Download App
100% LOROLOJO: Lord Rord Lort Journey / Chapter 44: Vol II 18『Diracuni oleh Gadis Kecil』

Chapter 44: Vol II 18『Diracuni oleh Gadis Kecil』

Perhalan demi perlahan, kedua mataku mulai membuka dengan sendirinya. Mungkin itu adalah efek biasa bagi mereka yang baru saja bangun dari tidur, tapi dalam kasusku, itu berbeda.

Itu benar, suara bising dari bawah lantai yang tidak rata, membuatku terbangun dari keadaan dalam tak sadarkan diri.

"Oh, kau sudah bangun, Simp?"

Secara terburu-buru, pandanganku segera teralihkan pada asal suara tersebut.

"Rord? A–Apa yang baru saja–? Ki–Kita ada di mana–"

"–ya–yah, aku tahu kalau kau sedang panik dan bingung. Tapi, mungkin kau bisa mendengar penjelasannya dari dirinya saja langsung. Aku malas menjelaskannya."

Memotong kata-kataku dengan nada santainya, Rord yang sedang duduk di sebelahku pun menunjuk ke suatu arah.

Tanpa ada maksud tertentu, pandanganku pun langsung tertuju pada arah yang ia tunjuk.

"A–Ha–Ha–Ha–Ha..."

"Yo–Yoruka?"

"Dasar, gadis kecil yang nakal."

Tidak memahami apa maksud dari ucapan Rord, aku memasang ekspresi bingung.

"Harus mulai dari mana, ya..."

"Dasar. Kalau sudah tahu akan begini. Seharusnya kau tidak perlu membius kami dari awal dan tidak perlu repot-repot melakukan ini."

"Ma–Maaf, maaf."

A–Ada apa ini sebenarnya? 'membius'? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.

Apa Yoruka telah membius kami?

"Be–Begini, kak. Dikarenakan lokasi dari Desa Pohon yang terbilang sangat dirahasiakan dari dunia luar, kami pun terpaksa harus membius kalian."

Aku duduk bersila dan mendengarkan penjelasan dari Yoruka.

"Yah, kakak pasti paham, 'kan? Kami tidak bisa membiarkan orang luar tahu mengenai cara untuk masuk ke dalam desa. Memang terasa mencurigakan karena memakai metode seperti ini, tapi kami terpaksa untuk melakukannya. Jadi, aku minta maaf sebesar-besarnya karena telah memakai cara yang tidak baik seperti itu!"

Membungkukkan badannya, Yoruka meminta maaf padaku.

Berdasarkan perkataannya yang barusan, sepertinya ia juga telah melakukan hal yang sama pada Rord.

Yah, bukan rahasia namanya kalau itu bukanlah sebuah rahasia. Aku bisa mentoleransi perbuatannya.

Tetapi, tetap saja itu terlalu berlebihan! Aku bahkan sempat berpikir jika ia adalah seorang bandit atau semacamnya dan ingin merampok kami.

Namun, kurasa itu juga akan percuma saja, karena sebenarnya tidak ada yang dapat untuk dicuri dari kami.

Sedikit sedih untuk mengatakannya, tapi itu adalah sebuah kenyataan.

"Yah, yah, aku paham posisimu. Aku bisa mentoleransikannya. Ngomong-ngomong soal membius, apa yang kau maksudkan dengan itu?"

Dari apa yang kutahu, seharusnya obat semacam bius masih belum ditemukan di era ini.

Sesuatu macam apa yang sebenarnya ia gunakan?

"Ah, itu. Kami menggunakan ramuan khas dari desa. Kami menggunakan ramuan itu jika suatu saat sedang tidak bisa tidur."

Apa mungkin yang ia maksudkan adalah semacam obat penenang...?

Kalau dipikir-pikir, ini adalah dunia lain, sih. Bukan masa lalu dari bumi, jadi mungkin-mungkin saja semua hal bisa terjadi.

"Yah, mau itu ramuan khas ataupun ramuan khusus, tetap saja itu tidak akan mempan kepadaku, sih!"

Beranjak dari duduknya dan melangkah naik ke salah satu peti yang ada di dekat kami, Rord meneriakkan fakta tersebut dengan sombongnya.

"He–Heeh..."

Aku tahu jika dirinya memang terlahir spesial, tapi apa dia benar-benar perlu memamerkannya di sini?

"Tetapi, itu benar juga. Aku penasaran kenapa Kak Rord tidak ikut pingsan juga sama seperti yang lain."

Oi, oi, jangan malah memujinya, gadis kecil...

"–eh? Tunggu sebentar. Kau tidak pingsan juga...? Apa itu benar? Bagaimana bisa?"

"Ya! Apa kau terkejut? Yah, itu hanya hal biasa, sih. Ramuan seperti racun takkan pernah mempan pada iblis murni."

