Nada mengenakan jas hujannya sekaligus payung sebagai antisipasi kedua kalau sekiranya dengan jas hujan saja dirinya masih kebasahan. Dengan langkah gontai, ia memasuki kampusnya dengan raut wajah yang di tekuk. Sebal sekali dengan Bela, ibu tirinya itu menyuruhnya agar tetap berangkat kuliah —karena tidak ada kata bolos selain sakit atau bepergian keluarga— dan terpaksalah ia menerobos hujan seperti ini. Beruntung rumahnya berada tidak jauh dari kampus.
Ia bukan perempuan yang famous di kampus, seperti kebanyakan perempuan yang memiliki berpuluh teman atau bahkan terkadang ada yang satu sekolah mengenal siapa dia. Seperti ekosistem, ia hanya rumput liar jika bisa disamakan. Beberapa orang tidak menyukainya karena dari sekian banyak perempuan di kampus, Varo malah memilihnya.
Varo, memiliki wajah yang tampan, pemain basket inti, dan tentunya famous. Dan ya kalau dapat dijelaskan, ia hanya perempuan beruntung yang bisa mendapati Varo. Bukan, ini bukan seperti di cerita novel pada umumnya yang berakhir miris dan penuh drama kesedihan karena perbedaan derajat di antara mereka.
Varo mencintainya dengan sangat tulus, dan hubungan mereka akan berjalan satu tahun lamanya. Perlu kalian ketahui perjalanan sampai satu tahun ini bukanlah hal yang mudah. Kalian tau kan rasanya berstatus 'pacaran' dengan laki-laki famous dan memiliki banyak fans perempuan? 'Ah kupikir kamu tidak perlu membayangkan bagaimana tersiksanya aku di kampus' kata Nada yang membatin.
Nada melangkahkan kakinya menuju toilet untuk melepas jas hujan yang basah ini, karena menjadi pelindung bagi tubuhnya. Beruntung, dirinya datang satu jam lebih awal dari mata kuliahnya hari ini sehingga masih bisa bersiap-siap sebelum masuk ke dalam kelas.
Ia menatap ke cermin panjang yang terpasang jelas di dalam toilet perempuan yang kini dirinya tempati. Beberapa anak perempuan di dalam toilet juga melakukan hal yang sama sepertinya, melepas jas hujan mengganti sandal dengan alas kaki yang lebih modis, bahkan ada juga yang sampai berganti pakaian karena dari penampilan atas sampai bawah semuanya basah.
"Ah penampilan ku terlihat buruk sekali." Ucap salah satu perempuan yang sedang sibuk menyisir rambutnya yang bergelombang. Sepertinya hujan lebat seperti tadi membuat rambutnya kusut, entahlah. Tapi beruntung dia tidak kebasahan.
Nada masuk ke dalam salah satu bilik toilet untuk buang air kecil. Rasanya begitu lelah mengingat kehidupan barunya semenjak Bela datang dan merebut hati ayahnya yang memang sudah di tinggal almarhum ibunya sejak lima tahun yang lalu. Kejadiannya begitu naas, ibunya tertabrak mobil dan tubuhnya terseret beberapa meter karena salah satu kain bajunya tersangkut di mobil orang lain. Singkatnya, ibunya adalah korban tabrak lari.
Tidak, tidak perlu di jelaskan betapa sedihnya seoranh Nada yang di tinggal sang Ibu. Terpuruk? Pernah, dan tentu saja. Namun saat ini, merelakan adalah hal terbaik yang pernah ada.
"Dress merah ku sudah lusuh, dan aku tentu saja ingin menggantinya dengan yang baru."
Ia menaikan sebelah alisnya. Dress? Perempuan bodoh seperti apa yang ke kampus memakai pakaian terbuka seperti itu di kala lebatnya hujan? Malah merepotkan diri sendiri kalau begitu. Ah biarkan saja lah, tidak perlu mengurusi kehidupan seseorang.
"Aku mulai kehilangan tangan ku, mereka menyantapnya dengan sangat lahap."
Nada tidak bergerak dari posisinya, ia malah menyimak dengan sangat serius dengan apa yang dikatakan oleh seseorang itu. Karena jujur, dirinya merasa penasaran.
"Aku, butuh teman."
