Download App
40% Last Period / Chapter 2: Hari Pertama Si Datar

Chapter 2: Hari Pertama Si Datar

Senin, 16 Juni 2205. Kota Terapung New Tokyo, Jepang.

Duk! Duk! Duk!

Suara ketukan pintu, kini terdengar dari depan ruang apartemen yang ditinggali Haruki.

"Ichinose-kun! Sudah pagi, lho! Cepat bangun! Nanti kamu bisa terlambat ikut upacara penyambutannya!"

Nampak sesosok gadis berseragam almameter merah tua, anak dari pemilik apartemen ini, sedari tadi berdiri di depan pintu itu sambil menjinjing sebuah bekal makan siang yang dibalut kain.

Tak mau lama-lama menunggu orang yang di dalam, gadis itu pun meletakkan bekal yang ia bawa di kursi kecil di samping pintu, "Kalau begitu, aku letakan bekalmu di sini, ya!"

Sebelum pergi dari tempat itu, ia sempat berpesan kepadanya. "Jangan lupa untuk tidak terlambat ke upacara penyambutannya juga ya!

****

Di dalam ruangannya, hanya ada secercah cahaya mentari yang sempat masuk, itu pun masuknya dari celah-celah tirai jendela yang kini masih bertutupan melindungi sang mentari. Situasi seperti ini sudah dipastikan menandakan bahwa pemuda ini masih tertidur dengan lelapnya, ditambah AC yang menyala semalaman membuatnya kini tidak ingin lepas dari selimut. Dilihat dari mana pun juga, ia seperti beruang yang sedang berhibernasi selama musim dingin.

Kriiing....! Kriiing....!

Sebuah alarm tua pun berbunyi, yang menandakan pukul 07:30. Karena berisik, pemuda ini pun terbangun lalu bersegera mematikannya.

"Ah, sepertinya ... aku salah mengatur alarm ini," lirihnya lelap sembari memegang itu alarm.

Perlahan namun pasti, ia pun memaksakan kedua kakinya beranjak dari kasur menuju ke kamar mandi.

Di kala menggosok gigi, ia memandang dirinya yang kini ada di dalam cermin. Nampak jelas dari pakaiannya yang urak-urakan itu, ia baru saja bergulat dengan kasurnya untuk bisa tidur dengan nyenyak. Matanya yang terlihat sangat lesu juga sudah menandakan bahwa pemuda ini tidak ingin menghidupkan hari pertamanya untuk bersekolah.

Namanya adalah Ichinose Haruki, tak ada hal yang menarik dari pemuda bersurai hitam acak-acakan dengan tinggi 172cm ini, kecuali tatapannya yang selalu datar dan jarang sekali tertarik terhadap apa pun di sekelilingnya. Meski ia memiliki temperamen buruk seperti itu, ia tetap ingin belajar untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar dengan caranya sendiri.

Dengan mengenakan seragam almameter merah tua, Haruki pun telah selesai bersiap. Kini ia melihat sebuah brosur di atas meja belajarnya. Nampak di broser itu tertulis "Pendaftaran Masuk ke Akademi Sihir White Knight" dan secarik kertas kecil yang disisipkan di sampingnya yang bertulis "yang semangat, ya....! Dari Aikawa".

Dari isinya sudah dipastikan kalau ucapan tersebut tertuju kepada pemuda ini. Bukannya senang, respon yang diberikannya malah berupa tatapan yang begitu datar dan tak bersahabat. Bukan berarti ia benci atau semacamnya. Karena ada alasan tertentu, ia hanya tidak bisa lagi mengekspresikan wajahnya dengan benar sampai sekarang.

Kini pemuda ini pun beranjak pergi menuju ke pintu depan untuk mengambil sepatunya.

"Sekolah itu akan membawakanmu kebahagiaan'kah ... Huuh ... apakah yang anda katakan itu benar, Bu guru?" gumamnya.

