Di sebuah pedesaan di Bali, seseorang berpakian hawai sedang bersantai di bawah sawung di tengah sawah seraya menikmati segelas es kelapa dengan beberapa camilan disampingnya. Ia tersenyum menatap langit biru itu seraya menghelakan nafasnya menikmati udara segar dari sawah tersebut. "Nikmat tuhan mana lagi yang kau dustakan."
Lalu dari kejauhan, seorang laki-laki paruhbaya berlarian datang menghampirinya seraya membawa koran terbaru di tanganya. "Tuan Rian, ada berita terbaru yang mungkin berhubungan dengan kasus The Blue Bird Murder." Ucap pria paruhbaya tersebut seraya memberikan koran terbaru itu kepada pria yang sedang bersantai di bawah saung.
Pada koran terbaru yang dibawanya itu terdapat berita utama yang menjadi halaman utama koran tersebut, dan berita itu adalah tentang kematian Gubernur Jakarta.
Memang pada berita di koran tersebut tidaklah mengatakan bahwa Gubernur meninggal karna terbunuh, melainkan ia diberitakan meninggal karna serangan jantung. Namun Rian Alfarizi sebagai detektif swasta terbaik se-Indonesia mengetahui kebenarannya. Ya, ia tau bahwa Gubernur meninggal karna dibunuh bukan karna serangan jantung atau apapun itu. Ia tahu bahwa itu semua hanyalah alasan yang kepolisian berikan agar tidak terjadi sebuah kepanikan di masyarakan yang nantinya akan menimbulkan efek domino di masyarakat.
Rian bisa mengetahui itu semua karna Rian sebetulnya selalu memantau kasus Blue Bird ini, karna itu merupakan kasus yang unik dan sangat menarik perhatiannya, namun ia belum turun tangan karna ia merasa belum saatnya untuk dia menangani kasus tersebut. Namun dengan kematian Gubernur ini, ia merasa sepertinya sudah waktunya untuk dia ikut campur dalam kasus ini.
Rian sudah bisa mengira-ngira akan kematian Gubernur sejak ia menerima laporan dari orang kepercayaannya di satuan kepolisian, orang kepercayaan Rian itu mengirimkan sebuah gambar lukisan, yaitu lukisan milik Ian Roberth yang beberapa waktu lalu disita oleh Vivian dan juga sebuah teka-teki dari Origami yang telah ditinggalkan oleh Blue Bird Murder tersebut. Ternyata sama seperti Vivian, Rian juga menebak bahwa Gubernur akan menjadi target selanjutnya dari Blue Bird.
Rian, pria yang sedang bersantai di bawah saung itu tiba-tiba berdiri dan kemudian ia tersenyum kembali seraya menatap langit yang sangat terik pada siang itu. "Setelah 1 tahun dia tak muncul akhirnya dia muncul kembali." Sahut Rian yang berpakaian hawai.
Rian kemudian memberikan kembali koran tersebut kepada Pria tua disebelahnya. "Dan sepertinya ini waktu yang tepat buat dia merasakan indahnya pemandangan dibalik jeruji besi." Ucap Rian seraya tersenyum percaya diri menatap pria tua itu. Rian kemudian pergi dari tempat itu.
Seraya berjalan pergi menjauh dari saung tersebut ia kemudian menyuruh pria paruhbaya itu untuk menelpon seseorang. "Pak Ridwan, tolong kabari markas pusat, jika aku akan ikut membantu menangani kasus ini." Pinta Rian seraya berjalan meninggalkan saung tersebut.
Rian Alfarizi, dia adalah seorang detektif swasta yang sangat hebat. Beberapa kasus besar sudah ditanganinya, mulai dari pembunuhan, pencurian, pemalsuan, penggelapan dana, sampai penipuan skala besar sekali pun. Rian adalah anak dari mantan Kepala Kepolisian yang bernama Wijaya Kusuma, dia adalah salah satu orang yang paling dihormati di kepolisian berkat jasa-jasanya pada masa pengabdiannya.
