Tring!
Ponsel Vian berdering nyaring, menandakan adanya panggilan masuk. Vian nyaris membanting HPnya saat melihat ID si Pemanggil, namun niatnya itu harus dia pendam karena ponsel itu menyimpan data-data penting.
"Apa lagi!" teriak Vian masih dengan nada super kesalnya.
Briena justru tertawa.
Berhenti tertawa, Bi, saat ini aku benar-benar sedang marah, jadi katakan apa tujuanmu menelfonku? geram Vian.
"Jam berapa kau akan mengirim pesawat pribadimu ke Bali? Setidaknya aku harus mengucapkan salam pada klienku karena harus kembali ke Jakarta hanya untuk sekedar makan malam saja.
"Sekarang. Pastikan saat kau menginjakkan kaki jenjangmu di tanah Jawa, penampilanmu sudah harus siap. Karena begitu kau sampai di bandara, aku akan langsung menyeretmu untuk makan malam," ucap Vian khas otoriternya, langsung mematikan sambungannya bahkan sebelum Briena berkomentar.
*****
La Vien Rose Resto, Virend Grand Hotel
Seperti yang sudah dijanjikan tadi, Briena malam ini tampil cantik dengan balutan dress berwarna hitam rancangan Ralph Lauren, tas tangan karya desainer lokal, serta higheels cantik milik Louboutin yang melekat indah di kaki jenjangnya. Briena memang tidak tanggung-tanggung dalam hal apapun, terutama dalam hal berpenampilan. Perempuan itu selalu tampil memukau dan membuat puluhan mata yang menatapnya berdecak kagum. Tangan lentik Briena memegang erat lengan kokoh milik pasangannya malam ini. Makhluk tampan yang memakai suite hitam yang melapisi kemeja putih dengan dasi warna abu-abu.
Restaurant tempat pertemuan mereka dijaga ketat oleh puluhan pengawal berbaju hitam di masing-masing pintu. Juga di berbagai sudut ruangan di dalam restaurant mewah itu. Ruang luas itu kini hanya terdapat satu meja di tengah ruangan dengan 4 meja yang mengelilingi meja bundar itu. Sepasang suami istri duduk dengan anggun di dua kursi berwarna gold itu sedangkan 2 kursi lainnya kosong. Menunggu untuk di tempati oleh pasangan lainnya. Briena dan Vian pun langsung menghampiri meja itu.
"Maaf, kami datang terlambat," sapa Vian sopan, tersenyum sopan pada pasangan suami istri itu. Bapak dan Ibu Negara Peru. Tuan dan Nyonya Vizcarra.
"Tidak masalah, kami juga belum lama," sahut sang pria tersenyum ramah. Mrtin Vizcarra
"Saya merasa tidak enak, membiarkan kepala Negara Peru menunggu kedatangan kami," kelakar Vian tertawa pelan.
"Hahahaha." Pemimpin Peru itu hanya tertawa. "Oh, perkenalkan... ini istri saya," ujar pria itu memperkenalkan bidadari di sampingnya.
"Saya sangat senang bisa bertemu dengan Anda. Ini Briena... calon istri saya," gantian Vian yang memperkenalkan Briena kepada pasangan suami istri itu.
"Oh, jadi ini calon istri Anda? Cantik sekali," puji Mrs. Vizcarra tersenyum tulus.
"Terimakasih, saya rasa Anda tidak kalah cantik darii4432 saya," ujar Briena buka suara setelah sedari tadi terdiam.
"Ah, bisa saja. Ngomong-ngomong, kapan rencananya kalian akan menikah?"
"Kami memutuskan untuk bertunangan dulu bulan depan, pernikahan akan dilangsungkan 6 bulan setelah pertunangan," jawab Vian tenang. "Saya berharap Anda bisa datang ke pertunangan maupun pernikahan kami nanti."
"Tentu saja, kalau kami ada waktu. Kami pasti akan datang," sahut Mr. Vizcarra.
Jamuan makan malam inipun berlalu dengan obrolan yang menyenangkan, berbagai topik mereka bahas pada malam ini. Hingga pada perjanjian proyek antara K.SA GROUB dan Negara Peru mengenai pembangunan Hotel di kawasan Maccu Piccu. Kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak, lalu tanda tangan surat perjanjian. Proyek itu resmi dimenangkan oleh perusahaan milik Vian.
"Jadi kau akan membangun Hotel di Maccu Piccu?" tanya Briena terkesan tidak peduli, hanya berusaha memecah keheningan yang mencekam di dalam audi hitam milik Vian.
Pria itu sepertinya masih marah pada Briena karena sejak berakhirnya jamuan makan malam dengan Presiden Peru tadi sampai sekarang mereka berada di dalam mobil yang berkendara dengan kecepatan diatas rata-rata itu, Vian memilih untuk bungkam tak bersuara.