Sembari menghela napas, Haruki pun menutup pintu. Saat hendak mengunci, ia menemukan sebuah bekal makan siang berbalut kain di kursi samping pintunya. Karena tahu betul siapa yang menaruh bekal itu di sana, tanpa basa-basi lagi pemuda ini langsung membawa bekal itu bersamanya. Bukan berarti karena suka, melainkan ia hanya berusaha menghormati kerja keras dari gadis yang sudah membuatkannya bekal makan siang ini.

Perlahan Haruki beranjak meninggalkan apartemen dan pergi menuju sekolah. Jalan demi jalan di kota terapung ini dilaluinya, bermacam-macam bangunan pencakar langit pun dilaluinya, bahkan beragam-ragam orang juga dilaluinya. Bukannya tertarik dengan hal-hal di sekitarnya ini, malah pemuda ini mencoba mengabaikan apa pun yang ada di sekitar dengan tatapan datarnya.

Sampai ketika ia sudah berada tepat di pintu gerbang sekolah. Terlihat jelas, banyak siswa-siswi lain yang seragamnya sama seperti Haruki mulai berdatangan.

"Inikah ... sekolahnya? Akademi Sihir White Knight?" lirihnya.

Akademi Sihir White Knight, salah satu dari akademi-akademi sihir ternama di dunia. Dengan tingkat kelulusan yang sangat akseptabel, membuat akademi yang berletak di Kota New Tokyo ini menjadi wadah setiap orang untuk mengasah ilmu sihir.

Bukan hanya itu, akademi sejenis ini bahkan menjadi salah satu garis pertahan negara-negara dalam melawan perangai Tuhan. Tujuan utama didirikannya sendiri adalah untuk melatih mereka-mereka yang berpotensi menjadi seorang Ksatria Sihir untuk melindungi negara. Terlebih lagi, beberapa siswa-siswi angkatan tahun ketiganya sudah banyak yang berpangkat Ksatria Sihir. Hal ini jelas membuat tempat pembelajaran sihir yang satu ini menjadi disegani.

Kini akademi ini telah memiliki beberapa cabang, yang meliputi kota-kota utama Jepang Modern. Mulai dari New Hokkaido, New Honshu, New Shikoku, dan New Kyushu serta yang menjadi pusatnya berletak di New Tokyo.

****

Bunga-bunga sakura telah bermekaran pada musim ini di sepanjang jalan-jalan sekolah. Daun-daunnya yang terus ditiup oleh angin, berjatuhan dan berserakan di sekitar para siswa-siswi termasuk Haruki yang melaluinya.

Pandangan pemuda ini pun kini dialihkan sebentar oleh dedaunan tersebut. Matanya yang sering terlihat lesu perlahan berubah menjadi terkesima setelah melihat pemandangan yang hanya terjadi dalam sekali setahun ini.

"Inikah...—?"

Wuuush!!

Hembusan angin seketika menerbangkan satu kata, yang terakhir kali Haruki ucap ke udara bersama dengan dedaunan.

Mungkin ini terlihat aneh, melihat orang seperti Haruki dengan mudah tertarik dengan dedaunan pohon yang berjatuhan. Tapi sebenarnya tidak begitu, pemuda pendiam ini sebenarnya sedikit tertarik dengan hal yang berbau keindahan seperti pepohonan sakura atau yang berkaitan dengan alam semacamnya, tapi itu pun hanya terjadi pada timming tertentu. Melihat pemandangan alam masa sekarang ini yang jarang sekali tumbuh-tumbuhannya tumbuh secara alami, mana mungkin dengan mudah membuatnya tertarik, benar 'kan?

Menghentikan langkahnya sejenak, Haruki melihat siswa-siswi di sekelilingnya tengah mendekati kerumunan orang di sekitar mading sekolah. Karena sedikit penasaran,  pemuda ini pun ikut beranjak mendekati mereka.

"Yes! Aku masuk sepuluh besar, lho!" seru salah seorang siswa sambil menunjukkan namanya yang ada di mading.

"Mana-mana? Waah! Hebat kamu, ya!"

Ternyata yang terpampang di mading tersebut adalah pengumuman hasil nilai tes ujian masuk bagi siswa-siswi baru.

