Setibanya dibandara Matilda dijemput oleh bodyguard setia keluarga Princeton, Harris. Beberapa tahun tidak menginjak negara kelahirannya semua terasa berbeda, Matilda membuka kaca jendela limusinnya dan menghirup udara yang terhempas disekitar mobil, ia rindu semua yang ada di negaranya.
Limusin yang mengantarnya pulang berhenti disebuah rumah bertingkat dua dengan arsitektur klasik bercat putih dan hitam. Rumahnya masih sama kecuali taman didepan rumahnya kini penuh dengan berbagai jenis satwa. Pintu terbuka dan kini ia melihat Butler pribadinya—Cade tengah memasang senyuman dan membantunya keluar dari limusin, suara hentakan high heels terdengar dari dalam rumah dan munculah ibunya, Nina Princeton yang saat ini tengah memandang Matilda dengan raut wajah rindu, Matilda dengan segera berjalan dan memeluk sang ibu, dia sungguh rindu dengan Ibunya.
Matilda memandang ibunya yang saat ini tengah menghapus air matanya dengan sapu tangan polos berawarna biru muda pemberiannya saat berumur enam belas tahun. Ibunya masih tetap sama, anggun dan cantik tetapi kini terdapat kerutan dibeberapa sudut wajahnya dan ia bisa melihat beberapa rambut putih sudah bermunculan,
"Oh putriku tersayang, kau telah bertambah dewasa." ucap ibunya dengan memegang kedua lenganku dengan erat.
Pandangan Matilda beranjak dari ibunya kearah sag ayah yang saat ini tengah berdiri dengan tegap diujung tangga, "Matilda sungguh merindukan ayah."ucap Matilda didepan sang ayah setelah setelah selesai memeluk ibunya.
Setelah selesai memeluk kedua orang tuanya, Matilda pergi kearah dapur dan menyiapkan kudapan dan teh, ia tahu pasti ibunya akan bertanya seputar kehidupan yang ia jalani di Italia maka dari itu ia menyiapkan semuanya
Matilda meletakan cangkir berisi teh kamomil dan kudapan yang telah ia siapkan didepan kedua orang tuannya, setelah selesai, ia mengambil duduk didepan keduanya. Para pelayan dan juga Butler dipersilahkan untuk beristirahat sejenak.
"Bagaimana keadaan kakek bu?"tanya Matilda membuka percakapan,
Ibunya menyesap teh sebelum melirik kearahnya, "Dia cukup baik setelah mendengar berita bahwa kau pulang."
Matilda mengagguk paham sebelum memakan kudapan yang ia siapkan tadi, "Apa kegiatanmu akhir-akhir ini nak?"tanya sang ayah dengan bersedekap, matanya memandang Matilda dengan tajam,
Matilda mnghembuskan nafasnya lalu membuka suara, "Aku mengikuti program Relawan dan juga acara amal," Ayah mengangkat salah satu alisnya,
"Bagaimana dengan pekerjaanmu?"
Matilda berdeham sebelum menjawabnya, "Baik, akhir-akhir ini aku mendapatkan banyak klien ayah."
Suara ketukan menginstrupsi obrolan, muncul Cade lalu membungkuk hormat dan segera berbisik kepada kedua orang tuanya,
"Ah Matilda, ayah dan ibu kedatangan tamu. Kau bisa beristirahat dulu dikamarmu."ucap Ayah sebelum beranjak pergi bersama ibu diikuti Cade.
Matilda berjalan menaiki satu persatu anak tangga diikuti dengan Asisten Pribadinya sejak ia masih kecil—Vivian. Vivian telah berada disisi Matilda sejak keduanya berusia enam belas tahun, Vivian adalah anak dari Asisten Pribadi lama ibunya, keluarganya telah mengabdi pada keluarga Princeton sejak generasi ke generasi.
"Vi, Bajuku?"tanya Matilda dengan melepaskan high heels nya lalu menatap Vivian,
"Sudah didalam lemari pakaian Nona,"jawabnya dengan mengangguk salah satu tangannya menggenggam papan berisikan jadwal untuknya,
"Sudah berkali-kali aku memberitaumu panggil aku Matilda Vi, "sergah Matilda dengan jengkel,
Sekilas ia melihat Vivian tengah tersenyum, "Saya tau tapi saya tidak bisa Nona, jadwal anda untuk hari ini dan besok kosong, selamat beristirahat."ucap Vivian setelah itu ia berjalan keluar dan menutup pintu berbahan dasar kayu itu.
