Sepertinya Bai Ran baru benar-benar melihat jelas penampilan Quan Rui sekarang. Rambutnya sama sekali tidak berantakan, alisnya rapi, matanya sipit memanjang, hidungnya mancung, bibirnya dingin, dan bahkan garis rahangnya terlihat begitu sempurna. Tampaknya Dewa benar-benar memberkahi Quan Rui dengan semua hal yang terbaik. Hanya seseorang seperti Quan Rui yang memancarkan aura kuat yang tak tertandingi dan sanggup menghancurkan langit dan tanah.
Pria seperti Bai Ran tak hanya terlalu sempurna, tapi juga terlalu berbahaya. Hanya dengan diam-diam memperhatikan Quan Rui, Bai Ran sudah bisa merasakan detak jantungnya yang pelan-pelan meningkat. Jelas, Quan Rui adalah seorang pria yang luar biasa. Bai Ran menatap Quan Rui dengan linglung, sementara Quan Rui memasang taruhannya.
Quan Rui kembali menoleh dan mendapati Bai Ran yang sedang menatapnya dengan linglung. Ia pun menatap Bai Ran dengan tatapan sedikit mengejek, lalu mendekatinya sambil tersenyum jahat, "Mengapa? Sudah jatuh cinta padaku secepat itu?"
Suara jahat Quan Rui menyadarkan Bai Ran dari imajinasi kembali ke kenyataan. Ia melihat sekilas Quan Rui dengan tidak senang, lalu buru-buru mengalihkan pandangannya karena takut Quan Rui melihat keanehannya. "Jangan terlalu bangga. Aku hanya sedang menunggu bagaimana kamu akan kalah. Kamu tidak melihat kartu, tapi masih berani bertaruh lima puluh juta? Kamu sudah gila?"
"Bukannya kamu sudah melihat kartunya untukku?"
Quan Rui menanggapi Bai Ran dengan serius hingga membuat Bai Ran membeku dan berpikir, Aku sudah melihatnya, tapi apa ada hubungannya dengan dirinya?
Sekarang giliran Meng Fan yang sedikit merasa tertekan karena tidak bisa memastikan trik Quan Rui. Quan Rui bahkan tidak melihat kartu, tapi bagaimana dia bisa berani bertaruh lima puluh juta? Mungkinkah uang ini sama sekali tidak ada artinya bagi Quan Rui? Lagi pula, bukannya wanita yang dipeluk Quan Rui tadi mengatakan bahwa kartunya sangat buruk? Apakah mereka sedang berakting? pikir Meng Fan. Matanya yang licik dan jahat itu terus melihat Bai Ran dan Quan Rui secara bergantian tanpa henti untuk mencari sedikit petunjuk dari mereka berdua.
"Aku ikut!" Meng Fan menggertakkan giginya, tapi masih tetap mendorong lima puluh juta chip-nya.
Jiang Hao segera memasang taruhannya meskipun kartu di tangannya tampak tidak bagus. Namun, pantang bagi Jiang Hao untuk tidak ikut bertaruh karena hal itu sangat memalukan baginya. Setelah tiga pemain memasang taruhan, dealer mengetuk meja dan menambahkan kartu keempat dengan kondisi terbuka. Dengan begitu, J Wajik bergabung dengan J Hati, 10 Sekop, dan K Sekop yang sebelumnya telah dibuka.
Sudah muncul one pair, yakni J Hati dan J Wajik. Setelah kartu itu muncul, Meng Fan menjadi bersemangat dan segera melemparkan enam puluh juta. "Tambah taruhan, enam puluh juta!" serunya.
Meng Fan mengangkat alis dan tersenyum pada Jiang Hao, lalu Jiang Hao segera menangkap kodenya dan membuang kartu di tangannya. Sebelum perjudian dimulai, Jiang Hao dan Meng Fan telah berkoordinasi bahwa siapa yang memegang nominal kartu besar harus langsung memberi tanda, kemudian siapa yang memegang nominal kecil harus membuang kartu di tangannya.
Bai Ran sangat menyadari kontak mata Meng Fan dan Jiang Hao, lalu ia sengaja mencibir, "Jika memiliki kemampuan, andalkanlah kemampuan sendiri. Jika tidak mampu, mohon jangan mempermalukan diri."
Diam-diam, Bai Ran sebenarnya adalah orang yang sangat pendendam. Ibunya sakit parah dan keluarga Jiang memutus biaya untuk kebutuhan sekolahnya. Ia telah memohon pada kakak kedua, tapi Jiang Hao bahkan tidak menatapnya balik. Dalam lubuk hatinya, Bai Ran tidak memiliki kesan yang baik terhadap orang-orang ini.
Jiang Hao dan Meng Fan sontak membeku saat mendengar sindiran Bai Ran. Sebagian orang yang sedang menonton di sekeliling sama sekali tidak mengerti maksud perkataan Bai Ran, sementara sebagian yang lain sudah sering bermain kartu. Meskipun awalnya tidak terlihat ada cela apapun, sedikit petunjuk yang diberikan Bai Ran membuat sebagian dari mereka langsung paham dengan cepat. Mereka yang paham pun menunjuk-nunjuk Jiang Hao dan Meng Fan.