Terlihat banyak siswa-siswa tengah berdesak-desakan mencari namanya di pengumuman. Karena enggan berdesak-desak, Haruki hanya bisa melihat pengumuman itu dari kejauhan untuk mencari namanya. Beberapa menit kemudian pemuda ini akhirnya menemukan namanya, tapi entah kenapa wajahnya terlihat sedikit kecewa memandangi nilai tesnya tersebut.

"Huuuh ... peringkat ke-237, ya? Apa ini bisa disebut aman?"

"Oi! Oi! Coba lihat yang peringkat pertama! Nilainya begitu sempurna, lho!" salah seorang siswa tampak menunjukkan tangannya ke arah nilai si peringkat pertama.

"Waah, kau benar! Siapa gerangan dia, ya? Aku ingin bertemu dengannya!"

Haruki segera menolehkan wajahnya ke nilai si peringkat pertama yang kini berada di pojok kanan teratas, "Tachibana Reiha, dengan nilai 500 sempurna'kah...."

Karena tidak ada urusan lagi di papan mading, kini Haruki bersegera beranjak menjauh dari kerumunan itu. Di kala sudah sedikit jauh dari kerumunan, tiba-tiba dari arah samping tampak seorang gadis membawa tumpukkan buku tengah tergesa-gesa melaju ke arahnya.

Bruuk!!

Karena tidak melihat ada orang di depannya, gadis ini pun menabrak Haruki. Keduanya kini jatuh tersungkur, tumpukan buku tadi juga ikut berjatuhan dan berserekan ke tanah.

"Aduh! Maafkan aku, maafkan aku! Aku tidak melihatmu tadi!" ucap si gadis yang kini tampak gelisah semberi bersegera mengambil kembali buku-bukunya yang berjatuhan.

"Tidak apa-apa, seharusnya kau perhatikan jalanmu itu,"

Merasa bertanggung jawab karena tidak sadar ada orang yang menabraknya, Haruki pun membantu gadis ini mengambil kembali buku-bukunya yang berjatuhan, meskipun wajahnya kini terlihat sedikit kesal karena ditabrak olehnya tadi.

Nampak gadis ini tidaklah begitu berperawakan tinggi seperti Haruki, tingginya hanya sekitar 154cm saja. Meski begitu, beda halnya dengan pesonanya. Rambutnya yang panjang nan lurus berwarna merah tua, menambahkan daya tarik kedewasaannya, apalagi dengan beberapa helai rambutnya yang berkepang ke belakang mengikat rambut lurusnya, terurai begitu indah ke bawah, di tambah lagi dengan bola matanya yang begitu merah membuat pesona kecantikannya bertambah dan menutupi kekurangan tinggi badannya.

"Nih, buku yang terakhir," ucap Haruki sembari mengembalikan buku terakhir yang terjatuh.

"Anu ... terima kasih, ka-kalo begitu aku pergi dulu!" ucap si gadis sambil menundukkan kepalanya.

Tanpa menanyai namanya, gadis cantik itu pun bergegas beranjak pergi meninggalkan pemuda ini.

Dengan mengangkat alisnya sebelah, menandakan pemuda ini heran seketika, setelah gadis itu bergegas pergi darinya. Bukan karena ia merasa seperti ditolak seorang gadis, melainkan ia merasa ada hal yang ganjal sebelum bertabrakan dengannya.

"Ini aneh, kenapa aku tidak bisa menyadari hawa keberadaan gadis itu tadi?"

"Apakah ini efek dari obat itu?"

Sambil memegang dagunya, Haruki kini merenung cukup lama karena memikirkan hal kecil semacam itu, sampai-sampai pemuda ini hampir saja melupakan hal penting yang harus segera ia hadiri.

"Oh ya! Upacara penyambutannya."

Pemuda ini langsung bergegas pergi ke upacara penyambutan yang diadakan di gedung aula sekolah. Sambil melihat ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 08:45, ia pun terpaksa mempercepat langkahnya. Meski waktunya masih tersisa 15 menit, ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang tersisa itu, karena waktu segitu pun pasti di aula sudah hampir di penuhi oleh siswa-siswi baru.