Ayah Rian pada dasarnya menyuruh Rian untuk bekerja di kepolisian agar dapat menggantikan dirinya di sana, namun Rian bukanlah ayahnya, dia selalu mempunyai caranya sendiri untuk melakukan sesuatu. Itu semua karna Rian mempunyai pandangannya sendiri tentang keadilan yang mana ia menganggap bahwa prinsipnya itu tidak sejalan dengan kepolisian, maka dari itu ia lebih memilih menjadi detektif swasta.
Rian adalah seseorang laki-laki dengan tubuh proposional, tingginya sekitar 170cm, rambutnya hitam pendek, kulitnya cukup putih untuk seorang laki-laki. Lalu bola matanya hitam namun sangat indah untuk dipandang, dagunya agak sedikit lancip, wajahnya pun bersih tanpa ada bulu sama sekali yang tumbuh di sana. Itu semakin menambah daya tariknya. Ia benar-benar sangatlah tampan, terlebih untuk ukuran orang-orang Indonesia pada umumnya. Terbukti dari banyaknya wanita yang menaruh perhatian kepadanya, namun dikarnakan kesibukanya, Rian tak pernah sama sekali terpikirkan akan hal tersebut.
Meski dirinya sangatlah cerdas serta pintar, namun dirinya bukanlah orang terpelajar. Ia hanya sebatas lulusan SMA saja, ia tidak pernah melanjutkan pendidikannya kejenjang yang selanjutnya. Waktu yang seharusnya ia gunakan untuk kuliah, ia gunakan untuk bekerja. Baginya ia akan lebih mudah belajar dengan melakukannya, melakukan hal yang ia inginkan. Ya, Rian sudah menjadi detektif sejak masih remaja. Semasa SMA ia seringkali membantu ayahnya menyelesaikan beberapa kasus yang cukup menyulitkan ayahnya, namun dengan bantuan Rian, itu semua tidak sesulit apa yang ayahnya bayangkan. Mulai dari situlah ia menginginkan menjadi seorang detektif, dan akhirnya setelah ia lulus SMA, ia pun lalu menjadi detektif swasta dengan tanpa gelar apa pun. Namun itu tak masalah untuk Rian, ia membuktikan bahwa ia bisa tanpa semua itu.
Namun seperti anak muda pada umumnya, Rian menyukai pakaian dan barang-barang yang menurutnya terlihat keren. Ya, Rian tidaklah mati gaya, ia selalu mengikuti perkembangan zaman, termasuk gayanya berpakaian sekalipun.
25 Oktober 2019
Rian sudah berada di Jakarta, sesampainya ia di Jakarta, ia pun langsung menuju kantor pusat kepolisian, ia kesana untuk menemui kepala kepolisian yang bernama Joko. Rian dan Joko memiliki hubungan yang cukup dekat, itu dikarnakan Joko adalah orang kepercayaan ayahnya. Joko seringkali pergi kerumah Rian untuk melaporkan sesuatu kepada ayahnya, dan dari situlah mereka mulai dekat, sebetulnya sama seperti ayahnya, Joko menginginkan Rian untuk bergabung dan bekerja di kepolisian. Namun apa daya, Rian tidak pernah menginginkan hal tersebut.
Hari itu akhirnya mereka dipertemukan kembali setelah sekian lama mereka tidak bertemu, seketira 2 tahun lamanya Rian tidak pernah bertemu dengan Joko dikarnakan ia yang pindah ke Bali 2 tahun silam.
Dengan menggunakan kupluk hitam bertulisan suplem, dengan kaus putih polosnya yang dibalut dengan sebuah hoodie hitam yang bertuliskan 'Imagine'. Ia juga menggunakan celana denim berwarna navynya dan juga sepatu Naik Aernya, serta tidak lupa juga jam tangan dengan harga milyaran di pergelangan tanganya, ia datang dengan begitu stylish. Ia benar-benar terlihat kekinian sekali saat itu.
