SAHABAT BARU, DAN PETUALANGAN PERTAMA
Setelah selesai makan siang, kami diperbolehkan istirahat, besok barulah kegiatannya dan entah apa itu. Apa semacam mos ? entahlah. Kami kembali ke kamar dan ponsel ku berbunyi dan itu dari kedua orang tuaku. Sebenarnya ponsel dilarang dan tapi boleh di gunakan, artinya ponsel hanya di gunakan di asrama saja tidak di sekolah atau diluar sekolah apalagi selfie.
Kami tahu dan menyadari karena ini sekolah sihir serta sangat rahasia dan harus seperti itu. Aku menjawab dan memperkenalkan para temanku dan mereka hanya bertanya keadaanku dan itu cukup. Kami beristirahat sambil duduk dan mengobrol satu sama lain. Waktu istirahat memang tidak boleh kemana-mana kecuali nanti pas jam pelajaran sekolah dimulai.
Ayumi, punya kekuatan element air dan angin, sedang Amora element Api dan Angin dan Silvia tanah dan api. Aku terkejut karena rata-rata mempunyai dua elemen seperti diriku. Begitulah makan malam sama menyenangkannya dari makan siang setelah itu kami kembali ke kamar masing-masing.
"Hei, itukan murid luar ? semakin banyak saja ya ?" aku mendengar mereka berbisik.
"Ada apa mereka berbisik kepada kita ?" tanyaku.
"Sudah tak usah dipikirkan !" jawab Silvia.
"Iya, mereka hanya iri !" ujar Amora.
Kami pun kembali ke kamar, dan mengobrol dan bercanda. Akhirnya malam pun tiba kami pun berpamitan untuk tidur, aku berbaring dan tak menyangka sudah mulai bersekolah kembali. Aku teringat teman-temanku di Indonesia, bagaimana sekarang mereka ? aku sudah mengirim surat kepada Rena dan Dina kalau melalui ponsel terlalu panjang untuk diceritakan. Aku pun tertidur.
---------------------
"Ana ... Ana ... bangun !"
Terdengar suara orang membangunkanku, ku buka mataku dan sempat linglung untuk sementara waktu. Tapi tersadar karena kini ada di asrama.
"Ana, ayo bangun! ini hari pertama sekolah !" teriak Ayumi.
"Iya Ayumi, aku sudah bangun !" jawabku.
Aku mandi dan memakai seragamku dan menatap ke cermin yang menempel di lemari. Dan aku keluar sambil membawa pakaian kotor ke kotak yang ada di dapur, ternyata semua melakukan hal yang sama.
"Ayo kita terlambat, kita harus ke gereja dan setelah itu makan pagi !" Seru Silvia.
Pintu di ketuk itu tanda harus berkumpul. Kami keluar dan berbaris kembali menuju gereja di samping sekolah.
"Walau kita seorang penyihir tapi berdoa tetap dilakukan !" ujar kak Julia.
"Maaf ka, apa ka Julia murid luar ?" tanya seseorang. Kak Julia melirik.
"Kalau iya memang kenapa ?" tanyanya.
"Anu kenapa mereka seperti iri dan tidak suka kepada kami ?" kak Julia menghentikan langkahnya semua terdiam.
"Tak usah, kalian perdulikan tentang hal itu! yang penting belajarlah yang giat !" lalu kak Julia melangkah pergi dan kami mengikutinya.
Kami masuk ke gereja yang cukup besar bisa menampung banyak murid, di sebelah kiri laki-laki dan kanan perempuan. Aku hanya diam dan mendengarkan saja. Setelah itu sarapan dengan makanan seperti biasa banyak pilihan. Sesudah makan kami menuju kelas kami masing-masing di bagi 2 kelas ternyata semua ada 60 siswa luar, 30 perempuan dan 30 laki-laki.
Aku dan Ayumi satu kelas ternyata, satu meja satu murid. Dan memang perempuan dan laki-laki di gabung menjadi satu. Tak lama masuklah seorang lelaki bertubuh pendek alias cebol, berkumis dan berjanggut.
"Selamat pagi, kenalkan aku Arnold guru dasar sihir! kalian orang luar mungkin sudah mempelajari sebelumnya! oleh karena itu aku ingin melihat sejauh mana kemampuan kalian !" begitulah guru pertama kelas kami adalah guru sihir dan itu sesuai dengan pelajaran pertama di buku sihir satu.
Satu persatu para murid mengeluarkan kempuan pengendalian benda, menggerakan sekaligus mengubah suatu benda. Sementara guru itu melihat dan menilai. Ada yang sudah hebat tapi ada juga biasa-biasa saja. Dan kini giliranku, benar kata nenekku aku satu-satunya seorang penyihir dari Indonesia.
"Karennina dari Indonesia ?" tanya guru, aku mengangguk.
"Tempat luar biasa, aku pernah pergi kesana! banyak tanaman obat disana !" puji guru Arnold. "Silahkan !".
Aku pun mulai menggerakan dan mengubah benda cair menjadi padat atau warna.
