"tuan putri! Tolong buka pintu nya.."
"Tolong buka pintunya, tuan putri.."
"Tuan putri, anda baik-baik saja kah? Setidaknya jawab kami.."
"Putri, buka pintu nya, semua nya sedang khawatir."
"Tuan putri!! Tolong jawablah"
"Putri! Buka pintunya kami mohon"
Para pelayan sedang sibuk menggedor pintu kamar Violet yang tak kunjung terbuka, hal itupun membuat semua pelayan berpikiran buruk tentang kondisi Violet yang berada di balik pintu.
"Putri bukalah pintunya, kami mohon, tuan putri.."
Semua pelayan saling berpandangan dengan wajah gelisah, hal ini sudah mereka lakukan hampir satu jam.
Bahkan, Yang Mulia Ratu pun awalnya ikut menggedor pintu tuan putri mereka itu, namun mungkin karna sangking khawatir, yang mulia Ratu tiba-tiba saja pingsan.
Kini mereka benar-benar tidak tau harus berbuat apa, pasalnya mereka sama sekali tidak mendengar suara atau bahkan jawaban dari Violet, kekhawatiran mereka benar-benar membuncah sekarang.
"Kita harus apa lagi? Apa harus kita dobrak saja pintu nya?" Usul salah seorang pelayan.
"Kalian yakin kah? Pintu ini tidak akan mudah untuk di dobrak," jawab pelayan lainnya.
"Tapi kita sudah tidak punya pilihan lain!"
"Iyaa, kondisi Tuan putri sekarang lebih utama!"
Cklek..
Para pelayan mematung, fokus mereka kini tertuju pada perempuan dihadapan mereka.
"Sedang apa kalian berdiri di sini?" Tanya Violet dengan tatapan bingung.
"Tuan putri, anda baik-baik saja!!?"
Violet mengernyit heran.
"Tuan putri, yang mulia Ratu tadi pingsan karena terlalu mengkhawatirkan kondisi anda, kami juga ikut khawatir.."
"Aku tidak apa-apa, kalian pergi lah," titah Violet datar.
"Putri, mau saya siapkan air hangat untuk mandi?"
"Tidak perlu, kalian semua pergilah."
Para pelayan mengangguk patuh, kemudian dengan segera membungkuk hormat sebelum akhirnya meninggalkan Violet sendiri.
Violet hendak bersiap kembali menutup pintunya, namun sebelum pintu kamarnya tertutup, ada seseorang yang tiba-tiba menyanggah.
"Aku akan beristirahat di kamar mu," kata orang itu.
"Pergi lah Adam, bukan kah selir utama mu lebih butuh diri mu?"
Adam memandangi Violet intens, membuat Violet berdiri tak nyaman.
"Lebih tepatnya, aku membiarkan Freya beristirahat sendiri, aku tidak ingin ia merasa lelah karena diri ku."
Violet menatap datar Adam yang kini melenggang masuk ke ruang kamarnya.
"Violet, sepertinya kita harus menginap semalam lagi disini, sebelum besok berangkat ke kerajaan barat, istana ku," kata Adam yang tengah mengamati seisi ruang.
"Harus kah? Ku pikir aku tidak perlu ikut dengan mu," jawab Violet acuh.
"Apa kau melupakan segala hal secepat itu Violet? Kau sekarang adalah isteri ku."
Violet berdecih sinis.
"Lucu sekali Violet, tapi kau harus selalu ingat, aku adalah calon raja mu, kau harus selalu mengikuti apapun yang ku katakan."
Violet menatap Adam nyalang, semakin kesini Violet dapat melihat sifat Adam yang sebenarnya.
"Kau pikir kau siapa Adam? Sama seperti kau yang mengaggap pernikahan ini tak berarti, begitu pula dengan ku, jadi jangan berharap banyak!"