"Kau sedang merajuk?" cibir Briena menatap Vian sinis. "Maaf untuk kejadian yang tadi, aku tahu sikapku kekanak-kanakkan. Kukira kau itu tipe orang yang tidak mudah terpengaruh dengan omongan orang. Apa aku tadi terlalu berle―"
"Kau terlalu memerankan karakter perempuan dalam drama konyol. Pertama, aku memang marah dan kesal padamu. Itu tidak masalah, karena suatu hari nanti aku pasti bisa membalasmu. Kedua, hari ini mood-ku sudah kau acak-acak karena sikap menyebalkanmu tadi. Jadi lebih baik sekarang kau tutup mulut seksimu itu, daripada mood-ku berubah jadi lebih buruk."
"Heh, kau jadi lebih cerewet sekarang. Kau fikir sikapmu tadi tidak mengangguku. Aku bukan tipe orang yang suka diperintah. Lagipula ka―" Kalimat Briena langsung terhenti lantaran sekarang pinggangnya tengah dikungkung oleh sebelah lengan kokoh milik Vian sedangkan tangan kiri pria itu menekan tengkuk Briena guna memperdekat wajah mereka berdua.
Gila memang, pria itu tengah menempelkan bibir merahnya di bibir ranum milik Briena -sebenarnya hanya sebuah kecupan kilat―saat mobilnya bergerak dalam kecepatan 120km/jam―di tengah jalan raya yang cukup lengang, meskipun begitu tetap saja berbahaya.
"Kau ingin kita kecelakaan? Hah!" teriak Briena mendorong tubuh Vian.
Vian tersenyum sinis. "Apakah ciumanku barusan membuatmu lupa kalau mobil rancangan negeri gingseng ini sudah dilengkapi sistem otomatis? Aku tinggal menekan tombol ON dan mobil ini sudah bisa berkendara sendiri tanpa perlu aku kendalikan," ujar Vian.
Kau!
Aku hanya menghentikan ocehanmu dengan cara yang seksi. Kau bisa mencobanya lagi dan kita lihat apa yang bisa aku lakukan," ujar Vian kembali mengaktikan mode kemudi normal.
"Bagiku itu cara yang sangat murahan," ucap Briena tajam.
"Lalu cara seksi dari seorang Kalebriena itu, bagaimana? Bisa kau tunjukan padaku sekarang?" ujar Vian tersenyum miring, melirik sebentar kearah Briena sebelum memusatkan kembali fokusnya kearah jalanan. Tangan pria itu berusaha memasang kembali sabuk pengamannya.
Mendengar tantangan dari Vian barusan membuat Briena melepas sabuk pengaman yang dia pakai kemudian mengubah posisinya agar menghadap langsung pada Vian. Tangan lentik perempuan itu menekan tombol otomatis lalu dengan cepat meraih bahu Vian agar mereka saling berhadapan. Briena menatap tajam kedua mata Vian yang masih terperangah dengan sikapnya, kedua tangan milik perempuan itu melingkar di leher milik pria itu. Pandangan mata Briena turun ke arah bibir Vian lalu kembali ke arah mata elangnya.
"15 detik," bisik Briena di telinga Vian, dia lalu menempelkan bibirnya pada bibir Vian. Menghisap bibir pemuda itu penuh gairah. Mengulumnya lalu menghisapnya lagi. Begitu seterusnya hingga di detik ke 7, ciuman itu diambil alih oleh Vian. Pria itu bahkan mencium Briena lebih dalam dan lebih intens. Karena merasa dipermainkan oleh Vian, Briena pun mendorong pria itu dengan kencang.
"Kau!"
Mode otomatis kembali di nonaktifkan. "15 detik? Kau bahkan hanya bisa bertahan sampai detik ke 6, Briena. Selebihnya tetap aku yang mendominasinya," ejek Vian membuat wajah Briena merah padam. "Tapi... ciuman 6 detikmu, lumayan juga," lanjut Vian semakin membuat darah Briena mendidih.
"Brengsek!" maki Briena lalu melengos ke arah jendela di samping kirinya, kemudian memasang lagi sabuk pengamannya.
"Kau sama brengseknya sepertiku," balas Vian menatap lurus ke depan.
Makasih kalian semua sudah dukung cerita ini. Maaf jarang menyapa kalian, tapi plis dukung anak-anak saya ya.
Please, give me a power stone .
Jangan lupa juga kasih bintang dan review cerita saya yang lain, supaya anak-anak saya terkenal dan banyak yang baca.
Semoga Mas Vian dan Mbak Briena bisa naik rangking. Dukung mereka dengan memberi komen, like, atau power stone.
Thank you semua, ayam flu(๑♡⌓♡๑)
PYE! PYE!