"Keadaannya benar-benar buruk sekali, dia kritis sekarang. Kemungkinan, dia akan sadar nanti malam. Untunglah kamu segera membawa dia kesini," ujar tabib.
"Baiklah, terima kasih banyak. Apa boleh saya membawanya pulang ke rumah?" tanya Xavier sopan.
"Ya, boleh. Hanya saja, jangan lupa untuk meminum obat yang sudah saya berikan. Jika keadaannya tidak kunjung memburuk, bawa saja dia kesini, paham?" Xavier mengangguk dan tabib tersebut mempersilahkan ia membawa Ella pulang ke rumah. Di dalam rumah, May dan Alana sedang sibuk melayani Ferand dengan membuatkannya teh dan menyiapkan sebaskom air hangat untuk menghangatkan kakinya. Mereka ingin Ella dimarahi habis-habisan oleh Ferand, lagipula memang salah Ella juga, siapa suruh dia pergi keluar rumah. Xavier kini berada tepat di depan pintu rumah Ella, ia dapat mendengar jelas ocehan Ferand dari dalam. Xavier takut, jika ia pulang dan Ella sadar nanti, Ella akan dimarahi habis-habisan. "Dua sosok iblis itu benar-benar mengganggu saja," gumam Xavier. Dengan keberanian, ia mengetuk pintu beberapa kali. Seketika suara ocehan yang didengar oleh Xavier tidak terdengar lagi, yang ada hanya suara langkah kaki mendekati pintu.
Kriettt ....
"Oh kamu lagi ternyata," kata Ferand nada datar, matanya menatap Ella yang berada di punggung Xavier. Ferand menyingkir dari tengah-tengah pintu, memberi tanda menyuruh Xavier masuk ke dalam rumah. "Bawa saja dia ke kamar," perintah May langsung. Xavier mengangguk dan berjalan menuju kamar Ella. Xavier sudah menebak apa yang terjadi jika ia keluar dari kamar Ella. Sekilas ia menatap wajah Ella yang pucat, lalu membentangkan selimut untuk menghangatkannya. "Cepatlah sadar, Ella. Biarpun tidak ada yang peduli akan keadaanmu sekarang. Tapi aku menunggumu kembali sadar."
***
Xavier berjalan menuruni tangga, kali ini ia harus benar-benar menahan dirinya agar tidak memperburuk keadaan juga menjaga sikapnya. Baru saja menginjakkan kaki di ruang tengah, ia langsung diceramahi. Padahal Ferand sendiri tidak tahu bagaimana keadaan anaknya sekarang dan apa yang sudah terjadi. "Lancang sekali kamu, kamu apakan putriku? Jika terjadi apa-apa, memangnya kamu mau tanggung jawab?" sergah Ferand, membuat Xavier ingin sekali mencabik-cabik orang di dalam ruangan itu. "Pasti kamu yang sudah membuat putri seperti itu. Mulai saat ini kamu tidak boleh bertemu putriku, Ella. Karena mengenal kamu, dia banyak sekali berubah, berubah drastis, tidak seperti dulu!"
"Tunggu dulu tuan, tuan jangan salah paham. Aku sendiri menemukan dia terjatuh dekat kedai mie sana. Dan aku membawanya ke tabib, sekarang dia sedang demam tinggi. Kami baru saja bertemu, baru saja kenal. Tidak mungkin aku bisa mengubah sikap putrimu dalam secepat kilat," jelas Xavier terang-terangan.
"Kurang ajar kamu! Lalu kenapa setiap hari putriku bertemu denganmu terus! Jika bukan gara-gara kamu, lalu gara-gara siapa hah?!"
"Tolong atur emosimu, tuan. Kami berdua baru saja berkenalan, hanya sebatas tahu nama saja. Dan soal kami bertemu itu memang tidak disengaja. Lebih baik, kamu lihat keadaan putrimu itu."
"Beraninya kamu! Jangan lancang anak muda! Kamu itu bukan orang baik!"
"Baiklah tuan, jika Ella kenapa-napa, aku bisa bertanggung jawab. Tuan pegang saja ucapanku ini, aku akan menepatinya." Ferand tidak bisa berkata-kata setelah Xavier mengatakan itu dengan sungguh-sungguh. "Terserah kamu, kali ini adalah kali terakhir kamu menemui dia. Mulai besok-besok, jika kamu muncul lagi, awas saja kamu!" Ferand pergi keluar dari rumahnya. Dan May hanya menatapnya dengan dingin. "Dasar pemuda pengacau," gumamnya.
