"Ra! Setel musik, biar gak gaje!" Karina masih fokus menyetir dengan wajah bahagia.
"Yang mana?" Callista dengan pelan mengganti-ngganti musik.
So get out, get out, get out of my head
And fall into my arms instead
I don't, I don't, don't know what it is
But I need that one thing
And you've got that one thing
"Stop! Plis, stop! Itu aja" Karina menepis tangan Callista dari tombol musik itu.
"Ihh, lagunya tuh bikin gimana gitu, ganti ya" Callista mengerutkan kening.
"Gak!"
"Lagunya bikin Halu, astaga!"
"Bagus dong!"
"Na! Plis ganti!"
"Gua bilang enggak! Ini mobil gua, plis jangan hancurin hati gua yang lagi bahagia"
"Gua pengen nangis denger lagu ini!" Callista merengek.
"Lah, malah nangis?!"
"Ganti dong maka nya!"
"Lebay deh! Gak ah" Karina justru ikut bernyanyi dan menjentikkan jarinya, sambil menyetir.
"Astagfirullah, temen! Untung temen!" Callista memijat keningnya.
*
"Lo lihat deh! Kayanya ber keluarga tuh enak ya, gua pengen deh, punya pacar" Karina tersenyum melihat seorang pria dan seorang wanita dewasa sedang bercanda dengan anak kecil, yang sepertinya itu adalah anak mereka.
"Gua gak pernah mikirin pernikahan, Na..." Callista tersenyum pahit.
"Kenapa? Kenapa gak pernah? Lo merasa belum umurnya?"
"Bukan...ada lagi yang bikin gua, sampe saat ini gak pengen percaya sama yang namanya cinta. Semua yang namanya cinta itu menyakitkan, Na! Itu semua tujuh puluh persennya itu bulshit! Dan gua benci itu..." dahi Callista mengerut, lalu menatap keluarga bahagia itu.
"Susah untuk maju ke tahap itu, Na! Mereka bahagia, karena mereka udah ngelewatin semuanya! Semua kerikil yang ada di kehidupan mereka!" lanjut Callista.
"Tapi, Ra! Gak semuanya begitu...mungkin itu cerita orang lain, tapi mungkin berbeda dengan cerita lo...mungkin saat cerita lo, semuanya akan bahagia..." Karina mencoba meyakinkan Callista, agar dia tak terus-terusan membenci cinta.
"Gaada yang sempurna, gaada hubungan yang bahagia tanpa masalah, gaada, Na! Gaada!" Callista menatap Karina.
"Suatu saat, akan ada orang yang buktiin itu ke lo! Dan gua yakin lo bakal percaya, bahwa cinta itu belum tentu bulshit, semua tergantung orang yang menjalani! Dan lo harus kurangi kebencian lo terhadap cinta!" Karina menghela nafas.
"Hemm, seumur hidup gua, gaada cowok yang berhasil bikin gua percaya, bahwa cinta itu gak bulshit"
"Ya karena lo gak mau buka hati buat mereka!" Karina mulai sebal dengan sahabat nya yang aneh ini.
"Dah! Lupain cinta, gua mau ngomong penting!" Callista agak memajukan badannya.
"Iya sayang? Tumben kamu ngomongin hal penting...ada apa?" Karina berlagak sok seperti pacar Callista.
"Najis astagaaa" Callista bergidik ngeri.
"Bangke lo ah!"
"Udah deh, gua mau bilang kalo besok gua selama tiga hari, bakal ke luar kota!"
"Ha? Ngapain?" Karina kaget mendengar ucapan Callista.
"Kejar Target sama Pak Deren" muka Callista bertambah murung.
"Ohh, yaudah! Lo seharusnya seneng dong! Kok tambah murung gitu?" Karina mengerutkan kening.
"Gua gak mau! Gua gak mau pergi sama dia! Gua takut kangen sama lo...pasti sepi deh kalo gak ada lo..." Callista seperti ingin menangis.
"Plis deh janga lebay! Cuma tiga hari..."
"Gua gak terbiasa pergi sama orang yang gak kenal...gua gak akan bisa tidur, dan...dan...dan gua risi pergi sama cowok" Callista menatap Karina.
"Sini deh..." Karina memeluk Callista, Callista pun membalas pelukannya.
