Sore itu disebuah jembatan biasa anak-anak muda kampung Parung Lengsir biasa nongkrong. Posisi tepatnya dipinggir pintu bendungan pinggir jalan kampung.
"Bet, jadi kaga malam ini kita nonton layar tancap?" Tanya Omed kepada Obet. Tangannya sibuk mengais-ngais kotoran bebek dipinggir bibir bendungan dengan menggunakan sebilah lidi. Tak jauh dari posisi mereka berdua, Rahok, Cikung dan Amud sedang asik memperhatikan setiap cewek yang lewat, sambil sesekali menggodanya. Udin sedang sibuk sendiri dengan motor Honda Astrea bututnya. Sedangkan si Jul sedang ngobrol serius dengan mang Abas.
"Jadi Atuh Med. Saya sudah siap dana nih, buat beli rokok kretek, minuman dan kacang kulit." Jawab Obet sambil membelakangi Omed. Tanpa disadari Obet, Omed dengan jahil mengoleskan hasil karya bilah lidinya ke pantat Obet.
" Coba kamu cek dulu, ada enggak duitnya. Kalo kaga ada, yah terpaksa kamu ada-adakan. Jangan sampai kaga ada." Oceh Omed.
Obet langsung merogoh dompet yang ia taruh dikantong belakangnya. Ia sempat mengelus-elus pantatnya yang rada-rada sedikit lengket.
" Lengket-lengket apaan ini?" Gumam Obet dalam hati. Ia langsung meraba-raba benda lengket yang menempel di pantatnya.
"Apaan ini?" Tanya Obet curiga sambil mengendus benda lengket tersebut.
"Sialan, kotoran bebek ini mah. Padahal sedikitpun saya tidak pernah menaruh pantat saya disini. Pasti ada yang jahil nih. Kampret, siapa juga yang iseng kurang kerjaan menaruh kotoran bebek dipantat saya." Caci makinya.
"Kamu yah Med!" Tuduh Obet. Omed langsung memasang wajah tak berdosa dihadapan Obet.
"Enak saja, jangan sembarangan nuduh dong. Dari tadi kan saya enggak ngapa-ngapain." Elak Omed sambil tangan kanannya sibuk menyembunyikan bilah lidih bermasalah tersebut.
"Jadi siapa dong?" Hardik Obet.
"Kamu Tanya sendiri saja sana sama yang punya kotoran." Jawab Omed dengan santai sambil menjauh dari Obet. Tinggal Obed sibuk membersihkan pantatnya sambil ngedumel-dumel sendiri. Udin yang awalnya sibuk dengan motor butut pemberian bapaknya langsung simpatik dan menghampirinya.
"Kamu buang-buang air besar di celana Bet. Masuk angin itu tandanya. Aduuuuh, udah kayak anak kecil aja. Cebok dulu gih sana di kali. Kebetulan saya punya minyak angin. Nanti saya kerokin deh." Celoteh Udin yang tidak tau cerita dengan polos. Dengan wajah merah, Obetpun langsung membalasnya dengan hardikan.
"Siapa yang buang-buang air besar. Dasar beleguk. Bapak kamu tuh yang buang-buang air besar. Sanaaa, kamu kerokin saja pantat bapak kamu yang burik itu."
Setelah itu Obet langsung menjauh dari Udin.
" Laaaah, kenapa bisa gitu. Padahal maksud saya baik mau menawarkan bantuan." Oceh Udin. Dirinya langsung melongo sendiri seperti ayam yang habis menelan karet. Rahok, Cikung dan Amud yang tadinya sibuk dengan aktifitas tak bermutunya, langsung tertawa melihatnya. Jul dan mang Abaspun langsung menyabarinya.
"Sabar Din, sabaaaaar. Sabar itu subur. Contoh lah bapak kamu yang penyabar itu. Saking sabarnya bapak kamu menghadapi rongrongan kamu, burik dipantatnya makin tumbuh subur." Oceh si Jul dengan cuek. Mang Abas langsung tertawa mendengarnya. Yang lainpun ikut tertawa. Sambil menggerutu Udin langsung pergi menjauh.
— New chapter is coming soon — Write a review