Kedatanganya ke markas besar kepolisian benar-benar menjadi perbincangan seluruh pekerja yang berada disana, termasuk cleaning service sekalipun, itu dikarnakan Rian yang begitu terkenal dikalangan kepolisian. Namun sayangnya ia bukan dikenal akan kehebatanya oleh orang-orang disana. Melainkan dikarnakan pandanganya yang menurut para anggota kepolisian adalah sesuatu yang menggelikan. Itu karna Rian selalu berpendapat bahwa polisi selalu bermuka dua, mereka hanya menginginkan uang,uang, dan uang. Menurut Rian, para polisi tidak pernah memikirkan masyarakat sama sekali, mereka hanya melakukan tugas hanya karna uang saja, maka dari itu Rian juga sering mengatakan bahwa polisi seringkali menerima suap sana sini, agar mengamankan kepentingan orang-orang kalangan atas, karna itu jugalah Rian menolak menjadi anggota kepolisian dan lebih memilih bekerja sendiri sebagai detektif swasta.
Selain menjadi topik pembicaraan yang paling hangat, kehadiraanya pun seketika menjadi pemandangan memuakan bagi para petugas kepolisian yang berada disana. Ketika Rian berjalan melewati mereka, mereka semua seketika memalingkan wajah mereka, dan tak sedikit dari mereka yang juga melakukan gestur meludah kepadanya, seketika Rian melewati mereka. Mereka semua sangat membenci Rian. Namun Rian tidak mempedulikannya, ia hanya terus berjalan seraya mendengarkan musik dari handphonenya melalu TWS miliknya.
Setelah sampai di depan ruangan kepala kepolisian, tanpa meminta izin atau pun membuat laporan terlebih dahulu kepada sekretaris yang berada di depan ruangan tersebut, Rianpun langsung menyelonong masuk kedalam dengan wajah tanpa dosa.
"Maaf tuan, Pak Kepala sedang ada tamu sekarang!, anda belum bisa masuk untuk sekarang tuan." Teriak sekretaris itu mencoba memperingati Rian. Namun Rian tetap tidak memperdulikannya dan tetap masuk kedalam.
Ternyata di dalam sudah ada Pak Kepala dan juga Vivian yang nampaknya sedang membicarakan suatu hal yang penting saat itu, itu terlihat dari bagaimana ekspresi terkejut mereka ketika Rian memasuki ruangan tersebut.
Untuk sesaat, seketika ruangan tersebut menjadi hening. Pak Joko tersenyum lebar menatap Rian seraya berkata. "Akhirnya kau datang juga Rian."
Dengan wajah datar Rian berkata. "Maaf, macet." Lalu kemudian ia pun berjalan kembali menuju kursi yang ada di depannya. Ia kemudian duduk tepat disebelah Vivian yang sedang menatapnya keheranan. Rian menoleh kearah Vivian menatapnya tajam seraya menjulurkan tanganya dan berkata. "Aku Rian, kamu ?"
Vivian lalu tersenyum simpul. "Vivian, salam kenal." Jawab Vivian seraya menjabat tanganya Rian.
"Salam kenal." Sahut Rian dengan wajah datar yang kemudian mereka berdua melepas jabat tangan tersebut. Lalu Rian menoleh kearah Pak Kepala Joko sedangkan Vivian, wajahnya memerah, tangannya sedikit gemetar dan jantungnya berdegup cepat, itu semua terjadi karna perasaanya saat ini sedang campur aduk, antara sedih atas kematian temanya Adam, dan juga senang akan pertemuanya dengan idolanya yaitu Rian Alfarizi.
Dan begitulah perkenalan pertama dari dua detektif terbaik di Indonesia saat itu, yang sepertinya mereka akan memulai kerjasama mereka dalam usaha untuk memecahkan kasus The Blue Bird Murder ini.