"Tapi kau tetaplah ister--"
"Ingat batasan mu Adam! Lebih baik kau mulai mengurusi kerajaan mu yang bahkan masih di bawah perlindungan kerajaan ku."
Adam menyeringai.
"Apa aku tidak salah dengar? Apa tadi kau barusan bilang bahwa kerajaan ini adalah kerajaan mu?" Adam tertawa ringan.
"Jangan bergurau, bahkan kau sudah tidak memiliki hak atas kerajaan ini lagi," lanjut Adam dengan senyum meremehkan.
Violet mendengus kesal, ia tidak bisa terus meladeni setiap ucapan Adam, dari pada terus berada dikamar berdua dengan Adam, Violet memutuskan untuk segera meninggalkan Adam.
Suara pintu terbuka, menandakan Violet yang sudah keluar dari kamarnya, menyisakan Adam yang masih berdiri sambil menatap punggung Violet.
***
Violet berjalan menyusuri lorong menuju perpustakaan, ia merasa dirinya perlu untuk mengalihkan pikirannya sejenak.
Langkah pelannya menciptakan suara khas, wajah Violet yang terlihat tenang bukanlah gambaran suasana hati nya yang sesungguhnya, dalam batin terjadi perdebatan hebat yang hampir membuat dirinya ingin berteriak sekeras-kerasnya.
"Hormat hamba Tuan putri, hamba ingin menyampaikan bahwa ada seorang wanita yang ingin menemui Tuan putri," lapor salah seorang pelayan yang saat ini tengah membungkuk hormat di hadapan Violet.
"Siapa?"
"Hamba tidak tau, wanita itu sekarang ada di gerbang utama"
"Kenapa kau tidak suruh masuk saja? Bukankah dia tamu kerajaan kita?"
"Bukan Tuan putri, kami tadi mengizinkan dia masuk karena wanita itu bukan bangsawan," jawab pelayan itu masih dengan wajah tertunduk.
"Apa harus aku yang mendatangi nya?"
"Tidak Putri, jika Tuan putri menyetujui, hamba akan mengantarkannya kemari"
"Kalau begitu, bawa dia kemari," putus Violet.
Pelayan itu mengundurkan diri dengan kembali membungkuk hormat.
Violet menghela nafas pelan, ia memilih untuk tetap menunggu di tempat ia berdiri, pikirnya kalau ia menunggu di tempat lain, pelayan tadi akan kesulitan untuk mencari nya, sebenarnya salah nya juga tidak mengatakan untuk menemuinya di suatu tempat saja.
Selang menunggu beberapa lama, dari kejauhan Violet dapat melihat pelayan tadi berjalan menuju tempat ia berada bersama seorang wanita.
Wanita itu terlihat begitu kurus, Meghan tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas karna wanita itu terus menunduk, perhatian Violet teralih pada sosok mungil yang berada di gendongan wanita itu, seorang bayi kecil dilapisi oleh selimut tebal sedang tertidur begitu pulas.
Pelayan dan wanita itu semakin mendekat ke arah Violet, Violet sendiri tak tahu harus memasang ekspresi apa sekarang.
Begitu mereka berada tepat di hadapan Violet, Violet hanya terfokus pada wanita yang katanya ingin menemui dirinya.
"Hal apa yang ingin kau katakan?" Tanya Violet langsung menuju inti.
Wanita itu mengangkat wajahnya hingga dapat menatap Violet.
Terjadi keheningan sesaat ketika kedua iris mereka saling bertemu, Violet sendiri entah mengapa merasa tak begitu asing dengan tatapan itu.
"Hormat hamba Tuan putri," salam orang itu.
"Apa yang membawa mu kemari? Ada hal penting kah?"
Wanita itu tidak langsung menjawab pertanyaan Violet, ia menatap bayi yang berada dalam gendongan nya.
"Masih ingatkah Tuan Putri, tentang seorang gadis kurang ajar sepuluh tahun yang lalu.."
Violet heran, mengapa wanita itu tiba-tiba berkata seperti ini.