Alana hanya melempar senyumannya yang manis kepada Xavier, tapi Xavier segera memalingkan wajahnya lalu kembali menaiki tangga menuju kamar Ella. Namun Alana menahan tangannya, membuat Xavier menoleh, "Ada apa?" tanya Xavier dingin.
"Bisakah aku tahu siapa namamu. Siapa tahu kita bisa menjadi teman dekat, boleh?" tanya Alana malu-malu.
"Tidak." Xavier pergi meninggalkan Alana yang cemberut kesal. "Duh, susah sekali meluluhkan hatinya. Ternyata dia orang yang dingin. Tapi kenapa Ella bisa meluluhkan dia ya? Hmmm apa aku pikirkan cara untuk menyingkirkan Ella saja ya," gumam Alana.
***
"Kemana perginya anak ini, pekerjaannya menjadi sedikit tertunda. Untung saja tidak banyak, masih bisa diatasi, walaupun sedikit terlambat menyelesaikannya," kata Felix dengan santai di dekat perapian.
"Iya, mungkin saja ia menemui wanita kemarin itu. Xavier bisa menjaga sikapnya debgan sangat baik saat berhadapan dengab wanita itu. Dia cantik sekali, bahkan sangat lembut, mungkin itulah yang membuat Xavier tergila-gila sekarang," kata Calista. Felix tertawa geli mendengarnya.
"Bisa jadi juga, ia sekarang sedang bersama wanita itu. Sudahlah Calista, biarkan dia menikmati masa-masa jatuh cintanya sekarang. Syukurlah jika dia sudah menemukan wanita yang tepat. Semoga saja mereka cepat menikah, aku ingin memiliki cucu."
"Begitu juga denganku ...."
***
Sudah hampir 2 jam Xavier duduk melihat kearah Ella tanpa bosan dan lelah. Biarpun dirinya sudah diperingatkan untuk tidak menemui Ella besok, dirinya sama sekali tidak peduli. Xavier tidak kehilangan akal untuk mengecek keadaan Ella setiap harinya. "Ayo bangunlah, sampai kapan matamu terus terpejam seperti ini. Kamu dengar aku kan Ella. Sangat tidak menyenangkan sekali saat melihatmu terpuruk tidak berdaya," bisik Xavier di telinga kanan Ella.
Tidak lama, jari jemari tangan Ella bergerak pelan. Xavier sangat senang saat mata cokelat itu kembali menatap kearahnya. "Syukurlah jika kamu sudah sadar Ella, aku sangat khawatir akan kamu ...."
"Haus ...." Xavier dengan cekatan mengambil dan membantu Ella untuk minum. "Sudah baikan? Bagaimana keadaanmu sekarang hah? Masih merasa kurang baik?"
"Keadaanku sudah cukup baik sekarang. Apa ayahku memarahimu? Aku takut jika dia marah kepadamu, padahal kamu tidak ada niat jahat sedikitpun kepadaku. Mereka hanya salah sangka, maafkan jika perkataan mereka membuatmu terluka."
"Tidak apa-apa Ella, tenang saja." Padahal di dalam hati Xavier sudah mempunyai niat membunuh. Ia paling ingin membunuh May, ia merasa bahwa May itu bukanlah manusia biasa, dia terlihat seperti penyihir. Pasalnya, Xavier kemarin-kemarin lalu membuka laci di dalam sebuah kamar, yang ia duga itu adalah kamar Ferand dan May. Ia menemukan botol ramuan kecil, berisikan racun. Xavier sempat bingung, untuk apa menyimpan racun di dalam rumah. Memangnya ingkn menewaskan siapa. Dari semenjak itu Xavier takut akan kehilangan Ella, bisa saja racun itu ditujukan kepada Ella.
"Oh iya Ella, apa kamu tidak merasa lapar? Kamu ingin makan sesuatu tidak?" tanya Xavier.
"Hmm, aku merasa sedikit lapar, kebetulan aku belum makan sejak pagi, sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?" tanya Ella balik.
"Sudah sekitar ... Kurang lebih 5 atau 6 jam lamanya."
"Lama sekali ya ...."
"Jadi? Kamu ingin makan tidak apa hm?"
"Aku ingin makan mie kuah di kedai mie sana."
"Baik, ayo kita kesana Ella."