"Bagus, dibanding yang lain kamu lebih lembut tapi mempunyai kekuatan! kemarilah aku ingin melihat telapak tanganmu !" pinta guru, aku tertegun semua menatapku, kemudian aku mendekat dan memperlihatkan telapak tanganku. Dia terkejut.
"Oke, silahkan kamu duduk !" perintahnya, tanpa memberitahu apapun.
"Emang ada apa dengan tanganmu ?" tanya Ayumi, aku menggeleng.
"Oke, setelah aku menilai ada sedikit kesalahan dasar yang kalian pelajari tapi aku memaafkan karena kalian belajar sendiri jadi kita akan belajar lagi pelajaran dasar sihir lebih dalam lagi agar kalian fahami dan lebih baik !" jelas pak guru.
Setelah itu kami mulai belajar dasar ilmu sihir kembali, dari sejarah, macam ilmu sihir dan lainnya. Setelah itu kami istirahat, ada kantin khusus yang ada di tengah sekolah antara asrama laki-laki dan perempuan. Kantin ini hanya buka ketika sekolah saja dan pada waktu istirahat, ada banyak makanan.
---------------
Ketika sedang mengobrol kami dikejutkan dengan bayangan sapu terbang melintas dengan seseorang di atasnya, dan itu bukan hanya satu tapi banyak. Ternyata itu adalah olah raga sepak bola versi pernyihir hampir mirip dengan yang di film. Kami tertegun dan tak percaya. Menurut pak Arnold kami akan mempelajarinya juga. Bagi kami, orang luat itu terasa menakjubkan seperti dalam mimpi tapi nyata.
Olah raga itu hanya dilakukan oleh anak laki-laki dan ketika kami kembali ke kelas, melewati deretan piala kejuaraan dan para pemain serta para pemenang di dalam kemari kaca yang besar. Kami terkejut ketika mendengar jeritan para perempuan dan tampak para pemain yang tadi melewati kami termyata mereka menjadi idola para wanita. Dan aku melihat Mark diantaranya.
Rupanya sebagian besar murid lokal, sudah sekolah sihir sejak usia 12 tahun dan kami orang luar terlambat dan baru berumur 16 tahun belajar sihir secara baik dan benar. Kami pun masuk ke kelas, tapi hanya sebentar karena kami di bawa kekebun buah dan obat-obatan, gurunya seorang perempuan cantik tapi kami mendapat info kalau guru Isabel sudah berusia ratusan tahun tapi masih awet muda.
Kami diajarkan semua tumbuhan yang bisa menjadi obat atau sihir dan bentuknya macam-macam. Aku sendiri baru sebagian mengenalnya karena di rumahku peninggalan oma, dan disini sama komplitnya. Hanya butuh waktu untuk mempelajari semuanya. Setelah itu kami diberikan tugas untuk mencampur berbagai tanaman menjadi obat dan resepnya ada di perpustakaan, perkelompok tidak boleh sama.
Setelah pelajaran selesai, Ayumi dan aku ke perpustakaan dan ternyata pegawai perpustakaannya adalah mrs Olivia yang kemarin mengajakku kemari.
"Ana, bagaimana sekolahnya ?" tanyanya ramah.
"Baik mam, ini teman baruku Ayumi !" jawabku.
"Oh kalian di kelompok dari luar ya ?" aku mengangguk.
"Iya, mam !"
"Syukurlah, oke ada yang bisa aku bantu ?" tanyanya sambil tersenyum dan aku serta Ayumi memberitahu tugas yang diberikan.
"Oh itu ya! ayo ikut saya !" ajaknya dan kami mengikutinya sambil menjelaskan tentang perpustakaan disini. Kami tertegun tak di sangka perpustakaannya sebesar dan seluas ini.
"Ini deretan buku resep obat, dari yang ringan sampai berat kalian cari saja! oh iya kalau boleh kasih saran resep kecantikan saja !" ujarnya sambil menunjuk rak buku yang memanjang dan tinggi sekitar 12 tingkat. Aku dan Ayumi saling pandang.
"Terima kasih, mam !" jawab kami dan mrs Olivia pun pergi, sebenarnya kami terkejut karena perpustakaan ini sangat besar dan luas dan bukunya sangat banyak sekali.
Ketika akan mengambil buku, ada tangan lain dan itu anak cowok. Kami terkejut dan saling tatap.
"Tunggu, ini buku milik kami !" ujar anak lelaki dan itu dari kelas kami.
"Serius !" tanya Ayumi tenang.
"Tentu saja !" jawab lelaki berambut pirang.
"Itukan tentang kecantikan, dan kalian cowok !" ujar Ayumi.
"Yu jin sudahlah kita cari yang lain saja !" ucap teman di sampingnya.
"Hasan sudah, mau kecantikan atau apa aku tidak perduli! ayo pergi !" ternyata lelaki yang ternasuk ganteng itu dari Korea sedang temannya dari Malaysia.
"Huh dasar, sombongnya !" ucap Ayumi sebal, akhirnya kami mengambil resep obat ringan dan kami pun pergi untuk menyewa buku itu.
Bersambung ...