Matilda teringat akan sesuatu, ia memasang kamera pengintai disekitar kamarnya untuk berjaga-jaga agar ia mengetahui dan mempunyai bukti tentang bagaimana kakaknya itu mengambil uangnya setiap ia tidak ada dirumah. Salahkan juga dirinya karena memberi kakaknya kunci rumah ekstra.
Membuka laptopnya, Matilda mengetik sesuatu sebelum layar menampakan kondisi kamarnya, Sean belum memasuki kamarnya, terbukti karena semua barang belum tergeser, Matilda memiliki kelainan seperti ia dapat melihat barang yang bergeser dan tidak diposisi semula, setelah merasa aman ia menidurkan tubuhnya lalu kembali membaca cerita manusia serigala yang sudah ia baca dua kali dalam dua minggu.
"Selera priaku berubah menjadi terlalu tinggi karena terlalu banyak membaca cerita manusia serigala di aplikasi ini,"gumam Matilda setelah melihat salah satu model yang dijadikan pemain di cerita manusia serigala yang ia baca saat ini.
"Oh lihatlah pria ini dia seperti jelmaan Dewa Adonis!"lanjut Matilda dengan melihat Instagram seorang salah satu orang terkaya versi Majalah TIME, dia pria matang dengan umurnya yang menginjak 33 tahun bulan ini.
"Pria Idamanku!"pekiknya dengan melompat-lompat diatas kasur, Matilda tak mengindahkan peraturan seorang bangsawan wanita saat ini jika ibunya melihat tingkahnya saat ini bisa dipastikan ia akan dihukum menjalani untuk mengikuti pesta minum teh yang sangat ia benci,
"Ramona, search Darius Gale,"ucapnya pada sebuah Artificial Intellegence atau Kecerdasan Buatan yang terpasang dirumahnya, AI ini adalah hadiah pernikahan ayah dan ibu dari Paman Finn, Paman Finn mengembangkan berbagai jenis game yang laris dipasaran dan mempunyai perusahaan yang bergerak dibidang teknologi, dia berbeda tujuh tahun dariku dan lulus MIT ketika berusia 15 tahun, Paman Finn memang jenius.
"Darius Gale, Chief Executive Officer dari Gales, pengusaha dibidang teknologi dengan kekayaan bersih sebesar 142.1 Milyar USD. Lahir di Glasgow, Inggris. Usia 33 tahun.
Mendapatan label sebagai The Most Wanted Bachelor selama empat tahun berturut-turut dan memenangkan penghargaan sebagai Salah satu orang berpengaruh didunia, terkaya didunia, dan sebagainya. Selalu mengikuti kegiatan amal dan menjadi relawan. Sumber Evergreenmagz.com"
Mendengar penuturan Ramona mata Matilda semakin membesar, pria dengan aksen Inggris itu idaman.
Suara ketukan membuyarkan imajinasi Matilda akan pria idamannya, "Masuk"ucapnya dan munculah wajah Vivian yang menunduk hormat sebelum menatap wajahnya, "Matilda, Nyonya besar memerintahkan anda untuk makan siang bersama di ruang makan," Matilda mengangguk sebelum meninggalkan kamarnya dan menuju ruang makan.
Hal pertama yang Matilda lihat setelah dirinya menginjak lantai ruang makan adalah dua pria berambut hitam dan juga merah berbadan atletis yang memakai jas desainer mahal. Tampan adalah hal pertama yang ia muncul didalam otaknya. Ia menjadi seorang wanita pencinta pria tampan karena wattpad batinnya berbisik. "Putriku, kenalkan ini salah satu kolega ayah, Warren Everret dan Shawn Dawson," Matilda menaruh tangan kanannya didada lalu menyilangkan kaki kanan kebelakang dan memposisikan tangan kirinya tepat disebelah badanya lalu menunduk hormat, setelah memberi penghormatan Matilda menatap kedua pria muda didepannya dengan senyuman lalu menjulurkan tangannya yang dibalas dengan tangan besar mereka, Matilda menyalami mereka dengan tegas,
"Saya Matilda Princeton. Senang bertemu dengan kalian."
-
Cantik dan Elegan adalah kesan pertama yang mereka dapatkan ketika melihat putri tertua keluarga Princeton. Rambut merah oranyenya yang menyala dengan mata hijau sehijau Batu permata Emerald tak lupa dengan kulit emas kecoklatan. Ketika sicantik itu membuka suara, keduanya hanya bisa termenung