Herdy memberikan waktu untuk Alea berendam, kini Herdy sendiri tengah memanggil Bimo.
"Kita harus melupakan dan memaafkan semuanya," tutur Herdy.
Kedua tangan Herdy masuk ke dalam saku celananya, sementara Bimo hanya menatap ke arah pantai.
"Itu lebih baik Bos, saat ini yang perlu Bos lakukan adalah hidup bahagia," Bimo memang sangat senang dengan pernikahaan Herdy.
Selama mereka bersama di jepang, Bimo sangat tau seperti apa sifat Herdy.
Lelaki itu tak pernah sama sekali menjalin hubungan dengan wanita manapun, Herdy memang bukan lelaki yang baik.
Beberapa kali Herdy pernah melakukan make out, dan wajar saja jika para lelaki seperti itu.
Mereka memang membutuhkan hasrat untuk mengalirkannya.
Cukup lama Herdy dan Bimo berbincang, bahkan malam pun mulai larut. <font Herdy harus berhenti obrolannya dengan Bimo.
Ada Alea yang sedang menunggunya saat ini, maka dari itu Bimo pun langsung pergi dari vila tersebut.
Setelah kepergian Bimo, Herdy langsung saja menuju kamar melihat istrinya saat ini.
Pemandangan pertama yang Herdy jumpai adalah, Alea yang tengah tertidur lelap.
Alea memang sangat kelelahan, terbukti dengan handuk kecil yang masih melilit rambutnya yang masih basah.
Herdy hanya melihat dan memilih untuk membersihkan tubuhnya, lelaki itu butuh mandi untuk menghilangkan keringat bercampur parfum yang menempel.
Hanya butuh waktu 15 menit untuk Herdy mandi, lelaki itu keluar dari handuk yang melilit di pinggangnya.
Ekor mata Herdy melihat Alea yang masih tertidur pulas, seulas senyuman terbit dari bibir Herdy.
Kini Herdy menuju lemari dan mengambil boxer dan memakainya, sementara dadanya dibiarkan terbuka begitu saja.
Herdy langsung naik ke atas ranjang, ia langsung memeluk Alea dengan posesifnya.
Mungkin malam pertama mereka harus dilewati begitu saja, tanpa ada sebuah desahan atau malam yang panjang dan nikmat.
Herdy tak mau membangunkan Alea yang tertidur pulas, ia masih sanggup menahan semuanya demi istri tercintanya.
***
Alea merasakan haus, tenggorokannya terasa sangat kering
Dengan berat Alea membuka matanya, dan hal pertama yang Alea lihat adalah Herdy yang tertidur pulas sambil memelunya dengan sangat posesif.
Karena Alea sangat kehausan, dengan pelan Alea mulai melepaskan tangan kokoh milik Herdy.
Alea tak mau membangunkan Herdy yang tengah pulas-pulasnya, kening Alea sedikit berkerut ia merasakan seuatu yang aneh.
Lantas satu tangan meraba rambut dan Alea langsung memukul pelan.
Bagaimana mungkin ia bisa lupa mengeringkan rambutnya yang basah tadi, bahkan sampai detik ini pun rambutnya masih digelung oleh handuk kecil.
Memilih untuk tak memikirkan hal itu, Alea langsung saja turun dari kasur menuju dapur.
Ia harus segera menyiram tenggorokannya yang kering kerontang, suasana malam di villa yang Alea tempati sangat sepi.
Hanya ada dirinya dan Herdy, Alea sama sekali tak menemukan siapapun padahal ketika masuk ke villa tadi ada beberapa pekerja yang merapihkan dan menata makanan.
Satu tangan Alea terulur mengambil teko kaca, kini Alea mulai menuangkan air putih tersebut ke dalam gelas yang kosong.
Dua gelas air putih Alea habiskan begitu saja, kini tenggorokan yang kering pun mulai terasa sejuk karena dua gelas air dingin.
Alea kembali melangkahkan kakinya menuju kamar, ia harus segera menyisir rambutnya yang masih terasa lembab.
Satu hal lagi yang Alea lupakan, ia masih menggunakan kimono.
Selupa itukah Alea, sampai-sampai ia tak memakai piyama tidur.