"Lo harus terbiasa, lo di sana nginep di hotel yang berbeda kok, lo ketemu sama dia cuma pas masalah pekerjaan kok...tenang aja, kalo ada apa-apa, lo tinggal call gua! Gua selalu stay buat lo!" Karina tersenyum lebar.
"Gausah jadi PHP deh..."
"Beneran, Astagaa... Lo percaya deh! Kalo lo kenapa-kenapa, si direktur itu bakal dapet pelajaran dari gua!" Karina meyakinkan Callista.
"Beneran ya!" nada Callista seakan menangis.
"Lo gak nangis kan?!" Karina melepas pelukannya, menatap wajah Callista yang merah, mata nya berkilauan, membendung air mata.
"Yaampun! Lo cengeng banget, Ra!" Karina terkekeh.
"Gua kan udah bilang, gak papa! Tiga hari gak lama kok..." Karina terus meyakinkan Callista.
"Iya, gua percaya kok" Callista menghapus air matanya.
"Yaudah, nanti kita siapin semua yang perlu kamu bawa..." Karina tersenyum lebar.
"Iya, makasih ya..." Callista tersenyum lebar.
"Ra, lo pokoknya nurut aja kalo di suruh-suruh Pak Deren! Yang punya perusahaan itu tuh papah nya Pak Deren! Jadi lo jangan macem-macem sama Pak Deren!" Karina memasukkan barang yang sudah di siapkan oleh Karina dan Callista.
"Ha? Beneran? Kok lo gak bilang dari dulu?!" Callista menatap Karina.
"Gua kira Pak Safi udah ngasih tau lo..."
"Ihh, pasrah deh kalo udah gini" Callista menghela nafas.
°°°
"Kita naik kereta ya..." Deren menyetir mobilnya dengan santai, dan Callista hanya duduk diam di sampingnya.
"Terserah, Bapak aja" Callista hanya menggunakan heandsead nya dari tadi, sambil menatap ke depan, seperti pandangan kosong.
"Kamu beneran dengerin saya kan?" Deren menarik heandsead yang terpasang di telinga Callista.
"Pak!" suara Callista agak tinggi.
"Iya?"
"Jangan ganggu saya, saya dari tadi dengerin kok" Callista memasang heandsead nya lagi.
"Fine" Deren tersenyum lebar.
°°°
Selama perjalanan dari berangkat sampai naik kereta, Callista hanya menggunakan heandsead nya, tanpa melepas nya, dan tak menatap Deren sekalipun.
"Saya sudah suruh anak buah saya pesan kan hotel untuk kita, kita menempati satu ruangan yang__" Ucapan Deren terpotong.
"Ha?! Yang bener aja, Pak!" Callista langsung mencopot heandsead nya dan menengok ke Deren.
"Dengerin dulu, saya belum selesai ngomong!" Deren menatap Callista dengan wajah datar nya.
"Jadi kita menempati satu ruangan yang ada dua kamar di situ, jadi kita berada dalam satu ruangan tapi dengan kamar yang berbeda" Deren tersenyum.
"Sumpah senyumnya nyebelin banget! Gua pengen pindah tempat duduk, gua kapok duduk sama dia! Dasar direktur nyebelin!" Callista terus memaki Deren dalam hati.
°°°
Setelah beberapa jam, akhirnya mereka sampai di kota tujuan mereka.
"Kamu dulu atau saya dulu yang mandi?" Deren bertanya pada Callista, saat Deren dan Callista keluar dari kamar bersamaan.
"Emang cuma satu kamar mandinya?" Callista mengerutkan kening.
"Iya, makanya saya tanya ke kamu sa__" Ucapan Deren terpotong.
"Stop! Saya mengerti, saya dulu aja" Callista langsung berjalan menuju kamar mandi.
Deren tersenyum geli melihat tingkah Callista yang menurut dia lucu.
Sekarang mereka sudah selesai mandi, Deren sedang menonton tv di ruang tengah, dan Callista mau menonton tv juga.
"Ihh, tv nya udah di tonton dia lagi! Nyebelin! Yaudah deh, gua baca buku aja" Callista berbicara dalam hati.
"Hai, kamu mau ikut nonton tv?" Deren tersenyum menatap Callista dengan pakaian tidurnya.
"Gak" Callista lalu masuk ke kamar lagi.
Deren bingung dengan tingkah Callista yang terus menjauhinya, Deren hanya mernaikkan bahunya dan melanjutkan menonton tv.