Nada menatap ke arah Alex yang saat ini tengah berusaha untuk melepaskan kaca yang ternyata tertahan di dinding, seolah tidak bisa dipindahkan.
"Ini kenapa kacanya gak bisa di pindahin, Nada?" tanya Alex sambil berdecak kecil, ia mengacak-acak rambutnya dengan kasar, cukup frustasi dengan apa yang saat ini berada di hadapannya.
Nada yang mendengar Alex mengeluh pun saat ini mengangkat kedua bahu, pertanda kalau ia juga tidak mengetahui tentang hal itu. "Sungguh, aku tidak tau, Alex. Jangankan berniat untuk memindahkan kaca, untuk mendekatinya pun aku tidak memiliki keberanian."
Ia ingat betul di kala rumahnya mati lampu saat itu, ia meraba-raba benda di sekelilingnya dan yang ia dapatkan adalah sentuhan dengan kulit seseorang yang sangat dingin serta bau yanh cukup busuk memasuki indra penciumannya.
"Kalau seperti ini, apa memang benar kacanya abadi?"
Alex bahkan sampai berpikir kesekian kali untuk mengira-ngira sebenarnya apa yang salah dengan kaca di hadapannya.
Nada pun tidak mengerti. Ia bahkan sedang menunggu-nunggu Halaman selanjutnya dari buku yang ia temukan di perpustakaan sekolah. Tidak ada Halaman baru, pertanda kehidupan di sekitarnya masih aman. Lembarannya pun masih kosong, belum ada tanda-tanda ancaman apapun.
Alex menghembuskan napas. Ia meraih botol minuman yang tergeletak di meja. "Apa mereka ada di hadapan ku, Nada?" tanyanya, ia meneguk minuman tersebut sampai saat ini membasahi tenggorokkan sampai membuat rasa menyegarkan hadir.
Selama bersama dengan Alex, Nada merasa aman walaupun di dalam hatinya terdapat perasaan penuh dengan keraguan. Ia yang tadinya berpura-pura sibuk menatap layar ponselnya pun kini memutuskan untuk menatap ke arah laki-laki yang masih dengan setia berdiri tepat di hadapan kaca.
'Kalau aku yang berada di posisi Alex seperti itu, bisa jadi kalau aku sudah tidak selamat.' Batin Nada, berharap-harap cemas.
Nada mengerjapkan kedua bola matanya. "Loh, kamu?"
Alex menaikkan sebelah alis, entah mengapa ia merasa kalau Nada saat ini berbicara dengan cermin? Bukan dengan dirinya. Dengan segera, ia adalah laki-laki dengan tingkat kepekaan yang cukup tinggi, jadi memilih untuk menepikan tubuh agar perempuan itu bisa melihat ke arah kaca dengan lebih leluasa.
Yang Nada lihat belum tentu bisa di lihat juga oleh Alex. Jadi, saat ini ia bisa melihat perempuan yang pertama kali meminta pertolongan padanya.
'Kenapa dia terlihat cantik? Bukankah kemarin dia… menjadi santapan beberapa makhluk yang mengerikan?'
"Apa yang kamu lihat? Katakan pada ku, Nada." ucap Alex, ia penasaran. Menutup botol, lalu berjalan ke arah Nada dan memutuskan untuk duduk di sebelah perempuan itu dan ikut duduk di sebelahnya.
Nada menggelengkan kepala, lalu menatap Alex. "Dia adalah perempuan yang sama, yang selalu mewaspadai ku dengan makhluk yang berada di dalam kaca."
"Seperti apa rupanya?"
"Cantik, pakaiannya seperti gadis Belanda di tahunnya."
"Jangan-jangan dia adalah korban pertama?"
Nada tidak tau, ia mengangkat bahu. "Memangnya bagaimana ini semua bisa terjadi? maksud ku… kenapa yang seperti ini hanya di rumah yang aku tempati? Apa rumah ini terkutuk?"
"Sudah ku katakan jika sampai sekarang, ini semua masih menjadi misteri yang seperti tidak memiliki jawaban, Nada." balas Alex, ia memilih untuk menyandarkan tubuhnya pada dinding.
Suara hujan dan sambaran petir seolah menjadi backsound mereka saat ini. Terdengar seperti penuh ketenangan.