"Iblis?"

Memangnya ada perbedaan di antara makhluk seperti iblis murni dan yang setengah-setengah?

"Ya! Aku adalah makhluk yang sempurna! Makhluk biasa seperti kalian para manusia mana mungkin bisa menandingi ketahananku sebagai iblis yang agung!"

Mulai, mulai...

"Ah, ngomong-ngomong, di mana Lucia? Apa dia sudah bangun terlebih dahulu daripadaku?"

"Tidak, dia masih tak sadarkan diri."

"Eh? Terus, di mana dia?"

"Di sampingmu."

"Huh? Eh!? Ke–Kenapa kalian–"

–tidak, bukan itu! Sejak kapan dia di sini? Aku sama sekali tidak menyadarinya keberadaannya.

Tidur dengan pulasnya begitu ... kurasa, meskipun kau memiliki gelar pahlawan atau semacamnya, saat kau tidur, kau pasti akan jadi lemah dan tak berdaya layaknya seperti orang biasa pada umumnya.

Itu benar, itu benar, dan nampaknya logika itu sepertinya juga berlaku pada dirinya.

Yah, sesempurna apapun makhluk itu, mereka pasti juga butuh istirahat.

Aku melihat Lucia yang tidur di atas lantai kayu yang kelihatannya tidak nyaman.

Merasa itu akan menganggunya, aku memindahkan dirinya agar dapat tidur dengan lebih nyaman di pangkuanku.

Ini terasa ilegal untuk melakukannya pada seseorang yang tidak kau kenal, tapi ... aku mengenalnya.

"Yah, apa boleh buat juga karena kalian kalian sudah sadarkan diri, untuk sekarang, tolong nikmati saja perjalanannya."

"Kau dengar itu, Rord? Duduklah. Hanya karena kastamu itu tinggi, tapi bukan berarti kau bisa berdiri begitu terus."

"Hmph! Mengapa aku harus menuruti perkataanmu– u–uwegh"

Kesulitan untuk menahan keseimbangan karena tanah yang tak rata, ia segera turun dari atas peti yang sedang ia pijaki.

"Lihat, 'kan? Kereta ini dari tadi berguncang-guncang, kau tahu dirimu malah akan berakhir jatuh jika kau melakukannya lagi, 'kan?"

"Ba–Baiklah ... dasar, aku juga tahu soal itu."

Mematuhi perkataanku dengan ekspresi cemberut terlukiskan pada wajahnya, Rord pun segera turun dari atas peti dan duduk di hadapanku.

Menyambut Rord yang baru saja kembali duduk di sebelahnya, Yoruka tersenyum dengan tulus seolah-olah memang sudah menunggu kedatangannya.

"Dasar, dia memang kekanak-kanakan sekali..."

Bagaimana kalau kau benar-benar jatuh?

Selesai memikirkan hal itu, aku melihat ke pemandagan di sekitar kami.

Mau ke manapun aku memandang, hanya pohon-pohon hijau berukuran super besarlah yang dapat kujangkau.

Suasananya terasa cukup mirip dengan The Great Demon Forest, apa mungkin mereka bersaudara?

Itu benar, di hutan yang sebelumnya, pohon-pohonnya tidaklah terlalu jumbo seperti ini.

"..."

Aku melihat ke arah Rord, setelah itu ke Yoruka, dan setelah itu ke gadis yang ada di pangkuanku.

Melihati mereka sebentar, aku menyadari sesuatu.

Karena kelihatannya kami semua sedang ada di sini sementara kereta ini masih berjalan, itu artinya...

Itu benar, mungkin seseorang dari kawanan Yoruka lah yang menyetir benda ini.

Apa dia juga berasal dari desa pohon?

Ternyata dia kemari tidak sendirian, toh.

Aku sedikit penasaran mengenai siapa orangnya.

Dia pasti adalah orang yang telah membius kami.

"..."

Tetapi ... tanahnya terlalu berguncang.

Bagaimana dia bisa tidur dengan nyenyak seperti ini...?

Melihati Lucia yang ada di pangkuanku, aku memikirkan itu.

Meskipun begitu ... walaupun tanpa membius kami juga, dari awal saja kami seharusnya tidak akan bisa hapal rute untuk masuk ke dalam desa itu.

Maksudku, bahkan walaupun kau punya memori super, aku tetap akan ragu jika kau bisa mengingatnya karena bentuk dari jalan yang dilalui sangat mirip antara satu sama lain.

"Oh, ya, benar juga. Ngomong-ngomong, berapa lama aku sudah tak sadarkan diri?"

"Hmm, tidak terlalu lama, sih. Mungkin hanya sekitar satu setengah jam saja."

Satu setengah jam? Tidak, tidak, itu waktu yang cukup lama, tahu, Tuan Putri.

Tetapi, mengapa aku bisa bangun lebih dahulu daripada Lucia?