Ketika memasuki kamar, Alea melihat ke arah suaminya yang masih terlelap tidur.
Punggung kokoh Herdy begitu sangat indah dipandang, entah itu kebiasaan tidur Herdy atau bukan.
Alea memang tak pernah tau jika Herdy tidur seperti itu.
"Akhh .." Alea memekik, karena tiba-tiba saja Herdy menarik membuat membuat jatuh ke dada Herdy.
"Loh sejak kapan bangun?"
Alea tak tau kapan dia membuka matanya.
Seingat Alea suaminya itu tertidur pulas, "Sejak kamu pergi?" sahut Herdy dengan suara seraknya.
Alea mengerutkan keningnya, kemudian membelalakan matanya menatap ke arah Herdy.
"Jadi dari tadi pura-pura tidur gitu?" Alea merasa dibohongi oleh Herdy.
"Nggak, aku tidur dari tadi," ujar Herdy.
Tentu saja Alea tak percaya, bukan sebelumnya Herdy bilang ia bangun karena dirinya pergi.
Dan sekarang Herdy bilang ia tidur pulas, "Aku tadi bangun pas kamu pergi baby, terus aku lanjutin tidur lagi, lagian kamu juga pergi buat minum, kan?" mata Alea membulat dengan sempurna.
Darimana Herdy tau kalo ia baru saja turun untuk minum, "Da — ri mana kamu tau?" Alea ingin tau.
"Feeling aja," ujar Herdy santai.
Alea menggelengkan kepalanya mendengar Herdy yang menjawab seperti itu.
Hening sewaktu-waktu, debaran dari jantung Herdy terdengar ke telinga Alea. Semburat merah langsung saja terlihat dari wajah Alea.
Rasanya Alea ingin sekali menyembunyikan rona diwajahnya itu, namun bisa apa Alea tak bisa bergerak sama sekali.
"Bagaimana perasaan kamu saat ini?" satu pertanyaan tiba-tiba saja terdengar di telinga Alea.
Herdy mulai bangun dan membawa Alea untuk duduk, lelaki itu tak membiarkan Alea duduk dan duduk.
Herdy membawa Alea untuk duduk di pangkuannya, sedangkan Herdy sendiri duduk sambil bersandar di mendengar bord ranjang.
"Kamu bahagia?" tanya Herdy.
Alea menganggukan sebuah kepalanya, manik matanya tak lepas sedikit pun yang menatap Herdy yang tengah menatapnya.
"Apakah kamu sendiri bahagia menikah denganku?" kini Alea menanyakan hal yang serupa kepada Herdy.
Alea juga ingin tau apakah Herdy mencintainya atau tidak? Herdy langsung tersenyum, membuat wanita itu mengigit bibirnya merasakan sesuatu yang bergesekan dengan miliknya.
"Aku bahagia, aku sangat bahagia sayang. Sungguh menikah denganmu adalah impian aku sejak lama, dan kamu tak akan pernah terganti disini, "Herdy menarik satu tangan Alea dan membawa ke dada kirinya.
merasakan detak jantung Herdy di telapak tangannya, Alea liat dan Alea selediki Herdy memang tak berubah dari dulu.
Lelaki itu masih mencintai dirinya, "Kamu yakin Her? Aku bahkan tak lagi perawan, kamu tau itu, kan? "Alea harus mengatakan hal ini.
Tentunya Herdy harus tau meskipun lelaki itu telah tau, Alea tak ingin jika Herdy kecewa pada akhirnya.
"Itu tak masalah sayang, aku tak peduli sama sekali. Aku menerima kamu apa adanya, kamu, masa lalu kamu dan segala hal yang kekurangan kamu, aku menikahi kamu bukan semata-mata karena aku cinta saja," Herdy tak main-main dengan ucapannya.
Lelaki itu kemudian menahan tengkuk Alea dan mulai mencondongkan tubuhnya, dengan pelan Herdy mulai melumat lembut bibir Alea.
Ciuman lembut itu begitu membuat Alea memejamkan matanya, inilah saatnya untuk Alea membalas ciuman tersebut.
Ciuman penuh cinta yang Herdy berikan, ciuman yang tak terburu-buru. Ciuman manis seperti apa yang Alea inginkan.
***
Bersambung.