"Mungkin ada seseorang yang sengaja? Maksud ku… memiliki kaitan dengan makhluk-makhluk itu dan mencari tumbal untuk sesuatu yang tidak kita mengerti." Nada berbicara dengan tatapan mata yang terlihat kosong, namun ternyata di kepalanya memiliki banyak pikiran yang tidak memiliki jawaban, mungkin belum.
Alex memejamkan kedua bola mata sejenak, ingin berpikir bersih. Selang beberapa detik kemudian…
"Ah sebentar, gak apa-apa aku tinggal sendirian?" Tiba-tiba ia beranjak dari duduknya.
Nada terkejut, setelah itu mendongakkan kepala untuk melihat ke arah Alex. "Huh? Ada apa?" tanyanya, ia penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh laki-laki tersebut.
Alex yang mendengar pertanyaan Nada pun hanya menyengir. "Aku punya ide bagus, tapi sebelumnya aku izin menggunakkan toilet mu ya?"
Sebelum Nada sempat mencegah Alex yang akan meninggalkannya sendiri disini, ternyata laki-laki itu sudah melesat masuk ke kamar mandi miliknya.
Dari situlah jika kali ini suasana sekitar mulai tidak enak. Untung saja jaraknya dan cermin yang menjadi sarang utama makhluk cukup jauh dari tempatnya duduk, namun tetap saja itu tidak menghilangkan kekhawatiran yang saat ini menyelimuti hati.
"Jangan tinggalkan aku!" Nada berseru, namun sebisa mungkin memperkecil suaranya supaya Bela tidak mencurigainya.
Terlambat, Alex sudah masuk ke kamar mandi dan tidak menyisahkan apapun selain menggantungkan dirinya untuk berpikir kira-kira apa yang telah direncanakan oleh laki-lali tersebut.
"Sudah ku bilang untuk tidak meninggalkan ku sendirian disini."
Nada menolehkan kepala, menatap ke arah jendela yang saat ini memperlihatkan jika cuaca masih hujan lebat. Tidak memungkinkan untuknya pergi ke luar balkon supaya hawa mencekam tidak seolah memakan tubuhnya.
"Nada…."
Suara itu.
Suara yang terdengar serak, panggilan dengan nada bicara yang lembut. Bukan, itu bukan sosok makhluk yang baik, justru sebaliknya.
"Tidak, aku tidak akan menolehkan kepala ke arah mu." balas Nada.
Sebagai target dari makhluk yang berada di cermin itu, si target memang bisa mendengar bahkan berbincang dengan 'mereka'.
"Akuilah jika kamu tidak akan selamanya bertahan disini, karena akan banyak sekali hal-hal yang membuat ku menyerah."
"Jangan lukai aku, jauhkan panah busuk mu dari aku."
Sejauh yang Nada ingat. 'Mereka' memang sudah bisa memiliki kemampuan untuk melukainya dengan panah. Namun, entah kenapa 'mereka' juga meluncurkan anak panah seperti hanya untuk gertakan semata. Tidak benar-benar sampai melukai, atau membunuhnya.
"Lihat aku, Nada."
"Tidak! Iblis tidak berperasaan, berhentilah mengganggu ku!"
Nada semakin membawa tubuhnya ke sudut ruangan, ia yakin punggungnya sudah terlalu melekat pada dinding. Namun, ia masih merasa ada ruang di balik punggungnya.
"Nada… lihat aku."
"TIDAK, SUDAH KU BILANG UNTUK TIDAK MENGGANGGU KU LAGI, IBLIS JELEK!"
Teriakan Nada menggema di setiap sudut ruang kamar, ia refleks, tidak bisa mencegah rasa takut yang kini menyelimuti hatinya.
Tiba-tiba saja …
Tok
Tok
Tok
"NADA!"
Ya, itu adalah suara ibu tirinya.
Nada merutuki dirinya sendiri karena kehilangan kendali. Dan ya, ia mengutuk 'mereka' dengan kasar, ia menggumam, merapalkan banyak sekali kalimat yang sebenarnya tak pantas untuk di lontarkan.
Melihat ke arah cermin, sosok mengerikan yang tadi berbicara dengannya sudah menghilang. "Persetanan."
Sekarang, ia harus menghadapi ibu tirinya yang lebih menyeramkan dari apapun.
Brak!
Kini, Bela sudah memasuki kamar Nada dengan sorot mata yang menyelusuri anak tirinya itu.
"Here we go again."
…
Next chapter