Apa mungkin dosisnya memang dibuat berbeda untuk tiap orangnya?

"Hey, Yoruka. Aku ingin bertanya. Ramuan yang kau sebutkan tadi ... biasanya, untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan, apakah terdapat suatu perbedaan pada efeknya? Maksudku, aku yang seharusnya lebih kelelahan entah bagaimana caranya bisa bangun lebih dulu daripada Lucia yang masih prima."

"Kalau kakak bilang begitu, sepertinya memang benar jika ada yang aneh."

"Eh?"

Aku punya perasaan buruk soal ini.

"Agak sulit untuk dijelaskan karena aku juga tidak tahu mengapa. Tetapi, sebenarnya kami bahkan belum pernah menggunakannya pada manusia. Malahan, ini adalah pertama kalinya."

"Uwegh!? La–Lalu, apakah akan ada efek sampingnya jika ramuan tersebut diminum oleh manusia seperti kami?"

Yoruka menaruh tangannya ke dagu sembari melihat ke atas sembari mengingat-ngingat. Hal yang biasa dilakukan untuk tiap orang.

"Emm ... seharusnya sih tidak ada. Ramuan itu sudah dirancang secara khusus sejak dahulu kala. Jadi, aku sedikit meragukannya, jika akan memberikan efek samping pada manusia."

Apakah itu benar...?

Aku tidak akan berubah menjadi serigala atau semacamnya, 'kan?

Aku mengecek-ngeceki sekitaran badanku sembari berpikiran negatif.

"Jangan panik begitu, dong, Simp. Tenang saja. Mau kau akan jadi anjing atau semacamnya, aku tetap akan memeliharamu dengan baik, kok."

"Jangan mengatakan sesuatu yang menyeramkan begitu, oi!"

Dan juga, apa aku benar-benar serendah itu sampai-sampai perlu untuk dipelihara? Maksudku, bukankah aku sudah jadi anjing yang baik?

Eh, tunggu–

Tadi dia bilang '–pada manusia–', apa itu artinya, para penghuni desa tersebut bukanlah manusia...?

Aku jadi semakin penasaran soal mereka ... apa memang benar 'elf'?

Kalau aku menanyakannya sekarang, itu tidak akan membuatku terkejut nantinya. Lebih baik aku simpan saja hal tersebut sebagai sebuah kejutan.

Yah, tidak ada kemungkinan lain yang tersisa selain suku elf, sih.

Kalaupun ada, palingan hanya makhluk pohon yang tidak jelas bentuknya.

Tetapi, kalau bisa, aku ingin elf yang muncul. Maksudku, bukankah ini dunia lain? Seharusnya makhluk fantasi seperti elf lah yang muncul di awal-awal.

Lagi pula, aku juga penasaran soal bentuk telinga para elf. Rord pernah menyinggung jika bentuk telinga miliknya terlihat sedikit mirip dengan para elf.

Padahal, pada awalnya aku mengira jika ia memiliki bentuk telinga yang sama dengan para elf.

Itu benar, mereka sama-sama 'panjang'.

Mengatakannya seperti itu, membuatku semakin penasaran soal penduduk 'desa hutan' ini. Aku jadi semakin tidak sabar untuk sampai ke sana.

Sesampainya di sana, aku akan segera meminta dokter elf canrik yang ada di sana untuk menyembuhkan luka-lukaku.

"Mengenai waktu sampainya, kira-kira, apakah masih lama, Yoruka?"

"Yah, seharusnya sih tidak lama lagi. Jadi, mungkin kalian masih bisa bersantai untuk waktu yang cukup lama."

"Kau mengatakannya seolah-olah kami akan menghadapi suatu ancaman yang besar saja..."

"–e–emm–?"

Sedikit pemberontakan terasa di bagian bawah tubuhku, nampaknya kesadaran Lucia mulai kembali.

Beranjak dari pangkuanku dan duduk dengan sendirinya dengan perlahan, ia mengusap-ngusap kedua matanya.

"Selamat pagi, apa tidurmu nyenyak?"

"A–Apa...? Ini ada di mana...?"

Menanyakannya dengan wajah yang terlihat kantuk, Lucia meregangkan lengannya.

Dengan keadaan masih setengah sadar, Lucia menatap wajahku.

Terlamun selama beberapa detik, ia lalu beralih pada wajah Rord.

Beberapa detik setelahnya, ia pun melakukan hal yang sama lagi. Namun, kali ini tentunya dengan Yoruka.

Masih belum cukup melakukannya, kini, ia pun kembali kepadaku.

"Benar juga! Daripada tidak ngapa-ngapain, bagaimana jika kita bermain sebuah permainan dari desaku saja?"

Mengucapkannya dengan wajah penuh semangat, Yoruka memulai sesuatu.