"Sepuluh tahun yang lalu, Tuan putri pernah memerintahkan gadis itu untuk kembali ke hadapan Tuan putri, tapi.. gadis itu bahkan merasa sangat malu hanya untuk memikirkan hal itu."
"Apa gadis yang kamu maksud itu.."
"Elvarette," sela wanita itu.
Violet bergeming, ia menatap penuh rasa terkejut.
"Gadis kurang ajar itu kini bernasib sungguh malang Tuan putri, setelah mengetahui Tuan Putri akan menikah, ia menjadi sangat putus asa terhadap hidup nya"
"Mengapa begitu?"
"Pangeran Carlo, pria yang ia anggap sebagai hidup dan mati nya, sudah pasti akan menjadi seorang pengganti Tuan Putri bagi negeri ini, menjadi seorang Putra mahkota."
"Bukan kah itu berita baik? Elva tentunya tetap bisa menjadi pendamping Carlo bukan?"
Wanita itu menatap Violet serius, dari tatapannya terlihat jelas rasa tak percaya atas perkataan Violet.
"Tidak kah tuan putri tau? Bahwa seorang calon Raja tidak di perbolehkan memperistri seseorang yang bukan berasal dari bangsawan, kalau pun pangeran Carlo ingin menaruh gadis desa di kerajaan ini, gadis desa itu hanya akan menjadi seorang budak kerajaan, hanya itu jabatan tertinggi bagi kami penduduk desa," jawab wanita itu dengan sebulir air mata yang mengalir
Violet balas menatap syok wanita dihadapannya, bukannya Violet tak tau perihal peraturan seperti itu, tapi lebih tepatnya ia tidak ingin percaya terhadap peraturan itu, baginya, seseorang yang saling mencintai berhak hidup bersama tanpa memandang kasta satu sama lain.
Peraturan konyol seperti itu tak akan pernah berlaku bagi nya, dan ia yakin bahwa Carlo tetap akan memperjuangkan seseorang yang disayanginya tanpa merasa terintimidasi oleh peraturan bodoh itu.
"Tapi aku yakin bahwa Elva masih tetap bisa bersama Carlo, bahkan Carlo sendiri lah yang akan mengenalkan Elva sebagai calon Ratu nya, aku yakin itu," balas Violet dengan wajah penuh keyakinan.
"Tuan Putri, jika benar begitu.. mengapa pangeran Carlo mengumumkan pertunangan nya dengan seorang putri bangsawan lain tadi? Kabar ini bahkan sudah tersebar di segala penjuru kerajaan."
Lagi, Violet membulat kan matanya sempurna, alisnya saling bertautan hingga menciptakan kerutan tipis di dahi, rasa terkejut ini sungguh tak terbayang, bahkan kini ia bisa merasakan pacuan jantungnya yang berdetak lebih kencang.
"Ka-kapan? Aku bahkan tidak tau perihal berita yang kau maksud!"
"Tadi tuan putri, pangeran Carlo baru saja mengumumkannya."
"Kapan! Jika memang itu benar, pastinya aku akan langsung tau!"
Wanita itu menunduk kembali, gendongannya semakin mengerat pada bayi mungil itu.
"Ketika Tuan putri meninggalkan altar, setelah pangeran Adam mendapat tamparan oleh Raja Axton, saat itulah.. pangeran Carlo mengumumkan pertunangan nya dengan wajah tenang, seolah saat itu adalah waktu yang sangat pas untuknya mengatakan hal itu."
Violet meringis pelan, ia merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, perasaannya berkecamuk hebat dengan pandangan yang bergerak gelisah.
"Ada satu hal yang Elva harapkan Tuan Putri, Elva berharap agar..."
"Apa.."
"Agar bayi nya dapat mendapatkan hidup layak bersama keluarga ayahnya, karna bagaimanapun juga bayi nya tetap anak dari.. pangeran Carlo."
Deg..
***