepadaku. Tapi, bagaimana dengan keluarganya? Belum tentu kan keluarganya bisa menerima aku sebagai calon menantu. Siapa sih orangnya Mbak yang mau menikah dengan wanita seperti aku?" ujar Kartika.
Wendah menepuk bahu Kartika perlahan.
"Roda kehidupan itu berputar,Tika. Mana kita tau kalau besok atau lusa ada orang yang benar-benar tulus mau menebus kita keluar dari tempat ini dan membuat kita hidup secara normal dan lebih baik," ujar gadis itu.
Kartika tersenyum getir,untuk pertama kalinya ia merasa ada kehangatan yang tercipta di antara mereka.
Tiba-tiba saja Mami Sundari masuk dan memanggil Kartika ke ruangannya. Kartika sontak terkejut karena melihat kehadiran Sania di sana.
"Ma-Mami ...." sapanya gugup.
Sania tersenyum sambil memberi isyarat agar Kartika duduk di dekatnya.
"Sini,tidak perlu takut. Aku tidak akan mengigitmu," ujar Sania. Kartika mengangguk dan mendekat kemudian duduk di samping Sania. Ia melihat ternyata ada Rivan juga di dalam ruangan itu.
"Kartika, kau merasa betah tidak tinggal bersama teman-temanmu yang lain di mess?" tanya Sania.
"Be-betah kok,Mami."
Kartika mana berani menjawab bahwa ia tidak betah atau ingin pulang. Bisa-bisa Sania memperlakukannya seperti dulu lagi. Kartika tidak mau mengalami hal itu lagi.
"Rivan baru saja menelepon Mami siang tadi. Dan dia sudah memberikan uang kepada Mami untuk menebusmu dari sini. Jadi,malam ini kau boleh mengemasi barang-barangmu di mess dan ikut bersama Rivan. Kau tidak perlu lagi bekerja di tempat ini," kata Sania.
Kartika terdiam, perlahan ia mencubit tangannya sendiri.Terasa sakit,artinya ini bukan mimpi. Padahal baru saja ia dan teman-temannya yang lain membicarakan tentang kebebasan. Secepat inikah jawaban doa?"
"Mami nggak bohong,kan?" tanya Kartika sekali lagi sekadar untuk memastikan.
"Tentu saja tidak. Rivan benar-benar sudah menebusmu. Kau bisa pulang ke mess dan membereskan barang-barangmu," kata Sania dengan penuh senyuman.
Kartika langsung memeluk dan mencium tangan Sania. "Terima kasih banyak Mami. Terima kasih," ucapnya dengan kedua netra yang sudah basah oleh air mata.
Sania hanya tersenyum dan menepuk bahu Kartika dengan lembut dan hangat untuk pertama kalinya.
"Tapi,percayalah ... kau akan kembali meminta bantuanku," bisik Sania di telinga Kartika dengan senyum licik.
Setelah berpamitan dengan teman-temannya, Kartika pun kembali ke mess bersama dengan Sundari dan salah seorang bodyguard Sania untuk mengambil barang-barangnya yang tidak seberapa banyak.
"Mulailah hidup yang baru dengan lebih baik,Nak. Ibu akan selalu mendoakan kebaikanmu. Semoga kehidupanmu ke depannya akan jauh lebih baik," kata Sundari.
"Terima kasih banyak,Bu. Ibu banyak membantu saya selama ini."
Kartika memeluk Sundari dengan erat untuk kemudian ikut bersama dengan Rivan.
"Kau masih boleh mengunjungi Ibu di sini jika kau memerlukan bantuan. Ibu akan membantumu," kata Sundari.
Kartika mengangguk dan mengecup kedua pipi Sundari.
"Kenapa,Mas?" tanya Kartika kepada Rivan saat mobil yang dikendarai oleh Rivan sudah meninggalkan mess tempat Kartika tinggal selama hampir kurang lebih satu tahun. Rivan tersenyum.
"Aku kasian kepadamu,Tika. Kau masih sangat muda, masa depanmu masih panjang dan sangat sayang jika kau harus menghabiskan waktumu di tempat itu. Aku ke sana sekadar untuk mencari hiburan saja."
"Jadi,selama ini Mas kasian kepada saya?" tanya Kartika. Rivan mengangguk dan tersenyum.
Kartika menghela napas panjang dan perlahan mengembuskannya kembali.
'Dia hanya kasian kepadamu,Kartika,' bisik batin gadis itu. Ia tidak bisa memungkiri bahwa dia sedikit merasa kecewa. Tidak ada yang paling menyakitkan selain perasaan cinta yang tak berbalas.
Rivan membawa Kartika ke sebuah rumah kos khusus putri. Rupanya pemuda itu memang berniat untuk benar-benar menolong Kartika.
"Tika, kamar kos ini sudah aku bayar untuk satu tahun ke depan. Dan mulai besok kau bisa mulai bekerja di rumah makan milikku. Besok pagi aku akan menjemputmu, sekarang kau bisa beristirahat ya. Aku tidak bisa berlama-lama."
Kartika hanya mengangguk, dengan diantar oleh pemilik kos, Kartika memasuki kamarnya. Kamar itu cukup luas dengan fasilitas kamar mandi di dalam, dan juga dilengkapi televisi 24 inci juga AC.
"Ini benar-benar sudah dibayar,Bu?' tanya Kartika memastikan. Ibu Lestari sang pemilik kos tersenyum sambil mengeluarkan selembar kuitansi pembayaran dan memberikannya kepada Kartika.
"Ini kamu simpan. Kakakmu tadi pagi sudah membayarnya lunas langsung untuk satu tahun. Nah,kalau ada apa-apa, rumah ibu yang di bawah itu,ya. Ingat di sini jam sepuluh malam sudah harus pulang. Tidak boleh membawa lelaki menginap. Kalau ada tamu,pintu tidak boleh ditutup."
"Baik,Bu. Terima kasih banyak," jawab Kartika.