"Oi, oi, mengapa kau malah mengajak kami untuk bermain? Apa kau tidak lihat jika dia saja masih setengah sadar seperti ini."

"Tidak ada salahnya, 'kan...? Lagi pula, akan sangat bosan rasanya jika kita hanya diam-diaman saja saja selama perjalanan."

Yah, itu memang benar, sih. Jujur saja, aku bahkan sekarang sedang sangat kebingungan ingin melakukan apa.

Memasang ekspresi malas pada wajahku, aku pun menghindari topik dengan berkata:

"Aku tidak ingin ikut-ikutan, kau mungkin bisa mengajak Rord saja."

"Mmm ... bagaimana? Kak Rord? Ingin bermain?"

Mengintip dengan salah satu mata tertutup, Rord pun menerima tawaran dari Yoruka.

"Tidak ada salahnya juga, 'kan? Bukankah yang membuat seru sebuah perjalanan adalah hal-hal yang terjadi secara acak seperti ini?"

Tersenyum saat mengatakannya seolah-olah baru saja membuat kata-kata yang terdengar cukup bijak, Rord menyeringai diriku.

"..."

Gadis ini ... apa dia baru saja mengejekku secara tidak langsung...?

Sepertinya begitu ... tatapan merendahkan dari dirinya seolah-olah berkata: "Yah, orang yang tidak memiliki kehidupan tidak akan mengalami event seperti itu, sih." seperti itu padaku.

"Si–Simp? Kita ada di mana?"

"Hm? Kalau kau ingin tahu, pergi main saja dengan mereka terlebih dahulu. Setelah itu, aku akan memberitahu."

"Ba–Baiklah..."

Masih dalam keadaan yang sama, Lucia luntang-lantung dan duduk di sebelah Rord.

"Permainan macam apa yang ingin kita mainkan?"

"Benar juga, kita harus menentukannya terlebih dahulu. Apa kakak punya saran?"

"Meskipun kau memintanya padaku, jujur saja aku tidak terlalu paham soal permainan tradisional yang bukan dari konsol game, tahu."

"Konsol game? Apa itu?"

Dia itu ... berbicara tentang tidak memiliki kehidupan...

"Oh! Aku tahu sebuah permainan! Aku tidak tahu nama aslinya, tapi aku menyebutnya sebagai ... itu benar, 'Dua Jempol'!"

Dia ... pasti baru saja memikirkan nama itu.

Itu benar, berhenti selama kurang lebih sekitar tiga detik sebelum ia kembali melanjutkan kata-katanya.

Mengulurkan kedua jari jempol dari masing-masing tangannya, Rord meneriakkan nama permainan tersebut.

" 'Dua jempol'? Aku belum pernah mendengarnya. Permainan macam apa itu?"

Mendekatkan diri ke Rord untuk melihat gestur tangannya disertai dengan wajah penasaran, Yoruka menanyakan soal permainan itu.

"Dengar, ya. 'Dua Jempol' adalah sebuah permainan di mana para pemain mendapatkan masing-masing giliran untuk menyebutkan sebuah bilangan angka sesuai dengan prediksi jempol yang diangkat. Yah, kau bisa menyebutnya dengan 'Angkat Jempol' atau semacamnya, itu tidak masalah. Memang terdengar sedikit rumit di awal, tapi kau pasti akan terbiasa setelahnya."

"Ada berapa jumlah pemain di permainan?"

"Dari apa yang kutahu, kau bisa memainkannya lebih dari dua orang. Namun, saat sedang bermain, kau harus memastikan agar jumlah angka yang kau ucapkan tidak melampaui batas jempol seluruh pemain."

"Oh, aku paham, aku paham. Jadi, semisalkan kita memiliki tiga orang pemain, maka artinya akan ada enam jempol sehingga angka nol sampai enam bisa disebutkan. Sementara yang selebihnya tidak akan bisa."

"Ya, itu benar. Agak cukup aneh untuk dijelaskan karena sebenarnya ini adalah permainan yang sangat simpel. Tapi, kira-kira benar seperti yang kau katakan. Apabila angka yang disampaikan sesuai dengan jempol yang terangkat oleh pemain lainnya termasuk diri sendiri, maka salah satu ibu jari bisa diturunkan. Jika keduanya sudah tidak berdiri, artinya orang tersebut telah memenangkan permainan. Dan sebaliknya, mereka yang kalah adalah pemain yang masih memiliki jempol yang tersisa, baik itu hanya satu ataupun dua."

"Jadi begitu, jadi begitu, aku paham."

"Nah, mari langsung kita mulai saja ... permainannya!"

"..."

Sejak kapan mereka bisa jadi seserius ini saat sedang menyangkut sebuah permainan...?

Menaruh telapak tanganku ke dagu untuk bersantai, aku mengatakannya di dalam hati kecilku.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C44
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login