"Atau siapapun."
"Mereka.... Lapar, dan ku pikir kalau diri ku tidak cukup lagi bagi mereka. Jadi, aku menjadi bahan rebutan di tempat suram ini."
Sempat mengernyitkan dahi saat mendengar perkataan itu, namun dirinya tidak ingin ambil pusing. Nada menekan tombol untuk menyiram water closet, ia memakai kembali celananya dan beranjak keluar.
"Huft, penampilanku sudah membaik."
Nada menghembuskan napas lega melihat salah satu mahasiswi yang tadi, ternyata suara-suara tadi hanya khayalan saja. Mungkin dirinya tengah berhalusinasi karena sempat parno dengan kejadian di kamarnya beberapa saat lalu.
Ia mengambil tasnya dan memasukkan jas hujan beserta payungnya ke dalam kantong plastik yang dibawanya, tidak peduli kalau semua benda itu basah karena terkena air hujan. Sebelum itu, ia menatap cermin. Dan...
"Aku menunggumu."
Seorang laki-laki yang wajahnya sudah tidak berbentuk menatapnya di cermin. Giginya sudah berubah menjadi deretan gigi yang sangat runcing dan tajam. Bagian tengah kepalanya terbuka menampilkan otaknya yang sudah tidak berdenyut, sepertinya kepala laki-laki itu di kampak sebelumnya. Membawa garpu iblis dan mulai tersenyum seram ke arahnya.
Nada meneguk salivanya dengan susah payah dan melirik ke arah perempuan yang daritadi sibuk dengan penampilan, apa perempuan itu tidak melihat apa yang barusan dirinya lihat? Apa perempuan tersebut juga tidak mendengar ucapan apapun? Hei, apa hanya dirinya saja yang dapat merasakan semua itu?
"Pasti Jeremy akan menyukaiku."
Ah, kenapa perempuan itu tidak melihat sosok yang ada di cermin? Padahal dia yang paling lama menatap cermin sejak kedatangan Nada, dan tidak terjadi apapun kok.
Ia melirik takut-takut ke cermin lagi, karena tadi langsung memutuskan kontak mata dengan sosok tersebut. Namun sudah tidak apapun disana. Ia menghela napas lega. Sepertinya ia mengigau banyak hal pagi ini mengingat semalam dirinya begadang karena menonton film horror, mungkin terbawa ke dunia nyata?
"Hei, japit rambut mu tertinggal." ucap perempuan lain yang berada satu toilet dengannya, ia lebih dulu ingin keluar toilet.
Baru saja ingin bergegas pergi, ternyata ada yang menegurnya seperti itu. Menjadikan dirinya menolehkan kepala dengan sebelah alis yang terangkat. "Japit rambut?" gumamnya malah balik bertanya pada diri sendiri, merasa heran.
Hei, Nada bukan cewek feminim yang mengharuskan mengenakkan riasan yang menahan sedikit bagian rambutnya saja.
"Ih bukannya di ambil, nih aku udah ambilin. Lain kali jangan di buang sembarangan, ya. Kan takutnya berharga."
Menerima japit rambut berwarna merah yang kini sudah berada di genggamannya, padahal ia tidak ingat kalau memakai ini. "Oke, thanks."
Merasa aneh, lalu melirik ke arah cermin lagi, dan ya tidak terjadi apapun kok, membuat dirinya menghembuskan napas. "Ya udah aku simpen aja, kali nanti ada yang punya dan mencarinya." ucapnya, pada akhirnya mulai menaruh japitan tersebut ke dalam saku botol minum yang berada di sisi samping tas sekolah miliknya.
Ia tidak peduli dengan kejadian tadi, dan mulai melangkahkan kakinya keluar toilet.
"Aku akan tetap menunggu kedatangan mu, Nada. Aku butuh teman, anggap saja japit rambut itu adalah awalan dari undangan pertemanan."
...
Do you want to be her friend?
Jika mau, tatap cermin di dalam kamarmu atau dimanapun, lalu bayangkan hal yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Tatap dalam cerminnya, pikirkan ada kehidupan seperti apa di dalam sana.
Dan berhati-hatilah, jangan terlalu dekat. Ia bisa menarik mu masuk ke dalam cermin kapan saja.