****

Dan ternyata benar, sesampainya Haruki di dalam gedung aula sekolah yang tak kalah besar ini, tampak jelas banyak siswa-siswi baru telah berbaris dengan rapi. Sambil berbincang-bincang, mereka menunggu upacara penyambutan ini dimulai. Bahkan seluruh guru kini sudah berbaris di setiap sisi ruangan.

Padahal upacara ini hanya dihadiri tahun angkatan pertama, tapi kenapa bisa sebanyak ini orangnya? Mungkin itulah yang tersirat benak Haruki. Karena gedung aula hampir penuh, pemuda ini pun harus berada di barisan paling belakang.

Tiba-tiba dari arah pintu masuk aula, tampak tiga orang siswi memakai gelang besar di masing-masing lengan kiri mereka, mulai beranjak menuju ke atas panggung. Seketika pandangan siswa-siswi baru pun teralihkan oleh kehadiran mereka.

Dengan surai ungu panjang dikuncir kuda oleh pita putih menambahkan pesona salah satu siswi yang memimpin kawanan. Sembari membawa sebuah katana di tangan kirinya, kesan tegas dan berwibawa tinggi tak bisa lagi luput. Tatapan yang begitu serius dan penuh dedikasi membuat sosoknya terlihat seperti siap untuk bertarung.

Dengan didampingi dua orang siswi penting lainya di belakang membuatnya terlihat seperti orang yang sangat berpengaruh bagi ini sekolah, siswa-siswi yang melihatnya pun terkagum-kagum dengan kewibawaanya itu.

Setelah berada di atas panggung, siswi yang memimpin itu bersegera menuju ke atas mimbar untuk bertatap muka secara langsung kepada semua siswa-siswi, untuk memberi sambutan.

"Selamat pagi, wahai siswa-siswi baru serta guru-guru sekalian. Nama saya Amaya Minase, Ketua Dewan Perwakilan Siswa dari Akademi ini. Untuk ke depannya, mohon atas kerja samanya!" siswi yang ternyata Ketua OSIS tersebut pun menundukkan kepalanya.

Tepuk sorak pun dilantunkan oleh siswa-siswi atas sambutan yang diberikannya, kecuali Haruki. Pemuda ini sebenarnya tidak begitu tertarik dengan acara penyambutan sejenis ini, ia menghadiri acara seperti ini, hanya karena itu adalah kewajibannya sebagai siswa baru di sini.

"Bunga sakura telah bermekar, pertanda musim yang indah telah tiba. Sama seperti kalian yang telah lulus dari tes tersebut, akhirnya akan bermekaran di akademi ini selama tiga tahun ke depan. Demi menjadi seorang Ksatria Sihir sejati, maka nikmatilah masa belajar kalian selama di akademi ini!"

Lantunan tepuk sorak dari mereka kini semakin menjadi. Kala itu, Ketua OSIS pun mengangkat tangan kanannya demi menenangkan suasana.

"Saya persingkat saja di sini. Seperti yang kalian ketahui, akademi ini hanya menerima mereka yang berpotensi besar dalam menggunakan sebidang sihir. Dengan kata lain, mereka yang tidak berpotensi tidak akan pernah bisa diterima di sini. Hampir dari 70% siswa-siswi berhasil lolos dari tes lisan yang diadakan pekan lalu, tapi Itu hanyalah tes tentang mengetahui pengetahuan belaka, tes yang sebenarnya akan diadakan dua pekan lagi. Tes ini akan menempatkan kalian pada tempat yang sebenarnya yakni yang terkuat'kah? Atau yang terlemah'kah?"

Siswa-siswi yang tadinya bersorak kegirangan pun terdiam, kini mereka dengan seksama menangkap apa yang dijelaskan Ketua OSIS kepada mereka.

"Oleh karena itu, persiapkan diri kalian dalam dua pekan ke depan ini sebelum menghadapi tes. Karena yang berada di bawah nilai rata-rata tes ini akan ... di keluarkan dari akademi." tegas Ketua OSIS.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login