Download App
1.17% Patner For Love / Chapter 2: 2. Gadis yang Dingin

Chapter 2: 2. Gadis yang Dingin

Pada ketinggian pada ketinggian 36.000 kaki, tengah terbang di langit Seoul. Awana tengah duduk sambil memakai Earphone miliknya serta membaca sebuah majalah. Beberapa saat kemudian terdengar suara pengumuman.

"Kepada para penumpang, pesawat sebentar lagi akan mendarat di Bandara Incheon. Silahkan mengunakan pakaian musim dingin kalian masing-masing," bunyi pengumuman itu.

Benar saja, tepat di bawa sana terlihat sebuah negara memiliki empat musim. Salju masih terlihat, menutupi jalanan menandakan jika saat ini tengah musim dingin. Menyadari jika di luar sana pasti dingin, wanita yang sejak tadi memakai Earphone memiliki mengunakan mantel musim dingin miliknya kemudian keluar dari dalam pesawat.

"Awana Veen Leona," panggil seorang pramugari membuat wanita yang baru saja akan keluar itu menghentikan langkah kakinya. "Dompet anda," ucap pramugari itu.

Pakaian yang begitu santai berbalut mantel musim dingin, Awana pun mendekat dan mengambil dompet yang hampir saja ketinggalan dalam pesawat.

Pemandangan yang cukup asing bagi wanita berkulit asia itu. Di depan matanya begitu banyak turis di Airport yang datang ke Negeri Gingseng tersebut, baik yang baru saja datang ataupun yang akan meninggalkan negeri itu.

Awana menarik koper miliknya dan naik sebuah taksi menuju apartement yang akan ia tempati selama di Korea Selatan.

Dari dalam mobil, ia bisa melihat beberapa orang yang tengah berjalan sesekali meniup tangannya karena dingin. Ada pula keluarga yang tengan bermain bola salju serta membuat boneka salju. Suasana natal masih terasa di negara itu terlihat dari lampu natal yang masih terpasang di sepanjang jalan kota Incheon.

Ketika ia tengah asik menikmati pemandangan musim dingin, Awan dikejutkan oleh sebuah telpon masuk ke dalam ponsel miliknya.

"Hei, kau di mana?" tanya sebuah suara milik seorang pria dari seberang telpon.

"Jalan," jawab Awan sekadarnya saja.

"Jalan mana? Kau pikir jalan ini hanya satu saja?"

"Menuju Seoul,"

"Yak …." Pekik pria itu membuat Awana menjauhkan ponsel dari telinganya. "Bukankah aku menyuruhmu menungguku? Sudah aku katakan, jika aku menjemputmu?"

"Aku tidak ingin menunggu karena itu aku naik taksi,"

"Cepat kirim di mana posisimu, aku akan menjemputmu," ucap pria itu sambil masuk ke dalam mobil.

"Ajusshi, bisa turunkan aku di sana?" tunju Awana ke sebuah restoran.

"Ye," jawab pria itu mengikuti apa yang dikatakan Awana padanya.

Setelah menyerahkan beberapa lembar uang, Awana masuk ke dalam restoran menunggu pria yang ingin menjemputnya.

Beberapa saat kemudian sebuah mobil berhenti tepat di restoran, sejenak menatap ke arah Awana yang saat ini tengah duduk menikmati secangkir kopi hangat.

"Apa kau tidak bisa menungguku sebentar saja?" tanya pria itu setelah mendekat ke arah Awana.

Hanya ada senyum diukir oleh Awana saat pria itu tengah mengomelinya.

"Maaf," ucap Awana mengunakan bahasa korea.

Pria itu hanya menghela napas kasar.

"Ayo, aku akan mengantarkanmu ke apartement," kata pria itu lagi.

Walaupun wanita yang saat ini dia hadapi bersikap dingin tapi ia tidak bisa membiarkan Awana sendiri di tempat itu.

"Profesor, aku …"

"Sudah, diam saja. Ayo ikut," kata pria yang dipanggil Profesor oleh Awana-Profesor Kim Lee Dan.

Professor Kim menarik koper milik Awana kemudian memasukannya ke dalam bagasi mobil miliknya.

"Aku sudah mengambil kartu pengajarmu, aku menaruhnya di atas meja," kata Profesor Kim kemudian menghidupkan mesin mobil.

Sepanjang jalan, bangunan menjulang tinggi terlihat. Negara dengan begitu banyak perusahan, negara yang begitu banyak anak remaja masa kini sukai, dari segi wisata dan juga drama apalagi dengan para artis dan aktornya tidak terlepas dengan para boyband dan girlband.

Awana melihat agenda yang harus di lakukan disaat dia datang ke Seoul begitu padat membuat gadis itu tak memiliki waktu untuk bersantai lebih awal dari pada yang kubayangkan.

"Kita sudah sampai di Apartement," kata Profesor Kim pada Awana.

Awana melihat tiang-tiang bangunan bawah tanah begitu kokoh seperti yang sering di lihatnya di drama korea. Beberapa orang terlihat keluar masuk parkiran. Sebuah negara yang damai menurutnya.

Dengan bantuan Profesor Kim dengan muda Awana berada di apartement. Sebuah ruangan dengan ruangan yang cukup besar, dan satu kamar tidur, tempat masak dan juga kamar mandi.

Gadis itu merebahkan badannya di atas sofa untuk menghilangkan perasaan lelah setelah melakukan perjalanan jauh. Memejamkan mata, hingga membuatnya terbuai ke dalam alam mimpi.

"Maaf, meninggalkanmu sendiri," terdengar seseorang berbisik tepat ditelinganya hingga membuatnya terbangun dari tidurnya.

Nafasnya begitu berat terdengar. Segera di raihnya sebuah botol obat di dalam tas miliknya, dan meminumnya. Sejak hari itu, gadis itu harus mengomsumsi obat, setiap kali nafasnya menjadi sesak.

Terlihat sebuah amplop besar berwarna coklat diatas meja. Dan sebuah memo di atasnya.

"Ini berkas yang kau butuhkan, aku telah menyiapkannya untukmu. Di kulkas ada makanan, temui aku nanti," bunyi pesan tersebut.

Awana melihat isi file tersebut, kemudian di letakkannya kembali di atas meja. Awana melihat jam menunjukan pukul 13.30pm, dia mantel yang tadi di pakai oleh ya, dan pergi keluar.

Menyusuri jalanan yang masih di penuhi dengan salju. Sebuah taksi berhenti tepat di depannya, karena gadis itu telah memesan taksi.

"Ajjushi . Universitas Nasional Seoul," katanya pada sopir taksi tersebut.

"Ye," jawab sopir taksi tersebut.

"Tapi… Tolong, antarkan saya lebih dulu ke tempat alat komunikasi dekat sini,"

Awana membuka kaca mobil, hingga hawa dingin masuk melalui jendela mobil itu. Walaupun cuacanya dingin, namun tubuhnya masih tetap hangat. Sebuah buku catatan berwarna biru menemaninya. Rasanya Tidak pernah di tinggalkan olehnya.

Hawa dingin, ibarat rindu yang datang kemudian pergi. Kadang membuat kita nyaman, teduh hingga terbuai didalamnya. Terkadang pula membuat kita tersiksa karena kehadirannya. Jikalau memiliki seseorang untuk meluapkan rasa rindu, pastilah bagus. Namun, ketika tak memiliki seseorang rasa rindu semakin mencengkam di dalam hati hingga membuat nafas seakan direnggut oleh rasa rindu yang menyiksa.

Kenangan ini menyiksaku. Bercampur aduk dengan perasaan rindu. Sebuah alunan lagu, ku putar. Walau ku tahu, jika rinduku tak akan hilang hanya karena memutar sebuah lagu.

Gadis itu terbuai dalam alunan lagu, dan membatin sambil menikmati udara dingin yang masuk ke dalam mobil.

Manusia terkadang tidak bisa di perkirakan apalagi ketika membahas sebuah perasaan yang tak ada habisnya dibahas oleh dunia. Ketika mereka merasakan sakit, mereka akan melampiaskan rasa sakitnya. Ketika mereka merindukan seseorang yang tak bisa dia lihat, dia akan terus mengulang kenangan bersama orang itu di memori otaknya. Ilusi? Bisa dikatakan seperti itu. Karena itu, adalah cara untuk mengecilkan rasa sakit karena merindukan seseorang. Lucu bukan?

Bersambung …


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login